“What’s wrong?”
“Nothing.”
Kai menggeram, jelas saja tak menerima jawaban Kristal. “Kristal….”
“Apa, sih?” Kristal menoleh dengan bingung ke arah Kai.
Mereka sudah di perjalanan pulang menuju rumah dan Kai sejak tadi bisa merasakan kalau Kristal mulai berbeda. Perempuan itu jadi agak lebih diam, walau sesekali masih menimpali saat diajak bicara perempuan di sebelahnya.
Tapi yang jelas Kai perhatikan adalah kalau perempuan itu tidak lagi menatapnya langsung saat Kai mengajaknya bicara.
“Kamu aneh.”
“Emang,” sahut Kristal dengan cepat.
Kai mendecakkan lidah dengan
“Seperti apa rasanya bersaing dengan mantan kekasih dari orang yang kamu cintai?”“Eh?” Renjana jelas terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Kristal.Saat ini mereka tengah menunggu Hafi yang sedang di perjalanan menuju apartemen Kristal. Sementara itu, Kristal membantu Renjana merapikan barang-barangnya yang tak banyak.“Pertanyaanku aneh, ya?”“Ya…, kamu juga biasanya aneh, sih,” jawab Renjana dengan enteng, membuat Kristal mencebikkan bibirnya.“Kenapa lagi?” Kali ini Renjana bertanya dengan lembut. “Cessa gangguin kamu karena kamu nikah sama Kai?”“Nggak, sih. Kayaknya perempuan itu bahkan nggak tahu eksistensiku di muka bumi
“Katanya kamu mau pindah ke ABP, ya?”“Hah?”“Kamu hari ini mau ke peresmian ABP, kan?”Kristal yang baru saja sampai di kantor dan tadinya berencana memakan bubur ayam yang ia beli di perjalanan tadi, masih belum mengerti apa yang dimaksud Jean.“Aksara Bimantara & Partners.” Jean mengacungkan undangan peresmian law firm baru Aksa di depan wajahnya.“Oh.” Kristal mengamati undangan milik Bang Leo yang kini ada di tangan Jean karena tertinggal di ruang istirahat. “Nggak tahu. Kok kamu mikirnya aku mau pindah?”“Gosipnya udah santer, sih.”Kristal membuka styrofoam berisi bubur ayamnya dan mengamb
“Jadi kamu masih nggak mau menerima tawaranku?”Kristal yang tadinya tengah menatap ke luar gedung Plaza Eightyeight melalui dinding kaca, langsung menoleh pada Aksa yang kini berdiri di sampingnya.“Untuk saat ini… kayaknya nggak, deh.” Kristal tersenyum pada Aksa, berharap sahabatnya itu mengerti alasannya.Terlalu tiba-tiba untuknya pindah dari GPP. Dan ia pun masih merasa nyaman di kantornya yang sekarang. Walau Kristal tidak menampik, ia juga penasaran untuk merasakan atmosfer lingkungan kerja yang baru dengan tim baru.“It’s okay.” Untuk saat ini Aksa menghargai keputusan Kristal. “Just let me know, kalau misalnya kamu berubah pikiran, oke?”“I will.” Kristal terkekeh
“Kok kamu diam aja?” tanya Kai setelah mereka berada di mobil dan kini terjebak di ruas jalan raya.Hujan deras yang bertepatan dengan jam pulang kantor membuat Kai yakin kalau mereka akan terjebak cukup lama di jalan raya ini.Melihat Kristal yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Kai akhirnya beralih ke tempat penyimpanan yang ada di depannya. Ia mengeluarkan sekantong paper bag dengan logo yang sudah sangat Kristal kenali.“Nih, kamu makan dulu.” Kai menyodorkan paper bag tersebut pada Kristal yang menerimanya dengan tatapan horor.“Kapan kamu beli McD?” tanya Kristal yang pada akhirnya bersuara.“Tadi Rangga yang mampir dan beliin itu buat kamu karena mikir mungkin kita akan kena macet di jalanan ini,&rdqu
“Hidupku, tuh, kayak sinetron Jeritan Hati Istri di channel naga terbang itu, ya.”Hafi langsung tertawa terbahak-bahak mendengar keluhan Kristal. Hari ini ia baru tiba di Jakarta setelah syuting iklan sampo di Phuket. Kemudian rencananya, besok pagi-pagi sekali, mereka akan pergi ke Bali untuk menjenguk Renjana pertama kalinya sejak sahabat mereka itu pindah ke pulau tersebut.“Kamu sempet, ya, nonton sinetron itu? Kukira pengacara itu sibuk.”“Bukan aku yang nonton, tapi Mbak Jia sering re-run di televisi rumah dan aku jadi sering ikut nonton bareng,” sahut Kristal dengan keki.“Kenapa lagi emangnya sama hidupmu?” tanya Hafi penuh perhatian pada sahabatnya yang siang ini menjemputnya di Bandara Soekarno-Hatta.
“KAMU GILA YA, HAFI?!!”“Princess….” Walau teriakan Kristal berpotensi memecah gendang telinganya, anehnya Hafi masih bisa menjawab dengan tenang. “Waras kok. Kan yang gila di sini kamu—tergila-gila sama Kai.”“Hhhh. Ya Tuhan, aku rindu sahabatku yang normal seperti Renjana. Bukan yang nggak waras seperti orang ini.”Hafi tertawa terbahak-bahak sambil menyeret Rimowa-nya yang berukuran cabin size masuk ke dalam rumah Kristal. Hafi memang tidak pernah membawa banyak baju kalau bekerja di luar negeri. Jadi koper berukuran cabin size cukup untuknya.Begitu bertemu dengan Mbak Jia, Hafi tidak membuang waktu lagi untuk menanyakan tempat mencuci baju pada perempuan paruh baya itu.&l
“Gimana Kai?”“Ya, nggak gimana-gimana, Jan.”“Kalau Aksa?”“Ya, nggak gimana-gimana juga.”“Duh.” Renjana mengeluh sebal. “Lebih kreatif lagi, dong, Ta.”“Kamu maunya aku jawab apa?”“Misal, Aksa tambah ganteng tapi masih gagal move on dari kamu,” goda Renjana sambil tertawa saat respons Kristal hanya mengerucutkan bibirnya.“Kalau itu, sih, pasti, aku berani jamin.”Mendengar Hafi langsung menyambar padahal baru tiba dengan tiga gelas kopi di tangannya, Kristal langsung melotot. “Sok tahu.”Renjana
“Kamu pernah ketemu sama yang mantannya Kai nggak?”“UHUK!” Hafi tersedak potongan alpukat dari salad yang baru saja ia makan.“Ck, lebay,” gerutu Kristal sambil menepuk bagian belakang tengkuk Hafi.“Kita tadi lagi bahas pergerakan sahamku,” keluh Hafi setelah merasa lebih baik. “Dari ngomongin saham Unilever jadi ngomongin mantannya suamimu, ya, jelas aku kagetlah.”Selain bekerja di dunia entertainment dan membantu perusahaan keluarganya, Hafi yang juga punya gelar di bidang International Banking and Finance dari University of Glasgow, selalu tertarik dengan pasar valas dan pasar saham.Ia sendiri suka mengajak Kristal diskusi mengenai kondisi politik Indonesia yang tentunya mempengar