Pernikahan Mia dan Rafka masih menghitung hari, namun gosip mulai menyebar. Itu terjadi karena Siska terus datang ke kantor. Tujuan Siska datang ke kantor hanya satu yaitu mempermalukan Mia.
"Di dalam ada sekertaris Pak Rafka?" tanya Siska pada siapa saja yang ia temui di depan pintu ruang kerja Rafka."Iya ada Bu. Itu kan tugasnya Bu Mia," jawab office girl yang kebetulan sedang membersihkan area di depan ruang kerja Rafka."Tugas dia merangkap jadi pelakor juga?" sahut Siska sengaja memancing rasa penasaran Office girl di depannya.Raut wajah office girl itu tampak kebingungan. Seolah ia sedang menimang mana yang benar dan salah."Jika tidak percaya silahkan saja cari buktinya. Seorang sekretaris seharusnya tidak sedekat itu dengan bos nya, bukan?" lagi-lagi Siska sengaja memantik api gosip.Office girl itu balas tersenyum bingung. Merasa bosan dan tidak puas hati, Siska akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan Rafka.Pemandangan yang tidak senonoh terpampang jelas setelah pintu ruangan itu terbuka. Sayangnya, office girl itu tidak tertarik dengan rahasia di ruang bos nya ini. Ia memutuskan untuk membersihkan di debu di sudut yang lain. Membiarkan Siska kesal sendirian."Apa-apaan kalian!" teriak Siska membuat aksi Rafka dan Mia terhenti.Mia bangkit berdiri lantas balas menatap tatapan Siska. Pagi tadi Mia diizinkan pulang. Bukannya pulang ke rumah dan beristirahat sepanjang hari, Mia justru memilih pergi bekerja. Menemani Rafka di ruangannya sambil mendalami peran sebagai seorang istri.Rafka balas mengangkat bahu, tidak peduli. Ia justru menarik lengan Mia dan meminta istri keduanya itu untuk duduk kembali di pangkuannya. Ada kegiatan yang belum usai."Hey! Rafka!" teriak Siska semakin membahana.Percuma saja! Sekencang apapun Siska berteriak, ruangan ini kedap suara. Karyawan di luar tidak bisa mendengar sedikit suara teriakan Siska."Sayang," Mia balas bergelayut manja di leher Rafka. Membuat Rafka semakin menggila."Kalau kamu kayak gini tiap hari aku bisa nahan lagi!" sahut Rafka balas mengecup mesra bibir ranum Mia.Emosi Siska semakin menjadi-jadi. Didorong rasa kesal dan cemburu, Siska menarik paksa lengan Mia. Ia tidak sudi jika harus berbagi tubuh Rafka dengan wanita lain. Apalagi ini Mia! Anak tirinya sendiri."Apaan sih!" balas Mia geram.Setelah posisi Mia menjauh dari Rafka, Mia balas menghentakkan tangan Siska yang mencekal pergelangan tangannya. Tampak ruam merah di pergelangan tangan Mia."Kurang ajar kamu!" saat Siska hendak melayangkan tamparannya. Tangan kanan Mia sudah lebih dulu menangkis dan balas melayangkan tamparan.Plak,Tangan kiri Mia yang terayun sempurna tepat mengenai sasaran. Pipi bagian kanan Siska tampak merah bekas tamparan yang dilayangkan Mia."Sakit?" tanya Mia pura-pura peduli. Tampak jelas dari sorot mata Mia ada kepuasan yang tidak bisa Mia akui di hadapan Siska. Sorot mata Mia juga menjelaskan jika ia sangat senang melihat Siska menderita. Merendahkan Siska adalah puncak dari kesenangan Mia.Rafka memilih duduk tenang di kursi kerjanya. Ia ingin melihat sejauh mana dua istrinya itu bertengkar. Jika diperlukan maka Rafka akan turun tangan. Jika tidak, Rafka akan memberikan hak nya pada Mia. Hak untuk memarahi bahkan berlaku kasar pada Siska.Siska membisu, tangan kanannya yang sempat dicekal Mia kini terlepas dan berganti memegangi pipi sebelah kiri yang terasa kebas."Itu belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit di kepalaku!" jelas Mia.Kepala Mia masih dibalut perban. Rasa sakit akibat lemparan pas kemarin masih terasa. Tapi pembalasannya belum seimbang karena Siska hanya merasakan nyeri di pipi."Kejadian kemarin tidak akan pernah terjadi jika kamu tidak merebut suamiku!" balas Siska mengintimidasi. Tatapan mata Siska semakin tajam saat