Belvina turun di halte bis dan sedikit berjalan untuk tiba di butik Feli. Ia sudah memutuskan untuk menerima tawaran bekerja di sana. Demi keberlangsungan hidup, Belvina rela menurunkan harga dirinya di depan rivalnya itu. Karena cuma Feli yang mau mempekerjakannya dengan gaji yang memuaskan.Setibanya di depan butik, Belvina melihat SUV hitam yang amat dia kenali, terparkir di halaman parkir.Dia tiba-tiba terhenyak. Jantungnya berdebar cepat manakala melihat Archer keluar dan memutari bagian depan mobil, lalu membuka pintu. Kedua sudut bibir Belvina terangkat tinggi-tinggi. Betapa ia merindukan pria yang semakin terlihat tampan dan segar itu.Namun, senyuman Belvina perlahan lenyap ketika dari posisinya berdiri, ia melihat dengan jelas ada Feli di dalam sana.Napas Belvina tertahan saat menyaksikan mereka berciuman. Kakinya tremor. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menghujam relung hatinya dengan kuat.“Aku mencintaimu, Sunshine. Ingat itu baik-baik.”Lagi-lagi Belvina terkejut. Cinta?
“Pekerjaanmu nggak berat, hanya mencatat barang yang masuk dan keluar, dan memastikan stok persediaan barang aman.” Feli menatap Belvina dengan tatapan datar saat Andini—kepala divisi gudang, tengah menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan Belvina. Belvina melamun, ia tak benar-benar mendengarkan penjelasan Andini. Bayangan Archer dan Feli bermesraan tadi pagi selalu memenuhi kepalanya, membuatnya sulit konsentrasi. “Kamu dengar saya atau tidak?!” Belvina tersentak ketika Andini menggebrak meja di hadapannya dengan kasar dan keras. Mata Andini membulat tajam di balik kacamata berbentuk kotaknya. Tubuh bulatnya berdiri di samping Belvina dengan tegap. “Eh? Apa tadi, Bu? Maaf saya tidak memperhatikan.” “Kamu ini niat atau tidak sih bekerja di sini?!” sembur karyawan tergalak di Blossom Boutique itu. “Argh! Saya nggak mengerti kenapa Bu Feli mempekerjakan orang seperti ini?” Ia menoleh pada Feli di ambang pintu sembari memberengut. Satu sudut bibir Feli terangkat. Andini sudah i
Sesuai janjinya pada Kimberly tadi pagi, siang itu Archer menyempatkan diri menjemputnya di sela-sela kesibukannya. Ia rela panas-panasan mengantre di halte bis saat pergi dan pulang dari sekolah. Namun semua itu terbayar saat melihat Kimberly tertawa bahagia.“Kim, ini apa biru? Kaki kamu kenapa?” tanya Archer setelah menurunkan Kimberly dari gendongannya ke atas sofa, di ruangan CEO yang kembali ia tempati hari ini.“Oh, ini tadi aku jatuh nggak sengaja terdorong sama teman aku, Pi,” jawab anak yang rambutnya dikucir dua, kiri dan kanan.Rahang Archer mengeras sembari mengamati luka memar di paha Kimberly. “Siapa namanya?”“Skyler, Pi. Tadi dia lagi bercanda sama teman laki-laki yang lain, terus nggak sengaja aku kedorong. Kaki aku kejedot bangku, Pi,” adu Kimberly sekali lagi.Sorot mata Archer menggelap. Ia bangkit berdiri lalu menghubungi nomor telepon Feli dan berdiri di dekat dinding kaca.“Halo?”Suara lembut yang menyapanya di ujung telepon membuat perasaan Archer sedikit ten
Beberapa saat yang lalu.Feli masuk ke walk in closet setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Dia membuka lemari dan menarik piyama yang terlipat rapi di antara tumpukan baju. Tanpa sengaja, sebuah kain berbahan seperti jaring warna merah ikut tertarik, lalu terjatuh ke lantai.Feli memungutnya. Ia tertegun ketika ingat ini adalah lingerie kado pernikahan dari Binar, yang tak pernah ia gunakan barang satu kalipun.Ya, ia memang tak pernah menggunakan pakaian seperti ini setiap kali berhubungan badan dengan Archer. Saat itu hanya ada amarah dan kebencian yang meliputi mereka berdua.Setelah berpikir cukup lama, Feli akhirnya menaruh kembali piyama ke dalam lemari. Kemudian ia memberanikan diri memakai lingerie tersebut.Dia menyisir rambut panjangnya, mengoleskan liptint, lalu menyemprotkan parfum.Malam ini… ia siap menyerahkan diri pada suaminya.Jantungnya berpacu dengan cepat, hatinya tiba-tiba diselimuti keraguan. Namun, bayangan wajah Archer yang frustrasi setiap kali merek
