“Aku tahu kamu nggak sehat,” balas Auriga, masih dengan tatapan anehnya. “Maksudku… otak dan hati nuranimu yang kurang sehat.”Seketika Archer terdiam. Rahangnya berkedut seraya menatap Auriga dengan tatapan sedikit tajam.Apa Auriga tahu hubungannya dengan Belvina? Apa dia juga tahu bagaimana kacaunya rumah tangganya dengan Feli?Archer bertanya-tanya dalam hati sembari mengepalkan kedua belah telapak tangannya.“Apa maksudmu, Bang?” tanya Archer dengan suara dingin.Suasana di ruang keluarga mendadak hening. Gendarly dan Feli saling tatap satu sama lain. Sedangkan Axl tampak menyeruput kopi pahitnya dengan santai, seolah-olah dia tidak begitu peduli pada perubahan atmosfer di antara anak-anaknya.“Kurasa kamu pasti mengerti ke mana arah pembicaraanku?” Satu sudut bibir Auriga terangkat.Pertanyaan itu membuat Archer semakin yakin jika Auriga mengetahui sesuatu tentang rumah tangganya."Kamu sengaja mencari tahu untuk-"“Hahahaha….” Tawa puas Auriga seketika terdengar membahana di ru
“Feli, ayo kita pulang. Sekarang!”Suara berat milik Archer membuat Feli terkejut. Ia melirik arloji di tangan kirinya sekilas.“Masih jam delapan. Apa nggak terlalu terburu-buru?” balas Feli sembari mendongak menatap suaminya itu. Ia mengerutkan kening karena sorot mata Archer terlihat begitu suram.Apanya yang salah? Memangnya ada sesuatu yang membuat pria itu marah?Feli bertanya-tanya dalam hati. Namun pada akhirnya Feli tak mau peduli.“Perjalanan dari sini ke rumah juga memakan waktu cukup lama,” timpal Archer.“Feli benar.” Auriga angkat suara sembari menggeser duduknya hingga setengah menghadap Archer. “Kenapa harus buru-buru? Kita kumpul begini cuma dua minggu atau bahkan satu bulan sekali, Bro.”Archer mengembuskan napas kasar. “Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan malam ini juga.”“Oh. Kalau begitu kamu pulang duluan aja. Feli dan Kimmy biar aku yang antar pulang nanti.”“Nggak bisa.” Archer berusaha menahan intonasi suaranya agar tetap normal. Bagaimanapun, di depan mer
Feli keluar dari kamar mandi mengenakan piyama satin berwarna merah, kesukaannya. Bibir merah alaminya mengulas senyum begitu melihat Kimberly tengah memeluk bantal dan selimutnya. Tubuh mungil anak itu nyaris tertutupi semuanya oleh benda yang ia peluk, hanya terlihat dahi dan matanya saja.“Mami! Ayo! Jangan lama-lama!” seru Kimberly dengan suara teredam bantal.Feli terkekeh. Anak itu tampak tak sabar ingin cepat-cepat tidur di kamar yang ada di lantai tiga. “Kenapa nggak duluan aja ke kamar di atasnya, hem?”“Aku mau nungguin Mami.”“Tadi ‘kan kamu sama Papi, Sayang. Kan bisa bareng papi kalau Kimmy udah nggak sabar.” Feli meraih bantal dan selimut dari pelukan Kimberly.“Fyuh!” Kimberly mengusap dahi yang tak berkeringat sama sekali. Tingkahnya persis seperti orang dewasa yang kecapekan habis membawa sesuatu yang berat.“Papi naik duluan, Mami. Terus aku disuruh nunggu Mami aja di sini.”“Ooh. Begitu.”“Hm-hm! Ayo, Mi!”Feli sempat terdiam sembari berpikir, mungkin Archer tidak l
“Archer…,” panggil Feli seraya menghela napas panjang. “Kita akhiri saja pernikahan ini.”Feli tak mengerti kenapa kalimat itu begitu mudah keluar dari mulutnya. Mungkin ia sudah benar-benar lelah? Meski ada banyak konsekuensi yang harus ia terima ketika mereka berpisah, dan salah satunya Kimberly akan dibesarkan dari keluarga broken home, akan tetapi rasanya Feli tak bisa terus berada dalam situasi yang terasa mencekik lehernya ini.Setelah kalimat itu terlontar, Feli melihat Archer menaruh gelas kosong ke atas meja dengan kasar. Suara gelas dan permukaan meja yang beradu dengan keras membuat Feli sempat tersentak.“Kamu bilang apa? Katakan sekali lagi.” Bahkan suara Archer pun mampu mengalahkan dinginnya hembusan AC yang membuat bulu-bulu di tangan Feli berdiri.Sekali lagi Feli menghela napas panjang sebelum kembali berkata, “Kita bercerai saja, Archer. Tolong lepaskan aku. Aku sudah lelah.”Kata-kata Feli yang diucapkan dengan nada lelah itu sontak membuat Archer terdiam. Ia berdi
‘Andai kamu bukan wanita egois yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanmu, mungkin aku akan jadi lelaki paling beruntung di dunia karena memiliki istri sepertimu.’Ucapan Archer tadi malam terngiang-ngiang di telinga Feli bagaikan alunan musik yang tak ingin berhenti berputar.‘Apa maksudnya? Wanita yang menghalalkan segala cara? Aku?’ batin Feli sembari mendesah kasar.Sekeras apapun Feli bertanya-tanya dan mencoba memahami, ia tetap tidak mengerti apa maksud ucapan Archer. Ada banyak hal yang tidak Feli mengerti dari sosok pria itu yang kadar kebenciannya semakin hari semakin bertambah besar kepada dirinya.Mungkin benar kata Binar, otak Archer sudah dicuci oleh wanita manipulatif itu.Feli tersenyum kecut.Apapun yang Belvina lakukan terhadap Archer, rasanya Feli tidak mau peduli. Memang benar, Feli sangat merindukan Archer, tapi bukan Archer yang saat ini satu atap dengannya. Melainkan sosok Archer yang ramah, menyenangkan dan selalu memperlakukannya dengan baik s
Feli membawa Auriga menghampiri meja makan. Kimberly dan Aurora terlihat saling mengejar di depan mereka berdua sambil tertawa-tawa.“Oh ya? Berarti telepati aku sampai ke kamu. Makanya kamu jadi masak banyak.” Auriga ikut terkekeh sembari menarik salah satu kursi. “Ayo duduk.”“Hah?” Feli terkejut manakala Auriga mempersilahkannya duduk di kursi yang dia tarik. “Aku?”“Iya. Memangnya aku terlihat lagi ngomong sama hantu?”Feli meringis. Dengan sedikit ragu ia lantas duduk di kursi itu. “Terima kasih, Bang,” ucapnya lirih. Ia merasa terharu, karena suaminya sendiri saja tidak pernah menarikkan kursi untuknya.“Sama-sama. Wanita itu harus diperlakukan istimewa, dimulai dari hal-hal kecil seperti barusan.” Segaris senyum terlukis di bibir Auriga yang seksi. Tak kalah seksinya dengan bibir Archer. Feli sempat tertegun mendapati senyuman lembut dan tatapan hangat dari kakak iparnya itu.“Ada apa ini?” Suara dingin Archer berhasil memecah keheningan yang sempat tercipta di antara Feli dan
“Lalu gimana dengan orang yang berselingkuh? Bukankah tindakan mereka juga sangat murahan?”“Seperti… mantan istrimu?”Auriga tersenyum kecut. Kemudian menggeleng pelan. “Sepertimu.”Uhukk!!!Feli tersedak hingga terbatuk-batuk sesaat setelah mendengar ucapan kakak iparnya.Archer yang tengah mengetatkan rahang seraya menatap tajam pada Auriga, seketika menoleh pada Feli yang tengah menepuk-nepuk dadanya.“Astaga… kenapa obrolan kalian absurd sekali?” gerutu Feli setelah menghabiskan setengah gelas air mineral. Ia sengaja menggerutu untuk memecah kekakuan yang sempat menyelimuti mereka bertiga selama beberapa saat.Feli tidak tahu kenapa Auriga bertanya tentang sesuatu yang memang benar adanya. Archer berselingkuh. Tapi untuk saat ini bukan waktu yang tepat untuk membahasnya.“Ah… sorry.” Auriga meringis sembari mengusap tengkuk, merasa bersalah. “Aku nggak ada maksud lain kok, Fel. Cuma pengen ngerjain suamimu aja. Serius.”Archer mendengus pelan lalu menggeser pandangannya pada Auri
“Engh!” Pria itu melenguh, menahan rasa sakit.Feli lantas mendongak, menatap Archer dengan tatapan rumit.Ia tak tahu bagian tubuh Archer yang mana yang terkena batang pohon itu, lidahnya terasa kelu untuk bertanya. Kepala Feli dipenuhi berbagai pertanyaan saat ini. Ia pun mendadak linglung.“Kenapa jadi wanita itu ceroboh seperti ini, Feli?” desis Archer sembari melepaskan kedua tangannya yang semula merengkuh tubuh wanita bergaun hitam selutut itu.Bibir Feli terkatup rapat. Ia melihat batang pohon sepanjang kisaran satu meter dengan diameter sekitar sepuluh senti, yang tergeletak di tanah. Kemudian menengadah, memperhatikan dahan yang retak di atas pohon. Ternyata batang pohon itu sudah rapuh.Feli tertegun. Andai saja Archer tidak melindunginya, kemungkinan besar dahan pohon itu akan jatuh mengenai kepalanya.“Papi…!”Seruan dua anak itu membuyarkan lamunan Feli. Ia baru sadar jika Kimberly dan Aurora menangis dalam pelukan Archer.“Papi nggak apa-apa?” tanya Kimberly sambil teri