Mia tersenyum lebar.Kelicikan Mia dan keangkuhannya semakin merajalela. Kali ini Siska tersudutkan tapi tidak! Siska tidak akan mengerahkan karena ia yakin ia masih unggul jika dibandingkan dengan Mia yang notabenenya hanya istri kedua."Karena itu pantas untukmu!" sahut Mia tak kalah tegas. Senyumannya tak luntur saat melihat wajah Siska yang berubah pucat."Diam kamu!" teriakan Siska kembali menggema di ruang kedap suara itu.Kali ini bukan hanya senyuman tapi juga kekehan tawa yang pelan namun mampu membuat emosi di kepala Siska meluap."Kenapa? Kamu takut?" Mia semakin berani. Kini ia berani mendorong Siska dengan jari telunjuknya sampai perlahan Siska mundur beberapa langkah ke belakang.Dan Siska kembali terpojokkan. Dadanya naik turun dengan deru napas yang tidak beraturan. Keringat mulai meluncur membahasi dahi. Akankah Mia menjelaskan masa lalu Siska yang selama ini ia sembunyikan dari Rafka."Gawat," gumam Siska dalam hati.Senyuman Mia semakin lebar, matanya menangkap basah Siska yang tersudutkan. Siska yang diam, merasa kalah dan takut."Takut?" anacam Mia. Senyumnya yang mengembang lebar itu membuat Siska tersisihkan. Apa yang bisa Siska lakukan selain menerima perlakuan Mia yang menyudutkan dirinya.Suara mesin pendingin dan hentakan kaki Rafka menjadi melodi pengisi di tengah kebisuan mulut Siska."Teriak lagi dong! Itu baru Siska yang aku kenal!" sambung Mia beberapa menit kemudian."Aku bilang D I A M!" Siska semakin geram. Emosinya tak tertahankan dan kini ia kembali melayangkan tamparan ke wajah Mia yang sayangnya berhasil di tangkis. Bukannya senang karena berhasil menampar Mia, Siska justru mendapat tamparan yang tak kalah keras dari tamparan sebelumnya.Mia tertawa semakin kencang saat mendapat pembelaan dari Rafka. Suaminya yang sejak tadi hanya diam menonton kini berani maju membela salah satu pihak."Kamu yang diam! Menganggu kesibukanku saja!" ucap Rafka memecah pertengkaran antara kedua istrinya ini.Siska bukan hanya terpojokkan tapi hari ini Siska sial. Dia kalah karena Rafka lagi-lagi membela Mia."Kamu di pelet sama dia ya? Sampe kamu belain dia terus?" tanya Siska asal.Sesaat setelah Siska selesai berbicara tamparan ketiga melayang kembali ke wajahnya dan tepat mengenai pipi kiri bekas tamparan Mia."Kurang ajar kamu! Kamu pikir aku wanita sepertimu yang menghalalkan segala cara demi bisa mendapatkan apa yang sebenarnya tidak pantas untuk kamu dapatkan!" bela Mia. Tamparan ketiga ini hadiah dari Mia karena Siska berani menuduhnya.Tidak perlu ada pelet, santet ataupun sihir lainnya. Untuk apa? Mia tidak membutuhkan tenaga dari dukun, ia hanya mengandalkan kecerdasan dan kecantikannya.Rafka yang turut terpancing emosinya kini balas menyeret tubuh Siska keluar dari ruangannya.Saat tubuh Siska tepat berada di luar pintu ruang kerja Rafka. Seorang office girl dan office boy melintas. Siska memanfaatkan momen paling berharga itu sebagai aksi balas dendamnya pada Mia."Kamu lebih belain pelakor itu dibandingkan aku mas?" teriak Siska membuat dua pekerja itu berhenti melangkah dan menoleh ke belakang sambil menatap Rafka dan Mia secara bergantian.Siska tersenyum senang. Karena merasa menang Siska kembali berteriak, "Mia Claudia Raharja si sekertaris plus plus."Ketiganya terdiam terutama Mia yang kini nama baiknya telah tercemar. Akankah gosip ini menjadi awal kehancuran Mia?Rafka memenuhi janjinya. Kali ini Rafka pulang membawa kejutan besar. Menantu baru untuk Mama. "Ma," ucap Rafka pelan. Senyumnya mengembang tatkala pintu rumah terbuka. Mama dan Papa yang sedang asik menonton televisi nampak terganggu. Keduanya lantas menoleh dan..."Siapa dia? Cantik banget. Sekertaris kamu? Atau calon anak angkatmu? Kok ngadopsinya udah gede? Ini mah jadi istri kamu juga cocok!" celetuk Mama asal bicara. Mulutnya yang tidak dibekali rem itu langsung memuntahkan semua isi pikirannya. Papa sendiri hanya menatap penuh selidik. Tidak! Papa yakin wanita yang dibawa Rafka bukan calon cucunya. Sebagai seorang pria Papa tahu betul apa yang dipikirkan Rafka. "Dia emang mantu kita!" cicit Papa setelah beberapa menit fokus mengamati gerak-gerik Rafka dan istri barunya itu. Dengan kualitas akting yang mumpuni Mia berpura-pura tersipu. Dua pipinya merah merona ditambah pandangan mata yang tertuju ke lantai. Rafka setia menggenggam erat jemari tangan kanan Mia. Menandakan ji
Semua orang yang ada di rumah orang tua Rafka tercengang. Mereka diam sambil menatap tajam wajah Siska yang baru saja berdatangan dengan beberapa keranjang belanjaan bermerek branded. Siska berkali-kali menghela napasnya. Keranjang berisikan tas, sepatu dan barang mewah lainnya tergeletak begitu saja. Ia maju mendekati Mia dan...Plak,Tanpa aba-aba tangan kanan Siska terayun dan mendarat mulus di pipi kanan Mia. Semua orang yang ada di sana jelas kaget dan bingung dengan situasi yang tengah terjadi. Tapi bagi Papa semua ini hanyalah resiko yang harus diterima Rafka. "Itu setimpal!" decak Siska. Aura kemarahan dalam dirinya semakin menjadi-jadi tat kala mendengar informasi bahwa Rafka berani membawa Mia ke hadapan Mama dan Papa. Rafka yang kaget sontak maju lalu buru-buru berdiri di tengah-tengah Siska dan Mia. Membatasi gerakan tubuh Siska. "Menjauh!" ucap Rafka singkat. Kedua tangannya terbuka lebar hendak melindungi Mia. Dan benar gerak tubuh Siska jadi terbatas. Ingin kembali
Apa maksud dari perkataan mu itu pelakor!" bentak Siska. Bukannya takut, Mia justru tertawa pelan, "Santai Istri tua. Kamu sama aku itu gak ada bedanya. Kamu justru lebih hina! Lebih pelakor! Lebih murah dari apa yang kamu sangkakan kepadaku!" balas Mia tak ingin kalah. Bagi Mia tindakan Siska di masa lalu itu jauh lebih parah dibandingkan dirinya. Siska gadaikan harga dirinya agar bisa mendapatkan cinta buta dari Ayah Mia. Cinta yang dilandaskan uang. Raut wajah Siska semakin tegang, rahangnya mengeras ditambah lagi sorot mata tajamnya. Amarah itu tertahankan. "Kenapa? Kamu mau tampar aku lagi kayak tadi? Sini tampar, di sini sepi kok! Kamu bisa dengan bebas melampiaskan semua rasa sakit yang selama ini kamu rasakan. Setelah itu biarkan aku menjelaskan apa rasa sakit itu!" sambung Mia tegas. Senyum smrik menghiasi wajah cantik Mia. Wajah yang selama ini jadi Primadona banyak mata lantas demi membalas dendam jatuh di pelukan pria beristri. Tidak ada yang lebih membahagiakan diban
Jantung Siska seakan berhenti berdetak. Rafka yang tiba-tiba saja muncul membuat tingkat percaya dirinya menurun. "Tidak," lirih Siska dalam hati. Tidak, tidak untuk hari ini. Siska masih ingin menikmati hidup nyaman bergelimang harta. Walaupun mungkin ucapan Mia hanya gregetan semata tapi Siska tetap harus waspada. Ini bukan hanya soal keuangannya tapi juga kehidupannya di masa mendatang. "Kok diem?" tanya Rafka. Ia yang semula berdiri ditengah-tengah Mia dan Siska kini berpindah ke sisi kanan Mia. Jemari tangan kirinya pelan merayap di sekitar bahu milik Mia sampai akhirnya dekapan hangat itu terjadi. Dekapan yang selama ini hanya Siska rasakan saat berada di keramaian. Siapa yang bilang jika kehidupan Siska sebelumnya menyenangkan? Tidak juga. Rafka yang cuek dan sangat terobsesi dengan pekerjaannya tetap tidak bisa membagi waktu. Dan Siska hanya mampu berpuas diri dengan uang yang diberikan Rafka. Uang membeli segalanya termasuk cinta. Karena nyatanya kehidupan tidak akan per
Plak,Benturan dan tamparan sahut menyahut terdengar dari balik pintu rumah keluarga Mia Claudia Raharja. Mia yang ketakutan bersembunyi dibawah kolong meja makan. Tampak jelas di depan matanya, kedua orang tua Mia yang asik bertengkar. Saling memaki, memukul dan membanting perabot dapur. "Jangan pergi Mas. Mia masih butuh kamu," bujuk Anita. Dia bersimpuh di kaki Rahman-suaminya. Memohon belas kasih Rahman. Dia rela harga dirinya direndahkan selagi rumah tangganya bisa dipertahankan. Rahang tegas Rahman tampak mengeras. Kepalan tangannya yang sejak tadi diam di samping tubuhnya kini melayang sempurna ke pipi kanan Anita. Terdengar suara yang cukup keras saat kepalan tangan Rahman bertubrukan dengan daging kenyal itu. Setelahnya lebam kemerah-merahan terlihat jelas di bagian pipi kanan Anita. Tetapi Rahman tetap melanjutkan aksi bejatnya. Berulang-ulang kali sampai darah mengalir dari sudut bibir Anita. "Berhenti memohon! Aku muak hidup bersamamu. Aku juga bosan! Lihat wajahmu ya
Setelah kejadian itu, berhari-hari Rahman tidak pulang. Justru surat cerai yang datang dari pengadilan. "Tolong tanda tangani ini," ucap kurir pengantar surat pada Anita. Tangan Anita gemetar menerima amplop coklat yang dikirimkan Rahman. Pelan jemari tangan kirinya mulai menandatangani tanda bukti penerimaan paket. "Terima kasih. Saya permisi," ucap kurir buru-buru. Anita berdiri mematung menatap kepergian kurir berseragam orange tersebut. Hatinya yang sejak sebulan terakhir membeku kini benar-benar hancur. Rumah tangga yang dia bina selama 20 tahun karam dihantam ombak perselingkuhan. "Kamu tega Mas," lirih Anita meratapi kepergian Rahman. Lelaki yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga itu telah mengangkat tangannya. Ini ujung dari perjuangan Anita dan Mia. "Ada apa Bu?" tanya Mia yang baru saja pulang sekolah. Seragam putih biru melekat di tubuh ramping Mia. Gadis itu masih belum menyadari aura kesedihan yang Anita sembunyikan. Tanpa menjawab pertanyaan Mia, Anit
Ternyata waktu tidak bisa mengobati rasa sakit yang Mia alami. Dia tumbuh semakin besar dan cantik. Tapi, hatinya kosong."Hey," ucap Niko-pacar kelima Mia. "Apa?" tanya Mia tidak bersemangat. "Kamu yang kenapa? Kok di chat gak dibales ditelepon juga gak diangkat? Kamu marah sama aku?" tanya Niko. Kepala Mia mengangguk, "Kita putus!" ucapnya lantas bangkit dan pergi begitu saja. Tanpa penjelasan apapun Mia meninggalkan Niko. Rasanya sudah cukup. Mia tidak membutuhkan Niko lagi. Informasi yang dia butuhkan sudah terkumpul. Tinggal menjalankan aksi maka rencana balas dendamnya bisa segera dimulai. Setelah Ibu meninggal, Mia memutusakan untuk membalas semua kejahatan yang pernah dilakukan Siska dan Rahman. Setiap harinya, Mia terus mencari Informasi mengenai Rahman dan Siska. Ternyata Rahman meregang nyawa saat dia dipecat dari kantor. Ekonominya merosot membuat dia depresi sedangkan Siska memilih untuk menikah lagi. "Dasar wanita ular!" gerutu Mia saat mengetahui informasi terbaru
Bukan main, Rafka benar-benar menepati janjinya. Berkata perjuangan Mia yang hampir setiap hari tak henti menanyakan keseriusan Rafka akhirnya malam ini Rafka akan melamar Mia. Malam yang indah di pinggir pantai. Cafe yang biasanya ramai sengaja dikosongkan. Tamu VIP memborong semua kursi yang ada. Malam ini khusus untuk Mia dan Rafka. "Ini cafe kenapa kosong?" tanya Mia yang memang tidak tahu menahu rencana Rafka. "Sengaja aku reservasi khusus buat kita berdua. Gimana? Kamu suka gak sama dekor tempatnya? Ini aku sendiri loh yang desain," jawab Rafka. Lampu-lampu kelap-kelip menghiasai setiap sudut ruang yang ada di cafe itu. Taman outdoor disulap jadi panggung tempat band berserta vokalisnya manggung. Lagu-lagu romantis dinyanyikan. "Gak sayang? Pasti mahal, kan?" tanya Mia. Berkali-kali Mia menoleh ke sisi kanan dan kiri, Cafe ini berubah total. Pemandangan pantai di malam hari dengan KerLiP lampu mercusuar tampak jelas di depan mata Mia. "Buat kamu semahal apapun akan aku be