Melihat kondisi Negan yang memburuk, tak dapat dipungkiri ada keresahan di hati Damaira, dia menggenggam erat tangan Negan sembari menunggu tenaga medis datang.
"Kamu kuat, Mas. Aku sudah memaafkanmu. Jangan membuatku cemas," kata Damaira yang kalut dalam kepanikan.Jika Damaira bisa mengulang waktu, dia akan berkata hal yang lebih baik."Maafkan aku, Mas. Bertahanlah, Celine dan Ezra menunggumu," racau Damaira.Dua orang perawat masuk ke dalam ruangan Negan memeriksa keadaan.Mahesa yang duduk di depan ruang ICU dikejutkan dengan seorang dokter yang berlari menuju ke ruang ICU. Sontak membuat Mahesa berdiri.Entah mengapa hatinya menjadi resah."Siapa yang urgent?" monolog Mahesa.Dokter itu masuk ke ruang perawatan Negan, Damaira segera keluar dari ruangan tersebut.Dengan wajah cemas Damaira menatap mantan suaminya dari balik jendela kaca. Air matanya luruh tanpa permisi Dan tubuhnya bergetar.Mahesa mengintip dari balik pintu yang sebagianDamaira berdiri, dengan perasaan was-was, khawatir ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuannya. Tapi perawat itu justru tersenyum."Apa yang terjadi, Sus?""Pasien ada sedikit pergerakan, mungkin Mbak mau berkomunikasi dengannya," tutur perawat tersebut.Tanpa sadar Damaira menghembuskan nafas lega, detak jantung yang tak karuan mulai teratur."Terima kasih, Sus."Ibu anak satu itu mengikuti langkah perawat, lalu membersihkan diri dan menggunakan pakaian khusus ICU.Seperti biasa Damaira duduk di samping Negan."Hai, Mas. Apa kabar?""Apa kamu tak merindukan anak-anak? Mereka merindukanmu, terutama Celine. Setiap hari dia merengek ingin bertemu denganmu, sayangnya anak kecil tak boleh datang ke mari. Oleh sebab itu, kamu harus segera sadar dan sehat kembali, agar anak-anak bisa segera bertemu denganmu." Oceh Damaira.Damaira menyatukan tangannya dengan tangan Negan, lalu meletakkan tangan itu di pipinya, setelah sebelumnya memberi satu kecupan
Damaira mendapati satu pesan dari Naya.[Ra, Mas Negan tadi sempat membuka mata, tapi tak merespon. Apa kamu bisa segera ke mari, mungkin dia mencarimu?]Pesan itu dikirim beberapa menit yang lalu."Ada apa?" tanya Isa."Kata Naya, Mas Negan tadi sempat sadarkan diri, tapi tak ada respon. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit.""Lalu, kamu akan buru-buru ke sana?"Damaira menghembuskan nafas pelan. "Aku akan hubungi Dina lebih dulu. Aku juga harus membersihkan diri, mengucapkan salam pada anak-anak," ucap Damaira."Aku akan mengantar kalau begitu, anak-anak titip pada si bebek."Damaira melotot, "Bebek?""Dinda maksudku. Salah sendiri dia cerewet sekali membuatku pusing."Damaira tertawa mendengar saudara mengeluhkan tentang sahabatnya.Damaira hendak meletakkan ponselnya, tapi sebuah panggilan masuk ke dalam nomornya.Mahesa."Halo, Mas.""Dasar pria bucin," oceh Isa mengejek Mahesa, lalu keluar dari kamar Dama
Di rumah berlantai dua itu, Isa sibuk membantu dua bocah cilik membuat sebuah prakarya. Saudara kembarnya Damaira itu sengaja menyiapkan beberapa alat seperti kertas, hunting, mistar, lem, sedotan, dan lain-lainnya."Kita akan membuat apa, Pi?" tanya Celine."Kita akan membuat baling-baling. Kalian juga bisa memberi gambar di setiap baling-baling yang kalian buat."Terlihat dia anak kecil itu begitu antusias memperhatikan Isa melipat kertas lalu memberi gambar sebelum akhirnya dipasang menjadi baling-baling."Waahhh, bagus. Papi pintar menggambar ternyata," seru Celine."Tak ada yang Papiku nggak bisa, Celine. Kecuali, menaklukkan hati wanita." Ezra memuji sekaligus mengejek pamannya itu. Sontak Isa menatap tajam pada keponakannya itu."Tutup mulutmu, bocah tengil." Ezra tertawa hingga nyaris mengompol. Bocah itu langsung berlari ke kamar mandi.Sedangkan Celine yang tak begitu paham dua laki-laki itu hanya ikut tertawa.Suara bel rumah
Waktu semakin beranjak malam, dingin mulai merajai setiap sudut gedung rumah sakit.Damaira merasakan hidungnya sedikit tersumbat dan kepalanya pusing. Jaket yang dia bawa sudah melekat di tubuh."Sepertinya kamu hampir tumbang, Mbak." Dina meledek. Damaira cemberut."Sudah malam, kamu harus beristirahat, Din. Besok kamu harus bekerja."Damaira mengingatkan Dina yang masih asik menggulir sosial medianya. Gadis itu langsung menonaktifkan layar ponselnya, menatap Damaira dengan tatapan yang sulit diartikan."Kenapa kamu selalu menyuruhku untuk beristirahat, sedangkan kamu sendiri sebenarnya juga harus bekerja. Berapa hari kamu mangkir dari tokomu?" ujar Dina dengan suara sedikit bergetar."Kamu tak perlu memikirkanku, Din. Toko aman bersama ….""Kamu selalu saja seperti itu, Mbak. Kamu boleh kok tidak peduli pada kami, kamu berhak untuk tidak menemui Masku. Tidak masalah kamu mengabaikan Celine, bahkan pura-pura tak tahu kejadian ini pun tak apa-apa. K
Damaira melihat ponselnya yang tak lagi memiliki daya setelah menelpon Isa."Ya ampun, tadi aku lupa mengisi daya."Damaira bergegas menuju ke parkiran di mana mobilnya berada."Di mana, ya?" gumam Damaira.Damaira mencari kabel charger untuk mengisi daya, sebelum akhirnya memacu kendaraannya keluar dari parkiran gedung perkantoran itu.Pandangan mata Mahesa menangkap sebuah mobil yang berada di kejauhan, mobil milik Damaira melesat keluar area gedung perkantoran."Damaira!"Melihat jarak yang cukup jauh, tak mungkin Mahesa bisa mengejar mobil tersebut.Pria itu segera menghubungi Damaira."Kenapa nomornya tidak aktif," kesal Mahesa setelah gagal menghubungi Damaira.Mahesa menyugar rambutnya dengan kasar, frustasi. Terlebih setelah ini dia ada rapat penting, tak mungkin jika mengejar Damaira keluar.Mahesa menarik nafas panjang lalu mengeluarkan dengan perlahan, mengembalikan kewarasan yang sempat hilang karena makhluk bernama wanita, yang telah berhasil mengacak-acak hatinya."Ada ap
Naya masih menertawakan Damaira yang salah tingkah dan pipi memerah."Kenapa kalian tak menikah lagi saja, aku rasa kalian akan lebih bisa menghargai sebuah hubungan, terutama kamu, Mas," beo Naya.Damaira hanya diam seribu bahasa, begitu juga dengan Negan. Sikap kompak dua orang itu membuat Naya kembali tertawa.Tok! Tok! Tok!Damaira dan Naya saling bertukar pandang."Siapa?" Naya hanya mengedikkan bahu. Damaira berinisiatif untuk membukakan pintu, sekaligus menghilangkan kecanggungan akibat ucapan Naya.Damaira tertegun saat melihat siapa yang datang."Mas," lirih Damaira lalu tersenyum."Siapa, Ra?" tanya Naya.Damaira melebarkan pintu, cukup sampai pandangan Naya, namun tidak dengan Negan. Naya mengangguk seraya tersenyum."Aku keluar sebentar ya, Nay." Naya mengangguk."Siapa, Nay?" Tanya Negan setelah pintu itu kembali tertutup."Pak Mahesa."Hati Negan mendadak nyeri mendengar nama atasanya itu. Masih membekas di ingat
Dua minggu kemudian.Pagi yang indah setelah hujan mengguyur hampir sepertiga malam. Kabar baik muncul setelah hasil pemeriksaan Negan yang terakhir keluar.Kondisi Negan telah dinyatakan telah sehat meski belum sepenuhnya pulih. Sore nanti Negan diperbolehkan pulang."Bagaimana, Mas? Apa kamu senang? Akhirnya bisa pulang setelah hampir satu bulan berjuang," Tanya Damaira dengan wajah yang berbinar."Tentu saja aku senang. Semua ini berkat kalian semua yang memberi dukungan padaku.""Perjuanganmu masih panjang, Mas. Anak-anak masih kecil." Ucap Damaira lalu meringis."Kalau begitu aku urus administrasi dulu, ya."Damaira mengambil berkas yang sudah dia siapkan untuk mengurus semuanya.Isa hanya berdehem, seperti biasa manusia itu sibuk dengan komputer jinjingnya."Terima kasih, Sa. Kamu telah membantuku selama ini, mulai dari Damaira pergi ke Jerman, menjadi figur ayah untuk Ezra, kamu juga telah menjadi sosok papi yang baik untuk Celine."Men
Mendapat pertanyaan mau menginap atau tidak, salah, lebih tepatnya Negan meminta Ezra untuk menginap di rumah itu.Ezra tak hanya memandang sang ibu, tapi juga Isa dan yang terpenting adalah Celine.“Iya, Ezra. Kamu menginap saja di sini. Nanti kita main bersama sampai malam, tidak akan dimarahi sama Papi Isa,” kata gadis cilik itu lalu tertawa pelan sambil melirik Isa yang sedang membulatkan mata mendengar ocehannya.Damaira pun menahan tawa saat mendengar kalimat itu muncul dari bibir mungil Celine.Negan terkekeh, apalagi melihat ekspresi Isa yang melotot tapi tak mengucapkan apapun, menyanggah kata-kata Celine pun tidak, dan hanya menghela nafas pelan.Tak lupa senyum tipis, setipis bulan sabit di awal bulan pun terbit.‘Pria dingin itu bisa tersenyum juga rupanya,’ batin Negan.Mendengar Damaira pasrah saja dengan keputusannya dan juga Celine yang menyambut gembira dirinya, membuat Ezra bimbang.“Tapi aku tak membawa baju ganti,” ucap Ezra.“
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan