"Mi?"Alana terhenyak karena Ilana menggoyang tangannya. "Ah, iya, Sayang.""Gambar Ila bagus, kan, Mi?""I-iya, bagus, Sayang. Ya, udah, kita pulang, yuk!"Ilana mengangguk cepat. Alana memasukan buku gambar itu ke dalam tas Ilana, lalu memasangkan sabuk pengaman Ilana yang kebetulan duduk di jok depan. Setelah memastikan Liana dan Alina duduk nyaman dan aman di jok belakang, Alana memacu mobilnya meninggalkan sekolah. *Setibanya di rumah, Liana dan Ilana masuk ke kamarnya masing-masing untuk berganti pakaian. Sedangkan Alana, menidurkan Alina yang mulai rewel. Alina sudah pulas. Saatnya berkutat di dapur. Alana tak lekas ke dapur, ia ke kamar kedua putrinya. "Apa yang terjadi, Sayang?" tanya Alana karena mendapati Ilana ada di kamar Liana. "Ini, Mi, anting Ila nyangkut di seragam," jawab Ilana. Alana yang berdiri di bibir pintu pun memilih masuk. "Sekarang gimana? Udah lepas?""Udah, Mi, baru aja," jawab Liana. Alana tersenyum dan meminta Ilana segera berganti pakaian. "O
Tubuh Alana menegang. "Apa ini ada hubungannya dengan mimpi Ilana?" Batin Alana. Alana menarik napasnya dalam-dalam. "Tenang, Alana, tenang ...." Batinnya. Sesungguhnya hati dan mata Alana sudah memanas, tetapi ia harus menahan segela rasa dan tanya, karena ada putrinya. "Ini untuk Papi."Suara Ilana membuat Alana terhenyak dan melerai pelukan.Rupanya Ilana memberikan buku gambar tadi. Ilana menjelaskan hal yang sama. Dan pertanyaan yang sama pula terlontar dari Kevin karena Ilana tidak menyebutkan siapa satu gambar lagi. Kevin berjongkok menyeimbangi tinggi badan Ilana. "Ini siapa?""Tante cantik!" jawab Ilana singkat, tetapi terdengar ketus. "Siapa, tuh?"Ilana menjawab hal yang sama. Tak dilebih-lebihkan dan tidak dikurangi. "Tapi aku gak suka sama tante itu! Dia jahat udah dorong Mami sampe jatoh!"Alana mengernyit. Rupanya ada kelanjutan cerita dalam mimpi Ilana itu. Alana memerhatikan Kevin. Kenapa wajahnya terlihat tegang? "Itu hanya mimpi, Sayang," ucap Kevin sambi
Tepat jam enam pagi, menu sarapan sudah terhidang di meja makan. Satu per satu orang terkasih Alana duduk di kursi masing-masing, kecuali baby Alina. Bayi yang menginjak usia tiga belas bulan itu masih tidur pulas. Tinggal menunggu Kevin. "Pagi?" Akhirnya Kevin datang tepat pukul 06:30 WIB. "Pagi, Papi," Liana dan Ilana membalas sapa sang ayah. Alana berdiri menyambut kedatangan suaminya itu. "Mas mau sarapan sama apa?"Kevin memindai satu per satu hidangan yang ada di meja. "Sandwich saja, Sayang."Alana segera menghidangkan, lengkap dengan segelas air mineral yang ia simpan di sebelah kanan Kevin. "Tadi malam aku menerima panggilan telepon," ucap Alana saat menggeser kursi untuk ia duduki.Sambil mengunyah, Kevin menatap Alana. "Dari siapa?""Pak Johan.""Uhuk!"Kevin terbatuk sampai-sampai potongan sandwich terlontar dari mulutnya. Alana yang baru menarik kursi kembali melayani Kevin dengan memberikan air minum. "Makannya pelan-pelan, Mas!"Kevin meraihnya, lalu meminumnya
"Bagaimana? Apa bayinya laki-laki?" tanya Yuni kepada Alana dengan binar bahagia. "Maaf, Bu. Bayinya perempuan lagi," jawab Alana. Raut wajah Yuni seketika berubah drastis. Wanita paruh baya itu menatap Alana nyalang. "Katanya kalian program. Mana hasilnya?!"Kevin yang baru saja masuk angkat bicara. "Maaf, Bu. Aku dan Alana sudah berusaha. Apa yang kata dokter anjurkan sudah kami lakukan. Tapi, Tuhan kembali mempercayakan kami memiliki bayi perempuan.""Pokoknya, Ibu tidak mau tau ... setelah Alana pulih, kalian program lagi. Ingat! Bayi laki-laki!""Tapi, Bu, Alana ...," Ucapan Kevin menggantung karena Yuni sudah ke luar dari kamar. Yuni yang sengaja datang tanpa memberi kabar kepada Kevin maupun Alana merasa kecewa. Kevin sudah menduga hal itu. Oleh karenanya ia tidak memberitahu Yuni jenis kelamin anak ketiganya. Ia berniat akan memberi tahu nanti. Alana duduk tertunduk di atas ranjang. Badannya masih lemah karena tiga hari yang lalu Alana sudah melahirkan putri ketiganya. Dari
"Itu tidak akan terjadi, Bu! Aku tidak akan mengkhianati istriku!"Rasa lega berpendar dalam hati Alana. Ia yakin jika Kevin tidak akan melakukan itu. Ia sangat percaya jika Kevin setia seperti komitmennya dari awal menikah."Kamu perlu generasi penerus perusahaan, Kevin!" Suara Yuni meninggi.Alana menarik napas dalam-dalam. Jadi, Yuni ingin cucu laki-laki untuk meneruskan perusahaan? Ah, bukankah di zaman sekarang ini kaum hawa juga memiliki kedudukan yang sama dengan kaum adam? Dimana perempuan juga bisa memimpin sebuah perusahaan, bahkan sebuah negara, pikir Alana. Alana mendengar suara langkah Kevin mendekat. Alana mengatur napas agar emosinya stabil dan berlaga seperti orang yang baru saja datang. "Loh, Mas belum berangkat?" tanya Alana. "Ini mau, Sayang. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ke mari, hem?Alana tersenyum sambil mengelus perutnya. "Aku lapar, Mas.""Biar Mas siapain, ya?" Kevin berbalik, tetapi Alana mencegahnya. "Tidak usah, Mas. Jemput anak-anak saja. Kasian, takut
Kevin meminta Alana menunggu di kamar untuk menenangkan Alina. Sesekali matanya mengedar ke arah pintu berharap Kevin cepat kembali."Apa yang terjadi?!" tanya Alana saat pintu kamar baru saja terbuka. Tampak Kevin menuntun Liana juga Ilana yang masih sesenggukan. Liana dan Ilana berlari memeluk kaki Alana. "Ada apa?" tanya Alana lagi. Kevin mengembuskan napas kasar. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu mengempaskan tubunnya di sofa. Kevin mengatakan jika Yuni memukul bokong dan menjewer telinga Liana dan Ilana karena mereka sudah menumpahkan segelas teh ke ponsel Yuni.Deg! Seketika hati Alana terasa berkedut. Sakit. "Teh?" Alana balik bertanya dengan kening mengkerut dan kedua mata yang berkaca-kaca. "Yah .... Mereka membawakan segelas teh untuk ibu sebagai permintaan maaf."Alana terdiam sesaat. Andai saja tadi ia tidak menyuruh putrinya untuk meminta maaf, maka hal itu tidak akan terjadi. Walaupun demikian, Alana merasa bangga dan terharu atas usaha Liana dan Ilana dengan
Alana sudah sadarkan diri setelah Kevin memanggil seorang dokter. Hanya saja ia tampak murung. Ketika baby Alina menangis, Alana justru ikut menangis. Jangankan menyentuh, menyusui saja Alana tidak mau. Sikap Alana tentu saja membuat Kevin sedih sekaligus bingung. Belum lagi Liana dan Ilana yang tadinya meminta ditemani tidur justru ikut menangis melihat kondisi Alana. Melihat gelagat Alana, Dokter menjelaskan bahwa istri Kevin itu terkena baby blues syndrom. Awalnya Kevin tidak percaya karena Alina bukan anak pertama. Nyatanya, baby blues syndrom tidak hanya menimpa kepada ibu baru saja. Hal ini bisa menimpa kepada ibu yang sudah melahirkan beberapa anak juga, bahkan tidak mengenal usia. Semua dipicu karena banyak hal. Salah satu diantaranya karena perubahan hormon yang signifikan setelah melahirkan, pikiran, lingkungan sekitar yang membuat seorang ibu tertekan dan tidak percaya diri. "Istirahat yang cukup, berpikir positif. Dan yang paling penting adalah dukungan suami dan keluar
Satu minggu sudah berlalu. Setelah kejadian malam itu, Alana memilih untuk menjaga jarak dengan Yunia. Untung saja kamar Alana berada di bawah. Mertua serta adik iparnya berada di lantai dua tepat di samping kamar Liana. Alana merasa bersyukur karena saat itu Kevin lebih percaya kepadanya. Bahkan Kevin melarang Yunia maupun Yuni untuk masuk kamar utama. Lekakinya itu selalu membela ketika Yuni menghujatnya. Kevin selalu ada di sisinya saat ia merasa terpuruk, sedih, dan rasa takut melanda. Perlahan Alana bisa melewati hari-hari yang menurutnya berat itu. Kewarasan harus tetap terjaga karena ada Liana, Ilana dan Alina yang harus diperhatikan. Ia tak peduli lagi yang dikatakan oleh Yuni maupun Yunia. Seperti pagi ini. Pagi saat sarapan ketika mereka bertemu."Kamu harusnya bersyukur, Alana. Ibu sudah merestui kamu untuk menikah dengan Kevin walaupun kamu entah dari keluarga mana," tutur Yuni. "Keluarga gak jelas!" timpal Yunia. "Yunia!" pekik Kevin. Yunia mendelik dan memilih kemba