“Shit!”Archer melemparkan nampan ke atas meja dengan kasar. Matanya lantas terpejam sembari memijat kedua pelipisnya dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang lain berkacak pinggang.“Bos, sakit?” tanya Erra penasaran. “Dari tadi kelihatan em… sedikit kurang fokus.”Archer membuka kelopak matanya dan menatap Erra dengan kening berkerut. “Benarkah? Aku terlihat seperti itu?”“Hm-hm. Padahal biasanya Bos nggak pernah meleng kalau lagi kerja.” Erra memasukkan roti pesanan pelanggan ke dalam pemanas. “Kalau dirasa lagi sakit, lebih baik istirahat. Dari awal kita launching Bos nggak pernah istirahat selama di sini.”Helaan napas Archer terasa berat. Ia bukan sedang sakit. Namun pikirannya terasa sangat kacau sejak tadi pagi. Ia selalu terbayang Feli yang saat ini sedang bertemu dengan Rafi.Hanya berdua di ruangannya?Shit!Lagi-lagi Archer mengumpat. Kali ini melontarkannya di dalam hati karena ada pelanggan yang melakukan pembayaran di kasir. Ia harus menjaga image.Membayangkan Feli me
Feli menggigit bibir bawahnya sembari mondar-mandir di teras rumah. Sesekali ia menatap gerbang yang tertutup dan berharap pintu itu terbuka, lalu menampilkan seseorang yang sedang ia tunggu.Namun, sampai waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, gerbang itu tak bergerak sama sekali. Archer tak kunjung pulang.Feli kemudian duduk di sofa ruang keluarga. ‘Apa dia benar-benar marah padaku?’ batin Feli sembari menggigiti ujung ibu jarinya dengan perasaan tak karuan.Sejak kejadian tadi siang di butik, Archer hanya menghubunginya satu kali. Yaitu saat pria itu meminta izin akan pulang telat.Ini hari kerja, seharusnya jam sembilan café sudah tutup, pikir Feli. Tapi kenapa sampai jam sepuluh dia belum juga pulang?Jujur, Feli masih merasa bersalah. Ia berpikir, alasan kenapa sampai saat ini Archer belum pulang karena masih marah dan kecewa kepadanya.Feli menghela napas berat. Lalu tiba-tiba terdiam.Tunggu. Kenapa ia harus merasa bersalah dan mengkhawatirkan pria itu?Bukankah apa yang Arch
Feli memeriksa CV para pelamar satu persatu. Ia sedang kekurangan karyawan untuk ditempatkan di bagian gudang.“Bagaimana, Bu? Ada yang sesuai dengan kriteria kita?” Dania setia berdiri di hadapan Feli, ia bersiap menghubungi pelamar yang Feli pilih.Feli menghela napas panjang, ia berpikir cukup lama sembari mengusap-usap dagu. Kemudian menutup semua CV tersebut. “Aku punya rencana lain. Lagi pula, tanpa satu karyawan untuk saat ini bagian gudang nggak keteteran, ‘kan?”“Jadi perekrutannya ditunda dulu?”“Iya.”Feli meraih scrunchie dan hendak mengikat rambutnya. Namun, ucapan Archer tempo hari yang melarangnya untuk mengikat rambut, terngiang-ngiang, membuat Feli seketika mengurungkan niatnya.“Alasan konyol macam apa itu? Nggak mau berbagi leher?” gumamnya sembari mendengus pelan.“Ya? Ada masalah, Bu?”Feli mengerjap, ia baru sadar kalau Dania masih ada di hadapannya. “Nggak. Gak apa-apa,” kilahnya, “sekarang aku mau pergi ke rumah sakit. Kamu tolong periksa email yang masuk, kalau
Hari-hari berlalu seperti biasanya. Perubahan sikap Archer cukup signifikan dari hari ke hari, membuat Feli merasa bahwa Archer yang empat tahun tinggal bersamanya dan Archer yang sekarang, adalah dua pria yang berbeda.Pria itu selalu menjadi pemandangan pertama di kala Feli membuka mata setiap pagi. Menjadi koki yang memasak di pagi dan malam hari di sela-sela kesibukannya. Jika tidak sempat pulang, Archer akan mengirim makanan ke rumah yang ia buat di café.Hari ini adalah tepat tiga bulan berlalu sejak saat itu, saat di mana Feli membuat keputusan yang menurut Archer sangat gila.“Kenapa kamu mau membebaskan wanita, yang selama ini bersamaku untuk menghancurkan hidupmu, hem?” desah Archer sembari menaruh bingkai foto Feli ke tempat semula—meja kerjanya.Archer khawatir, dengan bebasnya Belvina, wanita itu akan kembali berniat menghancurkan keluarganya. Belvina sudah bebas satu setengah bulan yang lalu. Sampai saat ini Archer tak tahu bagaimana kabarnya. Dan memang ia tidak ingin t
