Terima kasih untuk kalian yang masih setia sampai bab ini. Semoga selalu diberikan kesehatan di kondisi cuaca yang tidal menentu ini.
Damaira dan Mahesa masih menikmati pantai dengan berjalan menyusurinya.Mahesa memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya."Astaga, kenapa aku bisa lupa." Gumam Mahesa setengah merutuki dirinya sendiri."Ra!""Ya, Mas?"Mahesa menghentikan langkah, menghadap ke arah Damaira yang juga ikut berhenti.Pria itu tampak salah tingkah dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Sebenarnya ada sesuatu yang terlupakan." Damaira memasang wajah bingung. Mahesa mengambil sebuah kotak kecil berlapis beludru berwarna merah.Damaira menutup mulutnya."Apalagi ini, Mas?"Mahesa membuka kotak itu, ada cincin emas putih dengan manik berlian berwarna biru, berada di dalamnya. "Ra, maaf tadi aku spontan, dan benar-benar lupa akan hal yang sudah ku persiapkan." Damaira tersenyum dan menggeleng.Bisa-bisanya seorang Mahesa yang perfeksionis sampai lupa memberikan sesuatu yang sangat penting saat melamar seorang wanita."Tidak apa-apa, Mas." Balas Damaira lalu tersenyum."Berikan tanganmu."Damaira d
Mahesa mengajak Ira pulang. Ternyata di sana ada Nindi yang juga bari saja datangCeline duduk di sofa ruang tengah, mendapatkan pertanyaan dari ayahnya membuat gadis kecil itu semakin murung, dia hanya mampu menatap wajah ayahnya.Dia memang tidak terlalu paham apa yang dikatakan oleh tiga orang dewasa yang tadi bersamanya. Tapi, dia bisa menangkap bahwa dia tak akan bisa bersama dengan Ezra dan Damaira sebagai keluarga. Padahal Celine begitu mendamba memiliki ibu seperti Damaira.Negan pun ikut duduk di sebelah Celine, entah mengapa hatinya berdenyut nyeri.“Sepertinya Ezra dan Keysha tidak ikut, Mas. Mereka pasti sudah heboh Dan turun mengantar Celine ke rumah.” Sahut Dina, gadis itu turut mendudukan tubuhnya di sofa.Negan mengerutkan keningnya, sebab anaknya awal tadi pergi bersama dengan dua anak kecil itu. Tapi benar juga yang dikatakan adiknya.Negan mengira Celine sedih karena pulang tak bersama dengan Ezra dan Keysha.“Jadi kamu murung karena itu?” tanya Negan.Celine menggel
Ajeng menatap datar pada Mahesa. "Bu?""Kamu masih bertanya?""Iya, jelas aku bertanya karena aku tidak tahu, jadi tolong katakan, Bu. Apa yang membuat ibu tiba-tiba membahas tentang perawan atau janda. Sedangkan aku sendiri adalah seorang duda."Tak menjawab pertanyaan Mahesa, Ajeng malah berjalan menuju ke ruang tamu, berniat ingin menemui Damaira dan anaknya.Begitu Ajeng keluar, Damaira langsung berdiri untuk menyapa sang pemilik rumah, Ezra pun melakukan hal yang sama.Namun, Damaira dapat melihat jelas raut wajah Ajeng yang berbeda dari terakhir mereka bertegur sapa. Ibu kandung Mahesa itu bersikap tak ramah pada Damaira."Selamat siang, Bu Ajeng. Apa kabar?"Ajeng hanya berdehem lalu menyuruh Damaira untuk duduk, tanpa menjawab pertanyaan dari calon menantunya.Anjeng memandang tak suka pada Damaira. Namun, pandangannya segera teralihkan pada sosok mungil di samping Damaira.Wanita sepuh itu memanggil Ezra untuk duduk di sampingnya. Sebelum mendekat kepada Ajeng, Ezra memanda
Keysha menangis melihat Damaira dan Ezra pergi dari rumahnya. Namun, gadis kecil itu tak bisa berbuat apa-apa, selain memandangi kepergian calon ibu dan adiknya yang entah akan benar-benar menjadi ibu dan adiknya atau tidak, karena sang nenek yang menentang hubungan ayahnya dan Damaira.Rasanya Keysha ingin berlari mengejar keduanya, tapi tangannya dipegang erat oleh Ajeng."Mommy!""Biarkan mereka pergi, Keysha," kata Ajeng."Oma, jahat. Lepas. Oma jahat. Aku sayang sama Mommy Ira. Aku sayang sama Ezra.""Diamlah, Key. Lihatlah, mereka bahkan tak menoleh padamu sama sekali," kata Ajeng meninggikan suara."Mommy! Ezra! Jangan pergi!"“Daddy, jangan biarkan mereka pergi. Daddy!” Keysha memohon pada ayahnya dengan berurai air mata.Mahesa menyamakan tinggi dengan anaknya. “Sabar ya, Sayang.” Mahesa membelai lembut puncak kepala anaknya.Damaira menggenggam erat tangan Ezra. Lalu tersenyum pada anak kecil itu.Ezra dengan patuh menuruti perintah Damaira untuk tidak menoleh walau Keysha
Setelah kejadian di rumah Mahesa, Damaira sama sekali tak menggubris panggilan ataupun pesan dari pria itu. Damaira mencoba menata hatinya menerima kenyataan atas penolakan Ajeng.Damaira membuka gorden kamarnya, kemudian turun dari lantai dua dengan wajah yang lebih baik ketimbang dua hari belakangan.“Hari ini berangkat kerja?” tanya Isa yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.“Rencananya,” jawab Damaira, kemudian meminum air putih yang baru saja dia ambil.“Baguslah, aku bosan melihatmu di rumah terus.”Damaira hanya melirik seraya menghabiskan minumannya."Aku juga bosan melihatmu setiap hari! Seperti pengangguran di rumah terus, untung saja kamu banyak uang." balas Damaira.Kembar itu terkekeh bersama.“Tapi aku harus bagaimana dengan permintaan Ezra, ya?” tanya Damaira."Lakukan saja sesuai kata hatimu," jawab Isa asal.“Memangnya kamu akan mengizinkan jika kami kembali ke Jerman?”“Kalau aku terserah kalian, tapi apa kalian tega meninggalkan ayah begitu saja?” Damaira kesal mende
Damaira dan Mahesa saling memandang.Ezra menatap Mahesa, tapi pandangannya segera teralihkan ketika seorang pria berjalan memasuki kamarnya dengan menggunakan kruk di kedua tanganya."Papa!"Damaira dan Mahesa menoleh ke arah Negan."Anak Papa sakit?""Iya, Pa."Ezra mengulurkan tangan, seperti minta digendong oleh Negan. Ada kesedihan di hati Negan, disaat seperti ini tubuhnya bahkan tak bisa menggendong anaknya.'Aku ingin sekali menggendongmu, Ez,' rintuh Negan dalam hati."Di mana pakaian Ezra?" tanya Mahesa pada Damaira.Damaira segera melangkah menuju ke lemari dan mengambil satu stel pakaian milik Ezra.Mahesa segera mengambil baskom yang tadi digunakan untuk mengompres Ezra."Apa di dapur ada air panas?""Ada, di termos aku baru saja membuatnya," jawab Isa.Pria itu berjalan cepat, menuruni tangga, menuju dapur. Mencari air panas kemudian menambahkan dengan air dingin.Melihat kondisi kamar yang tak memungkinkan untuk mereka bercengkrama, Isa akan memindahkan Ezra."Aku akan p
Mahesa mengangkat wajah Damaira dengan tangannya, dipandangi wajah ayu wanita itu penuh kasih sayang. Namun, Damaira tak berani menatap sang lawan."Ra! Tatap aku. Aku serius!" ujar Mahesa.Perlahan Damaira membalas tatapan mata Mahesa."Aku akan meminta restu lebih dulu pada Isa, aku akan meminta maaf padanya, aku tahu dia sangat marah padaku, kalau perlu ibuku–""Sssttt!"Damaira menghentikan ucapan Mahesa dengan meletakkan jari telunjuk di bibir pria itu.Mahesa menarik tangan Damaira dan meletakkan di pipinya, lalu kembali memandang wajah paras cantik wanita yang ada di hadapannya.Kemudian Mahesa meletakkan tangan Damaira di atas dada bidangnya dengan jantung yang berdetak tak karuan."Kamu bisa merasakan detak jantungku, Ra. Aku sangat gugup mengatakan ini. Aku akan mengatakan ini sekali lagi, aku mencintaimu, mari kita menikah!"Damaira menarik tangannya dari dada Mahesa, lalu menyatakan tangannya dengan tangan pria itu.Dengan malu-mal
Setelah sedikit bersitegang, Damaira dan Negan duduk dalam diam di ruang tamu. Keduanya sama-sama menata emosinya."Ma." Suara lemah Ezra mengalihkan perhatian keduanya."Iya, Sayang?" Damaira bergegas mendekat ke arah Ezra, lalu mengusap kening yang penuh dengan keringat."Ada apa, Sayang?"Ezra melirik sekilas ke arah ayah kandungnya, membuat dia urung menanyakan keberadaan Mahesa."Kamu sudah lebih baik, Nak?" Negan ikut mendekat ke arah anaknya.Bocah cilik itu mengangguk lemah lalu tersenyum."Terima kasih, Papa. Papa sudah mau menjengukku," kata Ezra."Sama-sama, Sayang." Negan menepuk puncak kepala anaknya dan menatap sendu. Pikirannya berkecamuk, andai dia bisa menggendong Ezra, sudah pasti akan merasa sangat bahagia.Negan menyayangkan keadaannya saat ini, menyesal kala itu terlalu terbawa emosi dan tidak berkonsentrasi dalam menyetir sehingga menyebabkan dirinya mengalami kecelakaan.Pada akhirnya mereka membawa Ezra ke rumah sakit terdekat, setelah diperiksa tidak ada yang
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan