Damaira termenung sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Bukankah kamu harus bekerja, Mas? Penuhi dulu kewajibanmu. Kalau begitu aku permisi."
Tak ingin kehilangan kesempatan begitu saja, Negan mencekal tangan mantan istrinya agar tak segera pergi."Ra," mohon Negan.Damaira mengarahkan pandangan pada tangannya, lantas menyentuh tangan Negan."Mas, jangan seperti ini. Tidak enak dilihat orang." Damaira mencoba melepaskan tangan itu."Jika kamu belum siap sekarang, aku akan setia menunggumu sampai kamu siap berbicara denganku, Ra."Damaira diam sejenak, menatap mata indah mantan suaminya, ada goresan kekecewaan saat pria itu mengucapkan kata itu. Damaira mengulas senyum."Terima kasih, Mas. Kamu sudah mau mengerti. Sebelum kamu berbicara denganku, aku minta tolong agar kamu memberi pemahaman lebih dulu pada Celine. Aku juga akan melakukan hal yang sama pada Ezra. Aku pergi dulu." Negan mengangguk.Negan tak berharap lebih, cukup memperbaiki hubungan dengJantung Negan tak lagi berirama, rindunya begitu membuncah. Perlahan dia mendekatkan wajahnya pada Damaira.Sontak Damaira mendorong tubuh mantan suaminya."Jangan melewati batas, Mas."Negan tersadar jika yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan, dia langsung melepas pelukannya pada Damaira."Maafkan aku, Ra." Negan menjadi salah tingkah sendiri, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dan berakhir dengan meletakkan kepalanya di stang mobilnya.Damaira sendiri merasa muak dan kesal, wajahnya sudah seperti medusa yang penuh amarah, melihat sedikit ke arah matanya seketika akan menjadi batu."Sekali lagi aku minta maaf, Ra. Aku terbawa emosi. Asal kamu tahu aku tak pernah sedetik pun berhenti mencarimu selama 5 tahun ini. Rasanya aku hampir gila!" Negan mengacak rambutnya dengan frustasi.Damaira mengalihkan pandangan keluar jendela, tak ingin terpengaruh oleh bualan Finnegan Cakrawala.Negan melihat ke arah mantan istrinya yang menghadap ke
Mendengar Damaira menyebut namanya, Celine pun mendongak.Damaira masih menatap Celine penuh kebencian karena dosa yang telah dilakukan ibu dari anak itu.Mungkin Damaira salah telah melakukan hal seperti pada anak yang tak berdoa, tapi tak semua orang paham apa yang dia rasakan. Keresahan jiwanya, bagaimana dia begitu sangat berusaha menahan diri agar tetap bersikap baik pada mantan suami maupun anaknya.Baru saja Negan telah mematik api dalam sekam, membuat yang tadi aman dan damai terbakar. "Dengarkan ini baik-baik anak dari Ayusita Lestari. Kita tak cukup baik atau akrab untuk kamu bisa menyambut kedatanganku dengan seriang itu, Celine. Mulai sekarang jauhi Ezra. Dan katakan pada ayahmu agar tak lagi mengganggu hidupku maupun Ezra."Ezra tak paham dengan apa yang dilakukan ibunya. Ibunya tak pernah sekalipun menegeluarkan emosi yang begitu dalam selama ini. Otak Ezra bekerja dengan cepat Dan segera bertindak sebelum semuanya terlambat."Mama, ayo ki
Di dalam kamar, Damaira menangis, meratapi kebodohannya, yang telah memberi sedikit celah pada Negan untuk bisa masuk ke dalam kehidupannya."Harusnya memang sejak awal aku menyekolahkan Ezra di tempat lain," gumam Damaira."Sok kuat kamu, Ra. Nyatanya kamu hanya sangat lemah," Damaira memaki dirinya sendiri.qSetelah puas menumpahkan segala rasa yang ada, Damaira menghubungi Dinda. "Apa kamu sedang sibuk?""Tidak, Ra. Ada apa?""Aku ingin memindahkan sekolah Ezra, apa kamu memiliki rekomendasi sekolah lain?""Memangnya ada apa? Kenapa mendadak ingin memindahkan Ezra?""Nanti akan ku jelaskan, ini rumit, Din. Harusnya aku mendengarkanmu sejak awal.""Apa karena ayah dan anak itu?"Damaira terdiam, itu cukup menjadi jawaban bagi Dinda. Terdengar Dinda menghela nafas. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Dinda justru memberi masukan yang di luar dugaan."Ra, coba kamu tanya pada Pak Mahesa. Aku yakin dia mempunyai banyak informasi tent
Damaira berpikir sejenak, nampak sekali keraguan dalam wajahnya."Keysha pasti senang jika kita makan malam bersama, kalau kamu malas keluar, aku akan menjemputmu. Bukankah rumah kita jaraknya tak terlalu jauh?"Damaira tersenyum, "Aku akan bicarakan dulu pada Ezra, nanti ku kabari lagi."Mahesa tak ingin memaksakan kehendak, akhirnya hanya mengangguk walau dalam hati kecilnya dia sedikit kecewa."Jika dilihat-lihat, Mas Mahesa masih di kantor, sepertinya aku terlalu menyita waktumu. Lebih baik tunaikan kewajibanmu lebih dulu, Mas. Aku akan bicarakan tentang makan malam pada Ezra setelah ini.""Baiklah. Aku tunggu kabar baik dari kalian."Damaira menghela nafas pelan, membayangkan keramaian yang akan ditimbulkan saat dua bocah itu bertemu membuat kebahagiaan tersendiri untuknya.Baru saja Damaira ingin beranjak dari tempat duduknya, panggilan kembali masuk ke dalam nomornya, kali ini panggilan dari Isa. "Halo, Sa?""Apa terjadi sesuatu?" tanya Is
Setelah mendapat balasan dari Damaira, jika wanita itu setuju untuk makan malam bersamanya, Mahesa segera pulang.Dia harus memberi kabar ini pada Keysha, anak itu pasti akan sangat senang."Tumben sudah pulang, Sa?" Mahesa mendekati sang ibu lalu mencium punggung tangannya."Iya, Bu. Keysha mana?""Sepertinya di dekat kolam renang, tadi membawa biolanya. Tumben pulang-pulang langsung tanya di mana Keysha?" Mahesa meringis. Duda anak satu itu menceritakan rencananya nanti malam bersama Damaira dan Ezra.Ajeng menepuk lengan anaknya, lalu tersenyum. Tanda dia mendukung rencana anaknya.Semenjak Keysha lahir hingga sekarang, Mahesa tak pernah sekalipun membicarakan perempuan, apalagi mengajak makan malam. Sempat ada kekhawatiran di hati Ajeng anaknya akan menjadi duda lapuk. Kini Ajeng bisa bernafas lega.Mahesa segera mencari Keysha di kolam, rupanya anak itu sedang memainkan biola kesayangannya.Keysha berseru saat melihat ayahnya pulang."Tu
Setelah Mahesa keluar dari ruangan itu, barulah Damaira bisa bernafas. Dia menghirup dalam-dalam udara yang ada, mengisi rongga dadanya dengan udara serta memasok oksigen ke otak agar bekerja dengan baik."Fiiuuuhhh!!!"Damaira mengeluarkan nafas dengan satu dorongan. Memegang jantungnya yang berdebar. "Jantung, kamu sehat, 'kan?" monolog Damaira.Kemudian Damaira mencubit lengannya."Aduh! Sakit!" Ternyata yang baru saja terjadi bukanlah sebuah mimpi atau sekedar halusinasi.Sayangnya, otak pintar tak bisa diajak kompromi karena telah memutar kembali kejadian-kejadian lima tahun yang lalu, sebuah pengkhianatan yang tak bisa dia lupakan. Membuat Damaira penuh keraguan untuk melangkah, waktu lima tahun yang dia kira cukup untuk melupakan masa lalunya ternyata salah.Damaira tak ingin hal itu terulang kembali, jadi dia harus memikirkan semuanya dengan baik dan tidak terburu-buru mengambil keputusan.Mahesa dan anak-anak kembali ke ruangan. Ke
Damaira melihat layar ponselnya, terlihat nama orang yang baru saja melamarnya di layar pipih tersebut–Mahesa.Entah mengapa jantungnya mendadak berdebar-debar tak karuan. Damaira mengehela nafas untuk mengurai kegugupan, lalu menggeser icon telepon berwarna hijau itu. "Halo, Mas.""Apa kamu sudah tidur? Apa aku mengganggumu?" tanya Mahesa dari seberang sana.Mahesa memutuskan untuk menelpon Damaira karena sempat melihat wanita itu mengetik di room chat mereka, namun tak jua pesan itu terkirim."Tidak, Mas. Belum mau tidur dan tidak mengganggu. Pukul berapa sampai di rumah?""Beberapa menit yang lalu. Apa aku boleh mengganti panggilan menjadi video?" tanya Mahesa.Damaira diam sejenak, lalu merapikan diri di depan cermin meja riasnya. Memastikan bahwa penampilannya rapi dan cantik."Boleh, Mas."Panggil pun berganti menjadi video setelah Damaira menyetujui perhatian itu."Apa Ezra sudah tidur?""Sudah, Mas.""Isa marah tidak?" Damaira
"Ezra!" sebuah seruan dari suara yang sangat familiar di telinga keduanya.Celine!Kenapa Celine harus memanggil Ezra, padahal cukup diam dan pura-pura tidak tahu. Bocah cilik itu seakan lupa dengan pesan sang ayah. Celine hanya senang bisa melihat Ezra. Bagaimana pun Ezra memiliki tempat tersendiri di hati gadis cilik itu, meski mereka berbeda ibu, bukankah satu ayah, darah yang sama mengalir di tubuh keduanya.Dengan tersenyum Celine berjalan mendekat ke arah Damaira dan Ezra.Damaira hanya memandang Celine tanpa ekspresi, jika boleh jujur, dia tak ingin melihat anak kecil berwajah mirip Sita itu."Kenapa kamu tidak masuk sekolah?" tanya Celine.'Memangnya apa urusannya denganmu?' Ingin rasanya Ezra berkata seperti itu. Namun, dia tak sampai hati.Ezra menepuk pundak Celine."Maafkan aku dan Mamaku, mungkin kami telah berbuat salah dan menyakitimu. Kalau begitu kami pergi dulu, jaga dirimu baik-baik, Celine." Ezra mengajak ibunya untuk seg
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan