Keysha menangis melihat Damaira dan Ezra pergi dari rumahnya. Namun, gadis kecil itu tak bisa berbuat apa-apa, selain memandangi kepergian calon ibu dan adiknya yang entah akan benar-benar menjadi ibu dan adiknya atau tidak, karena sang nenek yang menentang hubungan ayahnya dan Damaira.Rasanya Keysha ingin berlari mengejar keduanya, tapi tangannya dipegang erat oleh Ajeng."Mommy!""Biarkan mereka pergi, Keysha," kata Ajeng."Oma, jahat. Lepas. Oma jahat. Aku sayang sama Mommy Ira. Aku sayang sama Ezra.""Diamlah, Key. Lihatlah, mereka bahkan tak menoleh padamu sama sekali," kata Ajeng meninggikan suara."Mommy! Ezra! Jangan pergi!"“Daddy, jangan biarkan mereka pergi. Daddy!” Keysha memohon pada ayahnya dengan berurai air mata.Mahesa menyamakan tinggi dengan anaknya. “Sabar ya, Sayang.” Mahesa membelai lembut puncak kepala anaknya.Damaira menggenggam erat tangan Ezra. Lalu tersenyum pada anak kecil itu.Ezra dengan patuh menuruti perintah Damaira untuk tidak menoleh walau Keysha
Setelah kejadian di rumah Mahesa, Damaira sama sekali tak menggubris panggilan ataupun pesan dari pria itu. Damaira mencoba menata hatinya menerima kenyataan atas penolakan Ajeng.Damaira membuka gorden kamarnya, kemudian turun dari lantai dua dengan wajah yang lebih baik ketimbang dua hari belakangan.“Hari ini berangkat kerja?” tanya Isa yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.“Rencananya,” jawab Damaira, kemudian meminum air putih yang baru saja dia ambil.“Baguslah, aku bosan melihatmu di rumah terus.”Damaira hanya melirik seraya menghabiskan minumannya."Aku juga bosan melihatmu setiap hari! Seperti pengangguran di rumah terus, untung saja kamu banyak uang." balas Damaira.Kembar itu terkekeh bersama.“Tapi aku harus bagaimana dengan permintaan Ezra, ya?” tanya Damaira."Lakukan saja sesuai kata hatimu," jawab Isa asal.“Memangnya kamu akan mengizinkan jika kami kembali ke Jerman?”“Kalau aku terserah kalian, tapi apa kalian tega meninggalkan ayah begitu saja?” Damaira kesal mende
Damaira dan Mahesa saling memandang.Ezra menatap Mahesa, tapi pandangannya segera teralihkan ketika seorang pria berjalan memasuki kamarnya dengan menggunakan kruk di kedua tanganya."Papa!"Damaira dan Mahesa menoleh ke arah Negan."Anak Papa sakit?""Iya, Pa."Ezra mengulurkan tangan, seperti minta digendong oleh Negan. Ada kesedihan di hati Negan, disaat seperti ini tubuhnya bahkan tak bisa menggendong anaknya.'Aku ingin sekali menggendongmu, Ez,' rintuh Negan dalam hati."Di mana pakaian Ezra?" tanya Mahesa pada Damaira.Damaira segera melangkah menuju ke lemari dan mengambil satu stel pakaian milik Ezra.Mahesa segera mengambil baskom yang tadi digunakan untuk mengompres Ezra."Apa di dapur ada air panas?""Ada, di termos aku baru saja membuatnya," jawab Isa.Pria itu berjalan cepat, menuruni tangga, menuju dapur. Mencari air panas kemudian menambahkan dengan air dingin.Melihat kondisi kamar yang tak memungkinkan untuk mereka bercengkrama, Isa akan memindahkan Ezra."Aku akan p
Mahesa mengangkat wajah Damaira dengan tangannya, dipandangi wajah ayu wanita itu penuh kasih sayang. Namun, Damaira tak berani menatap sang lawan."Ra! Tatap aku. Aku serius!" ujar Mahesa.Perlahan Damaira membalas tatapan mata Mahesa."Aku akan meminta restu lebih dulu pada Isa, aku akan meminta maaf padanya, aku tahu dia sangat marah padaku, kalau perlu ibuku–""Sssttt!"Damaira menghentikan ucapan Mahesa dengan meletakkan jari telunjuk di bibir pria itu.Mahesa menarik tangan Damaira dan meletakkan di pipinya, lalu kembali memandang wajah paras cantik wanita yang ada di hadapannya.Kemudian Mahesa meletakkan tangan Damaira di atas dada bidangnya dengan jantung yang berdetak tak karuan."Kamu bisa merasakan detak jantungku, Ra. Aku sangat gugup mengatakan ini. Aku akan mengatakan ini sekali lagi, aku mencintaimu, mari kita menikah!"Damaira menarik tangannya dari dada Mahesa, lalu menyatakan tangannya dengan tangan pria itu.Dengan malu-mal
Setelah sedikit bersitegang, Damaira dan Negan duduk dalam diam di ruang tamu. Keduanya sama-sama menata emosinya."Ma." Suara lemah Ezra mengalihkan perhatian keduanya."Iya, Sayang?" Damaira bergegas mendekat ke arah Ezra, lalu mengusap kening yang penuh dengan keringat."Ada apa, Sayang?"Ezra melirik sekilas ke arah ayah kandungnya, membuat dia urung menanyakan keberadaan Mahesa."Kamu sudah lebih baik, Nak?" Negan ikut mendekat ke arah anaknya.Bocah cilik itu mengangguk lemah lalu tersenyum."Terima kasih, Papa. Papa sudah mau menjengukku," kata Ezra."Sama-sama, Sayang." Negan menepuk puncak kepala anaknya dan menatap sendu. Pikirannya berkecamuk, andai dia bisa menggendong Ezra, sudah pasti akan merasa sangat bahagia.Negan menyayangkan keadaannya saat ini, menyesal kala itu terlalu terbawa emosi dan tidak berkonsentrasi dalam menyetir sehingga menyebabkan dirinya mengalami kecelakaan.Pada akhirnya mereka membawa Ezra ke rumah sakit terdekat, setelah diperiksa tidak ada yang
Negan terkejut karena Celine ternyata masih berada di sekitarnya, dia lupa kebiasaan anaknya yang akan menunggu mobil berlalu hingga tak terlihat.'Apa dia mendengar kata-kataku?’ Tanya Negan dalam hati.Ekspresi wajah Celine benar-benar tidak bisa ditebak.“Ayo, kita masuk!” Dengan perasaan gelisah Negan mengajak anaknya untuk masuk ke dalam rumah.Biasanya anak itu akan melambai-lambaikan tangan pada orang yang mengantarnya dengan riang gembira, tapi berbeda dengan kali ini, Celine hanya diam membisu.Isa pun menyadari perubahan Celine, tapi pria itu memilih diam.Negan berusaha meraih tangan gadis cilik itu, namun Celine segera memutar tubuhnya tak menghiraukan ayahnya, dia segera membuka gerbang yang memang tidak dikunci jika siang hari. Celine berdiri di depan pintu rumah, dengan sabar menunggu ayahnya membuka kunci. “Celine!”Gadis cilik itu menghentikan langkah, lalu menoleh sebentar. Tanpa kata-kata Celine berjalan menuju kamarnya.Negan
Finnegan Cakrawala, pria itulah yang menelponnya. Meski enggan, Damaira tetap mengangkat panggilan tersebut, siapa tahu dia hanya ingin mengetahui keadaan anaknya.“Halo, Mas?”Damaira mengangkat panggilan video tersebut Setelah berada di dalam kamar anaknya.“Bagaimana keadaan Ezra, Ra?”“Sudah mendingan, Mas.”“Mama!” seru Celine yang baru saja menampakkan diri di layar pipih itu.“Hai, Celine.”“Ezra Mana, Ma?”“Ini!”Damaira memberikan ponselnya pada Ezra.“Hai, anak Ayah yang tampan. Bagaimana keadaanmu?”“Aku sudah lebih baik, Yah.”Damaira mengernyitkan keningnya, dalam hati bertanya, 'Bukankah ada Celine di sampingnya, apa tidak masalah berkata seperti itu?’“Ezra kamu harus cepat sembuh, nanti kita main wahana yang kamu suka.” Seru Celine.“Aku tidak yakin Kamu akan sanggup menaiki wahana yang aku suka. Kamu pasti akan menangis sambil mengompol lagi, seperti waktu itu,” Ezra menggoda Celine.Gadis cilik itu berteri
Mahesa memindai penampilan Damaira yang lebih rapi dari sebelumnya, terbesit rasa ingin menggodanya."Kenapa kamu berganti pakaian, padahal kamu tetap memesona meski berpenampilan berantakan," bisik Mahesa di dekat telinga Damaira.Membuat pipi Damaira seketika merah merona.Mahesa tersenyum jahil saat berhasil membuat calon istrinya tersipu malu."Ibu, Keysha, ayo kita segera turun, biarkan Ezra beristirahat," ujar Mahesa."Benar juga. Ezra harus segera istirahat." Ucap Bu Ajeng.Bu Ajeng berpamitan pada Ezra tak lupa memberi doa untuk kesembuhan anak itu."Keysha, jangan mengganggu adikmu terus, biarkan dia beristirahat. Lebih baik kita segera turun," ajak Ajeng.Gadis cilik itu masih sana menggoda Ezra meski sudah berpamitan."Cepat sembuh ya adikku sayang. Sampai jumpa lagi!""Terima kasih, Kak Key."Mahesa, Bu Ajeng, dan Keysha mengikuti langkah Damaira turun ke lantai bawah, sedangkan Isa tetap menemani Ezra. Damaira mempersilakan calon mertuannya duduk lebih dulu di ruang tengah