Damaira berdiri, dengan perasaan was-was, khawatir ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuannya. Tapi perawat itu justru tersenyum.
"Apa yang terjadi, Sus?""Pasien ada sedikit pergerakan, mungkin Mbak mau berkomunikasi dengannya," tutur perawat tersebut.Tanpa sadar Damaira menghembuskan nafas lega, detak jantung yang tak karuan mulai teratur."Terima kasih, Sus."Ibu anak satu itu mengikuti langkah perawat, lalu membersihkan diri dan menggunakan pakaian khusus ICU.Seperti biasa Damaira duduk di samping Negan."Hai, Mas. Apa kabar?""Apa kamu tak merindukan anak-anak? Mereka merindukanmu, terutama Celine. Setiap hari dia merengek ingin bertemu denganmu, sayangnya anak kecil tak boleh datang ke mari. Oleh sebab itu, kamu harus segera sadar dan sehat kembali, agar anak-anak bisa segera bertemu denganmu." Oceh Damaira.Damaira menyatukan tangannya dengan tangan Negan, lalu meletakkan tangan itu di pipinya, setelah sebelumnya memberi satu kecupanDamaira mendapati satu pesan dari Naya.[Ra, Mas Negan tadi sempat membuka mata, tapi tak merespon. Apa kamu bisa segera ke mari, mungkin dia mencarimu?]Pesan itu dikirim beberapa menit yang lalu."Ada apa?" tanya Isa."Kata Naya, Mas Negan tadi sempat sadarkan diri, tapi tak ada respon. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit.""Lalu, kamu akan buru-buru ke sana?"Damaira menghembuskan nafas pelan. "Aku akan hubungi Dina lebih dulu. Aku juga harus membersihkan diri, mengucapkan salam pada anak-anak," ucap Damaira."Aku akan mengantar kalau begitu, anak-anak titip pada si bebek."Damaira melotot, "Bebek?""Dinda maksudku. Salah sendiri dia cerewet sekali membuatku pusing."Damaira tertawa mendengar saudara mengeluhkan tentang sahabatnya.Damaira hendak meletakkan ponselnya, tapi sebuah panggilan masuk ke dalam nomornya.Mahesa."Halo, Mas.""Dasar pria bucin," oceh Isa mengejek Mahesa, lalu keluar dari kamar Dama
Di rumah berlantai dua itu, Isa sibuk membantu dua bocah cilik membuat sebuah prakarya. Saudara kembarnya Damaira itu sengaja menyiapkan beberapa alat seperti kertas, hunting, mistar, lem, sedotan, dan lain-lainnya."Kita akan membuat apa, Pi?" tanya Celine."Kita akan membuat baling-baling. Kalian juga bisa memberi gambar di setiap baling-baling yang kalian buat."Terlihat dia anak kecil itu begitu antusias memperhatikan Isa melipat kertas lalu memberi gambar sebelum akhirnya dipasang menjadi baling-baling."Waahhh, bagus. Papi pintar menggambar ternyata," seru Celine."Tak ada yang Papiku nggak bisa, Celine. Kecuali, menaklukkan hati wanita." Ezra memuji sekaligus mengejek pamannya itu. Sontak Isa menatap tajam pada keponakannya itu."Tutup mulutmu, bocah tengil." Ezra tertawa hingga nyaris mengompol. Bocah itu langsung berlari ke kamar mandi.Sedangkan Celine yang tak begitu paham dua laki-laki itu hanya ikut tertawa.Suara bel rumah
Waktu semakin beranjak malam, dingin mulai merajai setiap sudut gedung rumah sakit.Damaira merasakan hidungnya sedikit tersumbat dan kepalanya pusing. Jaket yang dia bawa sudah melekat di tubuh."Sepertinya kamu hampir tumbang, Mbak." Dina meledek. Damaira cemberut."Sudah malam, kamu harus beristirahat, Din. Besok kamu harus bekerja."Damaira mengingatkan Dina yang masih asik menggulir sosial medianya. Gadis itu langsung menonaktifkan layar ponselnya, menatap Damaira dengan tatapan yang sulit diartikan."Kenapa kamu selalu menyuruhku untuk beristirahat, sedangkan kamu sendiri sebenarnya juga harus bekerja. Berapa hari kamu mangkir dari tokomu?" ujar Dina dengan suara sedikit bergetar."Kamu tak perlu memikirkanku, Din. Toko aman bersama ….""Kamu selalu saja seperti itu, Mbak. Kamu boleh kok tidak peduli pada kami, kamu berhak untuk tidak menemui Masku. Tidak masalah kamu mengabaikan Celine, bahkan pura-pura tak tahu kejadian ini pun tak apa-apa. K
Damaira melihat ponselnya yang tak lagi memiliki daya setelah menelpon Isa."Ya ampun, tadi aku lupa mengisi daya."Damaira bergegas menuju ke parkiran di mana mobilnya berada."Di mana, ya?" gumam Damaira.Damaira mencari kabel charger untuk mengisi daya, sebelum akhirnya memacu kendaraannya keluar dari parkiran gedung perkantoran itu.Pandangan mata Mahesa menangkap sebuah mobil yang berada di kejauhan, mobil milik Damaira melesat keluar area gedung perkantoran."Damaira!"Melihat jarak yang cukup jauh, tak mungkin Mahesa bisa mengejar mobil tersebut.Pria itu segera menghubungi Damaira."Kenapa nomornya tidak aktif," kesal Mahesa setelah gagal menghubungi Damaira.Mahesa menyugar rambutnya dengan kasar, frustasi. Terlebih setelah ini dia ada rapat penting, tak mungkin jika mengejar Damaira keluar.Mahesa menarik nafas panjang lalu mengeluarkan dengan perlahan, mengembalikan kewarasan yang sempat hilang karena makhluk bernama wanita, yang telah berhasil mengacak-acak hatinya."Ada ap
Naya masih menertawakan Damaira yang salah tingkah dan pipi memerah."Kenapa kalian tak menikah lagi saja, aku rasa kalian akan lebih bisa menghargai sebuah hubungan, terutama kamu, Mas," beo Naya.Damaira hanya diam seribu bahasa, begitu juga dengan Negan. Sikap kompak dua orang itu membuat Naya kembali tertawa.Tok! Tok! Tok!Damaira dan Naya saling bertukar pandang."Siapa?" Naya hanya mengedikkan bahu. Damaira berinisiatif untuk membukakan pintu, sekaligus menghilangkan kecanggungan akibat ucapan Naya.Damaira tertegun saat melihat siapa yang datang."Mas," lirih Damaira lalu tersenyum."Siapa, Ra?" tanya Naya.Damaira melebarkan pintu, cukup sampai pandangan Naya, namun tidak dengan Negan. Naya mengangguk seraya tersenyum."Aku keluar sebentar ya, Nay." Naya mengangguk."Siapa, Nay?" Tanya Negan setelah pintu itu kembali tertutup."Pak Mahesa."Hati Negan mendadak nyeri mendengar nama atasanya itu. Masih membekas di ingat
Dua minggu kemudian.Pagi yang indah setelah hujan mengguyur hampir sepertiga malam. Kabar baik muncul setelah hasil pemeriksaan Negan yang terakhir keluar.Kondisi Negan telah dinyatakan telah sehat meski belum sepenuhnya pulih. Sore nanti Negan diperbolehkan pulang."Bagaimana, Mas? Apa kamu senang? Akhirnya bisa pulang setelah hampir satu bulan berjuang," Tanya Damaira dengan wajah yang berbinar."Tentu saja aku senang. Semua ini berkat kalian semua yang memberi dukungan padaku.""Perjuanganmu masih panjang, Mas. Anak-anak masih kecil." Ucap Damaira lalu meringis."Kalau begitu aku urus administrasi dulu, ya."Damaira mengambil berkas yang sudah dia siapkan untuk mengurus semuanya.Isa hanya berdehem, seperti biasa manusia itu sibuk dengan komputer jinjingnya."Terima kasih, Sa. Kamu telah membantuku selama ini, mulai dari Damaira pergi ke Jerman, menjadi figur ayah untuk Ezra, kamu juga telah menjadi sosok papi yang baik untuk Celine."Men
Mendapat pertanyaan mau menginap atau tidak, salah, lebih tepatnya Negan meminta Ezra untuk menginap di rumah itu.Ezra tak hanya memandang sang ibu, tapi juga Isa dan yang terpenting adalah Celine.“Iya, Ezra. Kamu menginap saja di sini. Nanti kita main bersama sampai malam, tidak akan dimarahi sama Papi Isa,” kata gadis cilik itu lalu tertawa pelan sambil melirik Isa yang sedang membulatkan mata mendengar ocehannya.Damaira pun menahan tawa saat mendengar kalimat itu muncul dari bibir mungil Celine.Negan terkekeh, apalagi melihat ekspresi Isa yang melotot tapi tak mengucapkan apapun, menyanggah kata-kata Celine pun tidak, dan hanya menghela nafas pelan.Tak lupa senyum tipis, setipis bulan sabit di awal bulan pun terbit.‘Pria dingin itu bisa tersenyum juga rupanya,’ batin Negan.Mendengar Damaira pasrah saja dengan keputusannya dan juga Celine yang menyambut gembira dirinya, membuat Ezra bimbang.“Tapi aku tak membawa baju ganti,” ucap Ezra.“
Ezra memandang lekat wajah ayah kandungannya, beberapa bulan yang lalu dia tak pernah membayangkan akan bertemu sosok yang tak pernah dia ketahui keberadaannya.“Lalu, apa yang ingin Papa lakukan? Ah, lebih baik aku menyebutmu, Papa. Karena pasangannya adalah Mama,” kata Ezra dengan wajah polos.“Terserah kamu saja, Sayang. Asal jangan sebut Paman,” balas Negan, lalu terkekeh.“Kamu ingat ‘kan, Mama akan berulang tahun sebentar lagi?”“Tentu saja aku ingat, Mama dan Papi akan berulang tahun.”Negan baru ingat jika Isa adalah kembaran mantan istrinya. Seumur Negan mengenal Damaira, dia baru tahu jika mantan istrinya itu memiliki kembaran. Itu pun tahu dari Dina, betapa tidak peduli dulu dia pada ibu kandung Prince Ezra itu.“Bagaimana kalau kita membuat kejutan?”Ezra menatap sang ayah. ‘Kejutan? Daddy Mahesa bahkan lebih dulu membicarakan hal itu,’ batin Ezra.“Ezra?”“Aku tidak janji, Papa.”“Kenapa?” “Karena akan sangat sulit mengalihkan perhatian, Mama.”“Papa harus beristirahat,