Feli tahu keputusannya ini penuh resiko. Namun meski tahu akan hal itu, ia tak mau mundur untuk kembali ke tempat yang membuatnya aman. Feli hanya ingin membuat wanita itu merasakan apa yang pernah ia rasakan. Dengan begitu, mereka berdua impas.Sebab jika saat itu Feli tidak mencabut gugatannya, kemungkinan besar Belvina akan tetap dibebaskan. Penyakit keras yang Belvina derita akan menjadi pertimbangan penyidik. Sebab ditahan atau tidaknya Belvina, keputusan ada di tangan penyidik tersebut.“Ada apa kamu memanggilku ke sini? Langsung pada intinya saja.” Belvina membuang muka ke arah lain, selain kepada Feli.Feli tersenyum penuh arti. Ia beranjak dari kursi kerjanya dan beralih duduk di sofa. “Duduklah. Sepertinya percakapan kita akan cukup panjang.”Belvina dengan muka menyedihkannya akhirnya duduk di single sofa. Dania menutup pintu dan kembali ke ruangannya, memberikan privasi bagi mereka berdua.“Bagaimana perasaanmu setelah dibebaskan? Bukankah seharusnya kamu berterima kasih p
“Kenapa senyum-senyum sendiri?”Archer nyaris tersedak saliva saat mendengar pertanyaan Feli, yang tak ia sangka ternyata wanita itu memperhatikan gelagatnya. Archer berdehem dan menjawab, “Nggak apa-apa. Sebentar lagi kita sampai.”Mau ditaruh di mana mukanya kalau Feli tahu alasan ia senyum-senyum sendiri karena kecupan singkat tadi? Kecupan di pipi yang membuat dunianya jungkir balik. Jantungnya berdegup tak karuan seperti ABG yang baru jatuh cinta untuk pertama kali.“Jadi sebenarnya kita mau ke mana, sih? Dinner?” tanya Feli untuk yang ke sekian kalinya. Tapi sejak tadi Archer tak kunjung memberitahu.“Bukan,” jawab Archer lembut sembari melepaskan tangan Feli dari genggamannya. Ia gunakan tangan kirinya itu untuk memindahkan persneling.“Terus?”“Kita akan ke salah satu hotel milik Tiger Corp.”Mata Feli sedikit membulat. “Ho-hotel? Mau apa ke sana?”“Kalau ke hotel biasanya kita mau ngapain?” Archer menoleh pada sang istri sembari mengulum senyum penuh arti.Feli mengerjap. Ia
“Mau dansa denganku?”Feli mengalihkan tatapannya dari Archer yang tengah mengobrol dengan salah satu pejabat di kursi VIP, ke arah pria bertuksedo hitam yang baru saja menghampirinya.Kedua sudut bibir Feli terangkat. “Berdansa denganku apa nggak khawatir kekasihmu marah dan cemburu?”“Oh, ayolah. Dia bukan kekasihku,” sergah Auriga sembari berdecak lidah. Ia menjulurkan tangan kanan dengan telapaknya yang terbuka. “Ayo. Biarkan suamimu asyik sendiri.”Feli terkekeh. Ia menaruh gelas berisi cocktail-nya yang tinggal setengah ke atas meja, lalu menerima uluran tangan Auriga. Membiarkan kakak iparnya itu menggenggam tangannya dan membawanya ke lantai dansa.Setelah acara demi acara terlewati dan Archer sudah resmi menjadi CEO Tiger Corp kembali, kini saatnya para tamu undangan menikmati hidangan yang tersedia di meja-meja panjang. Sebagian ada yang berdansa diiringi musik klasik yang mengalun merdu. Dan sebagian yang lain memilih menonton sambil bercakap-cakap dengan teman satu meja.“
‘Aku mencintaimu, Fel.’Feli menghela napas panjang ketika ucapan Archer di pesta beberapa jam yang lalu, kembali terngiang di telinganya. Ia merapatkan cardigan, angin malam yang berhembus cukup kencang membuat bulu kuduknya berdiri.“Apa aku harus percaya sama ucapan dia?” gumam Feli sembari mendongak, menatap satu-satunya bintang yang ada di langit malam ini.“Dia siapa, hem?”Feli terhenyak ketika suara bariton yang berat dan serak terdengar mengalun di dekat telinganya. Tubuh Feli seketika diselimuti rasa hangat saat Archer melingkarkan kedua lengannya di depan dada.“Bukan apa-apa, lupakan.”Archer menyingkap helaian rambut Feli dan memindahkannya ke bahu kiri, hingga ia leluasa membenamkan wajahnya di leher bagian kanan, menghirup dalam-dalam aroma tubuh istrinya yang khas dan sudah ia candui sejak pertama kali mereka berhubungan badan.“Siapa yang sedang kamu pikirkan? Jangan membuatku cemburu lagi, Fel,” bisik Archer, sebelum ia meninggalkan jejak merah di sana, yang membuat
Belvina turun di halte bis dan sedikit berjalan untuk tiba di butik Feli. Ia sudah memutuskan untuk menerima tawaran bekerja di sana. Demi keberlangsungan hidup, Belvina rela menurunkan harga dirinya di depan rivalnya itu. Karena cuma Feli yang mau mempekerjakannya dengan gaji yang memuaskan.Setibanya di depan butik, Belvina melihat SUV hitam yang amat dia kenali, terparkir di halaman parkir.Dia tiba-tiba terhenyak. Jantungnya berdebar cepat manakala melihat Archer keluar dan memutari bagian depan mobil, lalu membuka pintu. Kedua sudut bibir Belvina terangkat tinggi-tinggi. Betapa ia merindukan pria yang semakin terlihat tampan dan segar itu.Namun, senyuman Belvina perlahan lenyap ketika dari posisinya berdiri, ia melihat dengan jelas ada Feli di dalam sana.Napas Belvina tertahan saat menyaksikan mereka berciuman. Kakinya tremor. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menghujam relung hatinya dengan kuat.“Aku mencintaimu, Sunshine. Ingat itu baik-baik.”Lagi-lagi Belvina terkejut. Cinta?
“Pekerjaanmu nggak berat, hanya mencatat barang yang masuk dan keluar, dan memastikan stok persediaan barang aman.” Feli menatap Belvina dengan tatapan datar saat Andini—kepala divisi gudang, tengah menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan Belvina. Belvina melamun, ia tak benar-benar mendengarkan penjelasan Andini. Bayangan Archer dan Feli bermesraan tadi pagi selalu memenuhi kepalanya, membuatnya sulit konsentrasi. “Kamu dengar saya atau tidak?!” Belvina tersentak ketika Andini menggebrak meja di hadapannya dengan kasar dan keras. Mata Andini membulat tajam di balik kacamata berbentuk kotaknya. Tubuh bulatnya berdiri di samping Belvina dengan tegap. “Eh? Apa tadi, Bu? Maaf saya tidak memperhatikan.” “Kamu ini niat atau tidak sih bekerja di sini?!” sembur karyawan tergalak di Blossom Boutique itu. “Argh! Saya nggak mengerti kenapa Bu Feli mempekerjakan orang seperti ini?” Ia menoleh pada Feli di ambang pintu sembari memberengut. Satu sudut bibir Feli terangkat. Andini sudah i
Sesuai janjinya pada Kimberly tadi pagi, siang itu Archer menyempatkan diri menjemputnya di sela-sela kesibukannya. Ia rela panas-panasan mengantre di halte bis saat pergi dan pulang dari sekolah. Namun semua itu terbayar saat melihat Kimberly tertawa bahagia.“Kim, ini apa biru? Kaki kamu kenapa?” tanya Archer setelah menurunkan Kimberly dari gendongannya ke atas sofa, di ruangan CEO yang kembali ia tempati hari ini.“Oh, ini tadi aku jatuh nggak sengaja terdorong sama teman aku, Pi,” jawab anak yang rambutnya dikucir dua, kiri dan kanan.Rahang Archer mengeras sembari mengamati luka memar di paha Kimberly. “Siapa namanya?”“Skyler, Pi. Tadi dia lagi bercanda sama teman laki-laki yang lain, terus nggak sengaja aku kedorong. Kaki aku kejedot bangku, Pi,” adu Kimberly sekali lagi.Sorot mata Archer menggelap. Ia bangkit berdiri lalu menghubungi nomor telepon Feli dan berdiri di dekat dinding kaca.“Halo?”Suara lembut yang menyapanya di ujung telepon membuat perasaan Archer sedikit ten
Beberapa saat yang lalu.Feli masuk ke walk in closet setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Dia membuka lemari dan menarik piyama yang terlipat rapi di antara tumpukan baju. Tanpa sengaja, sebuah kain berbahan seperti jaring warna merah ikut tertarik, lalu terjatuh ke lantai.Feli memungutnya. Ia tertegun ketika ingat ini adalah lingerie kado pernikahan dari Binar, yang tak pernah ia gunakan barang satu kalipun.Ya, ia memang tak pernah menggunakan pakaian seperti ini setiap kali berhubungan badan dengan Archer. Saat itu hanya ada amarah dan kebencian yang meliputi mereka berdua.Setelah berpikir cukup lama, Feli akhirnya menaruh kembali piyama ke dalam lemari. Kemudian ia memberanikan diri memakai lingerie tersebut.Dia menyisir rambut panjangnya, mengoleskan liptint, lalu menyemprotkan parfum.Malam ini… ia siap menyerahkan diri pada suaminya.Jantungnya berpacu dengan cepat, hatinya tiba-tiba diselimuti keraguan. Namun, bayangan wajah Archer yang frustrasi setiap kali merek