Weekend belum berakhir, hari ini adalah hari Minggu, Damaira masih dalam mode bermalas-malasan di dalam kamarnya. Wanita itu belum keluar kamar sejak semalam.Damaira seperti tak mempunyai semangat hidup, dia sengaja mengganti nada dering ponselnya agar tidak ada orang mengganggu. Beberapa kali dia mendengar ponselnya berbunyi, tapi enggan untuk melihat.Hari yang cukup cerah, Damaira memilih untuk ke balkon, menghirup udara yang masih segar. Pikirannya menerawang jauh.“Mom! Mom!”“Ya ampun, memangnya dalam lamunan suara itu bisa begitu nyata? Bisa-bisanya aku sampai mendengar suara Keysha,” gumam Damaira.Pikirannya masih belum kembali, tapi dia seperti mendengar suara Keysha.“Mommy Ira!” teriak Keysha lagi dari depan rumah, Damaira.“Key, jangan teriak-teriak masih pagi!” Mahesa memperingatkan anaknya.Pria itu kemudian menekan bel.“Itu Mommy sepertinya melamun deh, Dad. Nanti kesambet.”“Tapi jangan teriak-teriak, nggak enak sama tetangg
“Cie, Daddy perhatian sekali sama Mommy.” Keysha menggoda Damaira dan ayahnya.“Sudah, Key. Jangan menggoda terus, kasihan Mommy Ira sudah seperti kepiting rebus,” kata Mahesa.“Cie, Daddy ikut-ikutan panggil Mommy.”Bocah berumur sepuluh tahun itu masih saja menggoda sang ayah.Suasana saat ini menjadi lebih hangat.Isa kembali berdehem, lalu mengulang pertanyaannya yang belum terjawab.“Jadi apa yang akan kalian lakukan setelah ini? Tapi, sepertinya ada hal yang harus kalian selesaikan, aku bisa membawa anak-anak jika kalian ingin membicarakan hal penting.”Damaira dan Mahesa saling melirik.“Ide yang bagus, Sa,” balas Mahesa.“Ok. Anak-anak setelah ini, kalian ingin pergi ke mana?”Dua anak kecil itu mulai berdiskusi menentukan ingin pergi ke mana pagi ini.Tiba-tiba suara bel kembali berbunyi, memecah konsentrasi dua anak itu.“Kalian lanjutkan saja, Biar aku yang membukakan pintu,” ujar Isa.Pria itu berjalan menuju pintu utam
Damaira turun dengan wajah yang lebih cantik karena memberi sedikit make up di wajahnya.“Anak-anak, ayo cuci tangan dan bersihkan wajah kalian, Kita akan segera berangkat.” Perintah Damaira pada ketiga anak kecil itu.Keysha dengan senang hati membantu Celine untuk mencuci muka, tangan, kaki di kamar mandi. Tak lupa memakai lotion khusus anak-anak yang sudah Damaira siapkan.“Bagaimana, anak-anak sudah siap?” tanya Isa. Damaira mengangguk.“Aku akan berganti pakaian lebih dulu, kamu temani dua pria yang sedang bersitegang di depan,” bohong Isa.Damaira melotot tak percaya, tapi juga mengikuti ucapan saudara kembarnya itu Dan berjalan menuju ruang tamu.Dia pria yang sama-sama berstatus duda itu sedang asik membicarakan tentang klien mereka.Negan mengalihkan padanya setelah melihat Damaira keluar, Mahesa pun mengikuti arah pandang Negan.Dua pria itu sama-sama terpesona dengan janda anak satu itu hingga tak berkedip. Damaira berdehem untuk menyadarka
Tiga bocah itu bernyanyi dan bersorak disepanjang perjalanan menuju ke taman bermain. Ezra yang biasa cool, ikut terbawa suasana.Namanya anak-anak pasti akan kembali pada fitrah mereka, bertingkah sesuai umurnya. Keysha memang pandai membawa suasana, anak itu juga memperlakukan dua adiknya dengan adil dan tidak pilih kasih.“Kak Key, ajari lagi lagu yang tadi. Aku tidak pandai bahasa Inggris.”Keysha mengajak Ezra dan Celine untuk kembali menyanyikan lagu “Wheels on the bus” bersama-sama. Hingga akhirnya mobil terparkir di sebuah pusat perbelanjaan yang memiliki zona permainan lengkap.Sesuai janjinya, Keysha benar-benar menjaga dan mengawasi Celine, karena gadis cilik itu memang lebih butuh pengawasan ketimbang Ezra yang anteng.Isa dengan setia menemani anak-anak itu bermain di wahana satu wahana lainnya.Isa sudah seperti duda keren beranak tiga, seperti bisik-bisik para wanita dan ibu-ibu yang melihat ke arahnya sejak tadi. Ditambah lagi, anak-anak itu memanggil dirinya Papi, ter
Semilir angin dan deburan ombak menyamarkan debaran jantung dan gejolak hati dua insan yang sedang berdiri di tepi pantai.Mahesa merutuki dirinya sendiri, yang tadi dia lakukam benar-benar memalukan, bisa-bisanya melamar wanita dengan cara yang sama sekali tidak romantis."Maafkan aku, ini sangat tidak romantis." Kata Mahesa seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Damaira menggeleng dan tersenyum tipis.Wanita itu menghadap ke arah Mahesa. Memegang kedua tangan pria itu, tangan itu terasa begitu dingin.Damaira telah memutuskan jawaban yang ingin dia sampaikan pada Mahesa. Netra coklatnya memandang lekat netra Mahesa. Jantungnya sungguh tak kuasa menahan gejolak dalam jiwa."Mas, aku hanya wanita yang penuh kekurangan dan keterbatasan. Aku juga pernah mengalami sakit dalam mahligai pernikahan. Aku sangat senang kamu mengajakku untuk menikah, senang sekali. Tolong bimbing aku agar menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anak kita."Mahesa membulatkan mata sempurna, dia masih
Damaira dan Mahesa masih menikmati pantai dengan berjalan menyusurinya.Mahesa memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya."Astaga, kenapa aku bisa lupa." Gumam Mahesa setengah merutuki dirinya sendiri."Ra!""Ya, Mas?"Mahesa menghentikan langkah, menghadap ke arah Damaira yang juga ikut berhenti.Pria itu tampak salah tingkah dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Sebenarnya ada sesuatu yang terlupakan." Damaira memasang wajah bingung. Mahesa mengambil sebuah kotak kecil berlapis beludru berwarna merah.Damaira menutup mulutnya."Apalagi ini, Mas?"Mahesa membuka kotak itu, ada cincin emas putih dengan manik berlian berwarna biru, berada di dalamnya. "Ra, maaf tadi aku spontan, dan benar-benar lupa akan hal yang sudah ku persiapkan." Damaira tersenyum dan menggeleng.Bisa-bisanya seorang Mahesa yang perfeksionis sampai lupa memberikan sesuatu yang sangat penting saat melamar seorang wanita."Tidak apa-apa, Mas." Balas Damaira lalu tersenyum."Berikan tanganmu."Damaira d
Mahesa mengajak Ira pulang. Ternyata di sana ada Nindi yang juga bari saja datangCeline duduk di sofa ruang tengah, mendapatkan pertanyaan dari ayahnya membuat gadis kecil itu semakin murung, dia hanya mampu menatap wajah ayahnya.Dia memang tidak terlalu paham apa yang dikatakan oleh tiga orang dewasa yang tadi bersamanya. Tapi, dia bisa menangkap bahwa dia tak akan bisa bersama dengan Ezra dan Damaira sebagai keluarga. Padahal Celine begitu mendamba memiliki ibu seperti Damaira.Negan pun ikut duduk di sebelah Celine, entah mengapa hatinya berdenyut nyeri.“Sepertinya Ezra dan Keysha tidak ikut, Mas. Mereka pasti sudah heboh Dan turun mengantar Celine ke rumah.” Sahut Dina, gadis itu turut mendudukan tubuhnya di sofa.Negan mengerutkan keningnya, sebab anaknya awal tadi pergi bersama dengan dua anak kecil itu. Tapi benar juga yang dikatakan adiknya.Negan mengira Celine sedih karena pulang tak bersama dengan Ezra dan Keysha.“Jadi kamu murung karena itu?” tanya Negan.Celine menggel
Ajeng menatap datar pada Mahesa. "Bu?""Kamu masih bertanya?""Iya, jelas aku bertanya karena aku tidak tahu, jadi tolong katakan, Bu. Apa yang membuat ibu tiba-tiba membahas tentang perawan atau janda. Sedangkan aku sendiri adalah seorang duda."Tak menjawab pertanyaan Mahesa, Ajeng malah berjalan menuju ke ruang tamu, berniat ingin menemui Damaira dan anaknya.Begitu Ajeng keluar, Damaira langsung berdiri untuk menyapa sang pemilik rumah, Ezra pun melakukan hal yang sama.Namun, Damaira dapat melihat jelas raut wajah Ajeng yang berbeda dari terakhir mereka bertegur sapa. Ibu kandung Mahesa itu bersikap tak ramah pada Damaira."Selamat siang, Bu Ajeng. Apa kabar?"Ajeng hanya berdehem lalu menyuruh Damaira untuk duduk, tanpa menjawab pertanyaan dari calon menantunya.Anjeng memandang tak suka pada Damaira. Namun, pandangannya segera teralihkan pada sosok mungil di samping Damaira.Wanita sepuh itu memanggil Ezra untuk duduk di sampingnya. Sebelum mendekat kepada Ajeng, Ezra memanda
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan