Dua minggu kemudian.
Pagi yang indah setelah hujan mengguyur hampir sepertiga malam. Kabar baik muncul setelah hasil pemeriksaan Negan yang terakhir keluar.Kondisi Negan telah dinyatakan telah sehat meski belum sepenuhnya pulih. Sore nanti Negan diperbolehkan pulang."Bagaimana, Mas? Apa kamu senang? Akhirnya bisa pulang setelah hampir satu bulan berjuang," Tanya Damaira dengan wajah yang berbinar."Tentu saja aku senang. Semua ini berkat kalian semua yang memberi dukungan padaku.""Perjuanganmu masih panjang, Mas. Anak-anak masih kecil." Ucap Damaira lalu meringis."Kalau begitu aku urus administrasi dulu, ya."Damaira mengambil berkas yang sudah dia siapkan untuk mengurus semuanya.Isa hanya berdehem, seperti biasa manusia itu sibuk dengan komputer jinjingnya."Terima kasih, Sa. Kamu telah membantuku selama ini, mulai dari Damaira pergi ke Jerman, menjadi figur ayah untuk Ezra, kamu juga telah menjadi sosok papi yang baik untuk Celine."MenMendapat pertanyaan mau menginap atau tidak, salah, lebih tepatnya Negan meminta Ezra untuk menginap di rumah itu.Ezra tak hanya memandang sang ibu, tapi juga Isa dan yang terpenting adalah Celine.“Iya, Ezra. Kamu menginap saja di sini. Nanti kita main bersama sampai malam, tidak akan dimarahi sama Papi Isa,” kata gadis cilik itu lalu tertawa pelan sambil melirik Isa yang sedang membulatkan mata mendengar ocehannya.Damaira pun menahan tawa saat mendengar kalimat itu muncul dari bibir mungil Celine.Negan terkekeh, apalagi melihat ekspresi Isa yang melotot tapi tak mengucapkan apapun, menyanggah kata-kata Celine pun tidak, dan hanya menghela nafas pelan.Tak lupa senyum tipis, setipis bulan sabit di awal bulan pun terbit.‘Pria dingin itu bisa tersenyum juga rupanya,’ batin Negan.Mendengar Damaira pasrah saja dengan keputusannya dan juga Celine yang menyambut gembira dirinya, membuat Ezra bimbang.“Tapi aku tak membawa baju ganti,” ucap Ezra.“
Ezra memandang lekat wajah ayah kandungannya, beberapa bulan yang lalu dia tak pernah membayangkan akan bertemu sosok yang tak pernah dia ketahui keberadaannya.“Lalu, apa yang ingin Papa lakukan? Ah, lebih baik aku menyebutmu, Papa. Karena pasangannya adalah Mama,” kata Ezra dengan wajah polos.“Terserah kamu saja, Sayang. Asal jangan sebut Paman,” balas Negan, lalu terkekeh.“Kamu ingat ‘kan, Mama akan berulang tahun sebentar lagi?”“Tentu saja aku ingat, Mama dan Papi akan berulang tahun.”Negan baru ingat jika Isa adalah kembaran mantan istrinya. Seumur Negan mengenal Damaira, dia baru tahu jika mantan istrinya itu memiliki kembaran. Itu pun tahu dari Dina, betapa tidak peduli dulu dia pada ibu kandung Prince Ezra itu.“Bagaimana kalau kita membuat kejutan?”Ezra menatap sang ayah. ‘Kejutan? Daddy Mahesa bahkan lebih dulu membicarakan hal itu,’ batin Ezra.“Ezra?”“Aku tidak janji, Papa.”“Kenapa?” “Karena akan sangat sulit mengalihkan perhatian, Mama.”“Papa harus beristirahat,
Damaira sudah berkutat dengan adonan sejak subuh selesai menyapa. Rumah bagaikan toko kue dadakan, harum aroma kue yang sedang dipanggang semerbak keseluruh penjuru rumah."Sepagi ini apa yang kamu lakukan? Ingin memindahkan The Moonlight ke sini?" tanya Isa yang ingin mengambil air putih.Pria itu baru saja bangun setelah bermain PS5 hingga menjelang subuh. Mungkin jika Damaira tak memarahinya Dan menyuruh untuk segera tidur, pria single itu tak akan tidur hingga pagi menjelang."Ini sudah pukul 9.00, Isa. Kamu benar-benar memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang." “Tentu saja, jarang-jarang aku bisa seperti ini, sejak lima tahun terakhir.”Damaira terdiam, 'Iya, itu semua gara-gara aku dan Ezra kamu tak lagi bebas,’ batin Damaira.Damaira tersenyum tipis lalu menyuapkan satu potong kue ke mulut Isa.Isa hanya bisa pasrah dan menerima suapan tersebut. “Sepagi ini kamu sudah menyuapiku makanan manis,” protes Isa dengan suara yang tak jelas karena kue yang ada di mulutnya.“Sekali-ka