Feli tahu keputusannya ini penuh resiko. Namun meski tahu akan hal itu, ia tak mau mundur untuk kembali ke tempat yang membuatnya aman. Feli hanya ingin membuat wanita itu merasakan apa yang pernah ia rasakan. Dengan begitu, mereka berdua impas.Sebab jika saat itu Feli tidak mencabut gugatannya, kemungkinan besar Belvina akan tetap dibebaskan. Penyakit keras yang Belvina derita akan menjadi pertimbangan penyidik. Sebab ditahan atau tidaknya Belvina, keputusan ada di tangan penyidik tersebut.“Ada apa kamu memanggilku ke sini? Langsung pada intinya saja.” Belvina membuang muka ke arah lain, selain kepada Feli.Feli tersenyum penuh arti. Ia beranjak dari kursi kerjanya dan beralih duduk di sofa. “Duduklah. Sepertinya percakapan kita akan cukup panjang.”Belvina dengan muka menyedihkannya akhirnya duduk di single sofa. Dania menutup pintu dan kembali ke ruangannya, memberikan privasi bagi mereka berdua.“Bagaimana perasaanmu setelah dibebaskan? Bukankah seharusnya kamu berterima kasih p
“Kenapa senyum-senyum sendiri?”Archer nyaris tersedak saliva saat mendengar pertanyaan Feli, yang tak ia sangka ternyata wanita itu memperhatikan gelagatnya. Archer berdehem dan menjawab, “Nggak apa-apa. Sebentar lagi kita sampai.”Mau ditaruh di mana mukanya kalau Feli tahu alasan ia senyum-senyum sendiri karena kecupan singkat tadi? Kecupan di pipi yang membuat dunianya jungkir balik. Jantungnya berdegup tak karuan seperti ABG yang baru jatuh cinta untuk pertama kali.“Jadi sebenarnya kita mau ke mana, sih? Dinner?” tanya Feli untuk yang ke sekian kalinya. Tapi sejak tadi Archer tak kunjung memberitahu.“Bukan,” jawab Archer lembut sembari melepaskan tangan Feli dari genggamannya. Ia gunakan tangan kirinya itu untuk memindahkan persneling.“Terus?”“Kita akan ke salah satu hotel milik Tiger Corp.”Mata Feli sedikit membulat. “Ho-hotel? Mau apa ke sana?”“Kalau ke hotel biasanya kita mau ngapain?” Archer menoleh pada sang istri sembari mengulum senyum penuh arti.Feli mengerjap. Ia
“Mau dansa denganku?”Feli mengalihkan tatapannya dari Archer yang tengah mengobrol dengan salah satu pejabat di kursi VIP, ke arah pria bertuksedo hitam yang baru saja menghampirinya.Kedua sudut bibir Feli terangkat. “Berdansa denganku apa nggak khawatir kekasihmu marah dan cemburu?”“Oh, ayolah. Dia bukan kekasihku,” sergah Auriga sembari berdecak lidah. Ia menjulurkan tangan kanan dengan telapaknya yang terbuka. “Ayo. Biarkan suamimu asyik sendiri.”Feli terkekeh. Ia menaruh gelas berisi cocktail-nya yang tinggal setengah ke atas meja, lalu menerima uluran tangan Auriga. Membiarkan kakak iparnya itu menggenggam tangannya dan membawanya ke lantai dansa.Setelah acara demi acara terlewati dan Archer sudah resmi menjadi CEO Tiger Corp kembali, kini saatnya para tamu undangan menikmati hidangan yang tersedia di meja-meja panjang. Sebagian ada yang berdansa diiringi musik klasik yang mengalun merdu. Dan sebagian yang lain memilih menonton sambil bercakap-cakap dengan teman satu meja.“
‘Aku mencintaimu, Fel.’Feli menghela napas panjang ketika ucapan Archer di pesta beberapa jam yang lalu, kembali terngiang di telinganya. Ia merapatkan cardigan, angin malam yang berhembus cukup kencang membuat bulu kuduknya berdiri.“Apa aku harus percaya sama ucapan dia?” gumam Feli sembari mendongak, menatap satu-satunya bintang yang ada di langit malam ini.“Dia siapa, hem?”Feli terhenyak ketika suara bariton yang berat dan serak terdengar mengalun di dekat telinganya. Tubuh Feli seketika diselimuti rasa hangat saat Archer melingkarkan kedua lengannya di depan dada.“Bukan apa-apa, lupakan.”Archer menyingkap helaian rambut Feli dan memindahkannya ke bahu kiri, hingga ia leluasa membenamkan wajahnya di leher bagian kanan, menghirup dalam-dalam aroma tubuh istrinya yang khas dan sudah ia candui sejak pertama kali mereka berhubungan badan.“Siapa yang sedang kamu pikirkan? Jangan membuatku cemburu lagi, Fel,” bisik Archer, sebelum ia meninggalkan jejak merah di sana, yang membuat