Feli tertegun.Ia berusaha mencari kebohongan dalam sorot mata Archer, tapi ia tak menemukannya.“Berpacaran selama kurang lebih tujuh tahun, sering tinggal satu atap, kurasa mustahil nggak melakukan apa-apa,” ujar Feli, ia seperti tengah menggali lubang kekecewaannya sendiri.Archer menghela napas panjang lalu menatap langit-langit kamar. “Aku tahu kamu nggak akan mempercayaiku. Tapi kamu harus ingat hal ini, Fel.” Ia melirik sang istri, sejenak. “Nggak semua yang terjadi di dunia ini masuk akal. Akan ada—atau mungkin banyak, hal-hal yang menurutmu mustahil terjadi, tapi kenyataannya memang terjadi seperti itu.”Feli terdiam.“Dan sesuatu yang nggak masuk akal itu cuma bisa diterima dan diyakini oleh hati, di sini,” lanjut Archer sembari menempelkan telapak tangan pada dada kiri Feli. “Karena sekarang kamu belum mempercayaiku, jadi menurutmu aku nggak ‘tidur’ bersama dia itu sangat mustahil.”Feli masih terdiam, lidahnya mendadak terasa kelu. Sungguh, ia sedang berusaha mempercayai ap
“Gue nggak nyangka lo ngambil keputusan yang sangat beresiko, Fel.”Feli tersenyum kecut sembari melajukan mobilnya keluar dari café, setelah dua jam lamanya menghabiskan waktu di sana bersama Binar.“Gue tahu.” Feli menghela napas berat. “Tapi gue udah diskusi sama Mbak Cecilia, kemungkinan besar penyidik akan membebaskan Belvina karena penyakit kanker yang dia alami.”“Bokap lo kan sultan, Fel. Bisa kali bikin wanita itu di penjara seumur hidup,” gerutu Binar, ia sedikit kurang setuju dengan ide Feli yang sudah membebaskan Belvina dari tuntutan.Mendengarnya, Feli terkekeh kecil. “Papa pengusaha, Nar. Bukan mafia. Dia nggak suka melakukan suap menyuap untuk urusan yang begitu. Lagipula….” Feli menyugar rambutnya dengan kasar. “….menurut gue hukuman yang pantas dia terima itu bukan hukuman penjara. Walaupun di penjara, tapi belum tentu dia menyesali perbuatannya. Malah di penjara jauh lebih enak, dia bisa makan tiga kali sehari dan melakukan aktifitas sehari-hari. Cuma berbeda tempat
“Oke. Aku paham.” Archer mengangguk. “Jangan salahkan aku kalau besok lusa perusahaan dia jadi bangkrut.”Feli terperangah.Ia lantas mengeluarkan suara setengah mendengus dan setengah tertawa. Ancaman Archer terdengar tak masuk akal. “Kamu cemburu?”“Ya, aku cemburu,” timpal Archer dengan raut muka serius. “Bukankah sudah aku bilang kalau kamu milikku? Aku tidak suka milikku didekati pria lain.”Seulas senyum kecil terukir di bibir Feli. Ia menghabiskan jus lemonnya lebih dulu, kemudian menaruh gelas kosong ke meja kitcher bar. Sebelum kemudian berkata dengan suara pelan, “Archer… dulu, saat kamu sedang menghabiskan waktu bersama Belvina, apa pernah kamu memikirkan perasaanku? Yang saat itu ditinggalkan di rumah berdua dengan anakmu, tanpa memberi kepastian kapan kamu akan pulang.”Kalimat Feli tersebut membuat Archer merasa tertampar. Pria itu seketika membeku. Meski diucapkan dengan suara lembut sembari tersenyum, tapi Archer bisa melihat sorot mata Feli tampak sedikit sendu.Arche
“Fel, bangun. Kita pindah dari sini.”Bisikan lembut yang diiringi dengan sentuhan lembut di pipi, membuat Feli terpaksa membuka kelopak matanya.Saat matanya sudah terbuka lebar, ia mendapati ruang kamar Kimberly sudah gelap, hanya diterangi lampu tidur di nakas.“Aku ketiduran, ya?” Suara Feli terdengar serak sembari bangkit duduk.“Iya, cuma satu jam kok. Sekarang masih jam sembilan.”Feli tidak menolak ketika Archer menggenggam tangannya dan menariknya agar keluar dari kamar tersebut. Sesekali Feli menguap, lalu mengucek mata yang terasa lengket. Jalannya sedikit sempoyongan dan nyaris terjatuh. Lalu dengan sigap Archer mengangkat tubuh Feli ke pangkuannya ala bridal style. Feli sempat memekik terkejut.“Turunin, Archer. Aku bukan anak kecil,” protes Feli sembari melingkarkan kedua lengan di leher Archer.Archer tertawa geli. “Lagi-lagi ucapanmu bertolak belakang dengan sikapmu, Sunshine.”“Hm? Benarkah?”Archer hanya menanggapi dengan lirikan mata pada lengan Feli, yang membuat F