Di rumah mewah Mahesa.Suara ketukan pintu memecah tegangan di antara Mahesa dan Nindi Aulia. “Permisi, Pak Mahesa. Maaf mengganggu,” ucap satpam rumah itu.“Iya, ada apa, Mang?” “Saya mau memberi titipan ini untuk non Keysha.” Satpam itu menunjukkan paper bag yang ada di tangannya. Mahesa melihat paper bag berwarna coklat tanpa nama itu, lalu berjalan mendekati satpam.“Dari siapa, Mang?”Mahesa menerima paper bag itu lalu mengintip isinya.“Dari Mbak Ira, Pak.”“Ira? Apa dia kemari?”“Iya, Pak. Tadi dia sudah sampai di depan pintu, tapi katanya takut mengganggu jadi langsung pergi.” Jujur si satpam.“Sudah lama?” “Belum, Pak. Sekitar lima menit yang lalu.”“Terima kasih, Mang.”“Sama-sama, Pak. Saya kembali ke pos dulu.”Pikiran Mahesa mendadak kacau.“Mas.” Nindi memanggil mantan suaminya yang terlihat melamun.Setelah kesadarannya kembali, Mahesa pamit untuk meletakkan paper bag itu ke belakang.“Apa itu, Sa?” tanya Ajeng yang sedang berada di dapur.“Sepertinya kue, Bu.”“Da
Damaira menggeleng, lalu menahan Negan agar tidak berjalan ke arahnya.“Tidak ada apa-apa, Mas. Memang akan lebih baik jika aku beristirahat di rumah saja.”Damaira memegang lengan mantan suaminya, membantu pria itu untuk kembali duduk, namun pandangan entah kemana.“Ayo, Ez. Rapikan barang-barangmu,” titah Damaira pada anaknya.Melihat Damaira sama sekali tak memandangnya, Negan semakin yakin ada sesuatu yang terjadi.“Celine tolong panggilkan Tante Naya,” perintah Negan pada anak perempuannya.“Iya, Ayah.”gadis cilik itu langsung berlari menuju kamar Naya.“Tante di panggil Ayah,” kata Celine setelah Naya membuka pintu kamarnya.Naya keluar dari kamar, menuju ke ruang tengah.“Ada apa, Mas?” tanya Naya.“Tolong ajak anak-anak bermain di luar sebentar ya, Nay.”Tangan Negan menggenggam erat tangan Damaira, tak ingin wanita itu pergi dari sisinya.“Iya, Mas.”Sesuai instruksi dari kakaknya, Naya mengajak kedua keponakannya bermain
Negan tersenyum melihat Damaira yang mengkhawatirkan.“Kamu khawatir padaku?” Negan justru menggoda Damaira.“Siapa yang khawatir? Aku hanya merasa bersalah karena membuatmu kesakitan.”Negan tersenyum.“Kalau seperti ini terus, aku pasti akan cepat sembuh, karena perhatian mu. Terima kasih telah memaafkanku, Ra.”“Kamu suka sekali membual, Mas.” Negan terkekeh.Damaira tersenyum tipis, ada rasa lega di hatinya, setelah bisa melepas satu beban dan berdamai dengan masa lalu.Kini ibu satu anak itu telah benar-benar memaafkan mantan suaminya.Damaira sedikit menggeser tubuhnya karena gugup.“Aku tidak membual, Ra. Aku serius, bukankah banyak yang bilang, kalau obat penyakit itu adalah hati yang gembira?”“Ya, ya. Terserah kamu saja, Mas.” Damaira terdengar pasrah, malas berdebat.“Kamu sudah banyak berubah, Ra.” Negan memandang wajah ayu mantan istrinya.“Ya, aku memang sudah banyak berubah, Mas. Kamu saja yang masih sama seperti lima tahun yang lalu.”Negan menghembuskan nafas berat. B
Weekend belum berakhir, hari ini adalah hari Minggu, Damaira masih dalam mode bermalas-malasan di dalam kamarnya. Wanita itu belum keluar kamar sejak semalam.Damaira seperti tak mempunyai semangat hidup, dia sengaja mengganti nada dering ponselnya agar tidak ada orang mengganggu. Beberapa kali dia mendengar ponselnya berbunyi, tapi enggan untuk melihat.Hari yang cukup cerah, Damaira memilih untuk ke balkon, menghirup udara yang masih segar. Pikirannya menerawang jauh.“Mom! Mom!”“Ya ampun, memangnya dalam lamunan suara itu bisa begitu nyata? Bisa-bisanya aku sampai mendengar suara Keysha,” gumam Damaira.Pikirannya masih belum kembali, tapi dia seperti mendengar suara Keysha.“Mommy Ira!” teriak Keysha lagi dari depan rumah, Damaira.“Key, jangan teriak-teriak masih pagi!” Mahesa memperingatkan anaknya.Pria itu kemudian menekan bel.“Itu Mommy sepertinya melamun deh, Dad. Nanti kesambet.”“Tapi jangan teriak-teriak, nggak enak sama tetangg
“Cie, Daddy perhatian sekali sama Mommy.” Keysha menggoda Damaira dan ayahnya.“Sudah, Key. Jangan menggoda terus, kasihan Mommy Ira sudah seperti kepiting rebus,” kata Mahesa.“Cie, Daddy ikut-ikutan panggil Mommy.”Bocah berumur sepuluh tahun itu masih saja menggoda sang ayah.Suasana saat ini menjadi lebih hangat.Isa kembali berdehem, lalu mengulang pertanyaannya yang belum terjawab.“Jadi apa yang akan kalian lakukan setelah ini? Tapi, sepertinya ada hal yang harus kalian selesaikan, aku bisa membawa anak-anak jika kalian ingin membicarakan hal penting.”Damaira dan Mahesa saling melirik.“Ide yang bagus, Sa,” balas Mahesa.“Ok. Anak-anak setelah ini, kalian ingin pergi ke mana?”Dua anak kecil itu mulai berdiskusi menentukan ingin pergi ke mana pagi ini.Tiba-tiba suara bel kembali berbunyi, memecah konsentrasi dua anak itu.“Kalian lanjutkan saja, Biar aku yang membukakan pintu,” ujar Isa.Pria itu berjalan menuju pintu utam