Buntut dari pertengkaran hebat antara Mia dan Siska ialah rumah sakit. Mia dilarikan ke UGD dengan kondisi tak sadarkan diri. Tangan Rafka setia menggenggam tangan Mia yang dingin sedangkan Siska hanya mampu membuntuti dari belakang sembari bersumpah serapah.
Siapa yang tidak akan cemburu jika melihat suami yang dicintai justru lebih perhatian pada istri keduanya. Tapi, inilah yang diinginkan Mia. Menyiksa Siska baik secara mental maupun fisik. "Maaf Pak. Tolong tunggu di luar!" cegah suster. Genggaman tangan Rafka di jemari tangan Mia sontak terlepas. Kaki Rafka rasanya lemas setelah melihat kondisi kepala Mia yang berlumuran darah. Rafka jadi ingat siapa dalang dari kemalangan yang dialami Mia. Di dorong emosi yang meluap-luap, tubuh Rafka berbalik. Menatap tajam ke arah Siska yang santai duduk di kursi ruang tunggu UGD. "Siska!" teriak Rafka tidak lagi mempedulikan kondisi di sekitarnya. Tidak ada jawaban. Siska diam, menatap lurus ke arah pintu ruang UGD. Hatinya juga sakit saat mengetahui Rafka menikah lagi terlebih yang menjadi madunya itu Mia, anak tirinya sendiri. Kesabaran Rafka mulai habis saat Siska tak kunjung menyahut. Dengan sangat terpaksa Rafka mencekram erat lengan kanan Siska. Membuat si empunya meringis kesakitan."Lepas Rafka! Kamu menyakitiku!" teriak Siska melepas paksa cengkeraman tangan Rafka di lengannya. Bukannya melonggarkan cengkeraman tangannya, Rafka justru menekan semakin kuat. Membuat wajah Siska semakin meringis karena menahan sakit."Ini balasan karena kamu berani menyakiti Mia!" geram Rafka. Aura Rafka yang dingin semakin bertambah dingin. Ditambah lagi kekerasan yang dilakukannya pada Siska. "Rafka!" Siska terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Rafka tapi semakin ia berusaha cengkeraman tangan itu justru semakin kuat dan...BrukTanpa aba-aba Rafka langsung menghentakkan tubuh Siska sampai punggungnya menempel di dinding. "Dia istriku! Kamu gak berhak melukainya!" berang Rafka berapi-api. Nyali Siska semakin menciut. Satu dua suster yang lewat pun turut merasa ketakutan. Wajah tampan Rafka tak dapat membendung kemarahannya. Tapi Siska tidak ingin dipermalukan, maka ia paksakan dirinya untuk melawan. "Tapi aku juga istri kamu! Aku istri sah kamu!" bentak Siska. Jika melihat posisi maka posisi Siska lebih unggul. Tapi sayang, hati Rafka hanya milik Mia. Nama Siska sudah tidak ada lagi. Lenyap digantikan yang baru. Bukan karena tidak sayang hanya saja Rafka mendapatkan arti cinta yang selama ini ia cari. "Mia juga istri sah aku. Kedudukan Mia setara sama kamu bahkan kedudukan Mia jauh lebih tinggi dibandingkan kamu. Karena Mia aku bisa mencintai, karena Mia aku bisa menemukannya arti cinta yang sesungguhnya!" penjelasan Rafka lagi-lagi memukul mundur nyali Siska. Benar dugaannya, Mia mendapatkan posisi yang baik di dalam hati Rafka. Rasa takut yang selama ini hilang kembali datang. Siska berharap ini hanya mimpi tapi sayang ini justru dunia nyata. "Apa kurangnya aku?" tidak akan Siska biarkan mulutnya berhenti berbicara. Selagi masih ada celah untuk menyangkal maka Siska akan memilih jalan itu walaupun ia harus bertengkar hebat di rumah sakit dengan Rafka. Jika saja dulu Siska tidak menggangu keluarga kecil Mia, mungkin ia akan bisa hidup bahagia bersama Rafka. "Banyak! Kamu banyak kurangnya. Selama ini aku diam. Pasrah dan menerima semua kekurangan kamu termasuk soal anak!" jawab Rafka. Peluru terakhir itu akhirnya muntah. Anak, menjadi alasan utama mengapa Rafka bisa berpaling. Pria mapan mana yang tidak ingin memiliki anak? Terlebih-lebih Rafka anak tunggal. Kedua orang tuanya jelas menginginkan cucu. "Kita pernah bahas itu dan kamu setuju. Kamu gak protes. Terus sekarang kenapa kamu protes?" sejak saat itu persoalan mengenai kehadiran momongan terus dibahas. Baik oleh Rafka dan Siska maupun kedua orang tua Rafka. Saat itu Siska bisa bernapas lega karena tidak ada pihak yang mempermasalahkannya. Tapi sekarang Rafka justru menjadikan kelemahan Siska sebagai alasan. Bukannya tidak ingin memiliki anak dengan Rafka, tapi Siska tidak bisa memiliki anak lagi. Rahimnya bermasalah dan terpaksa harus diangkat. Sejak saat itu Siska tidak lagi sempurna. "Waktu itu aku menganggap semuanya akan selesai dengan adopsi. Aku merasa putus asa dan enggan menikah lagi karena takut tidak bisa menemukan wanita yang lebih dari kamu. Tapi ternyata Mia datang dan memberikan warna baru sekaligus harapan baru. Aku ingin memiliki anak. Anak kandung! Dan Mia bisa memberikan itu!" Rafka hanya ingin jujur dengan dirinya sendiri. Dikatakan atau tidak, ia tetap mendambakan seorang anak. Buah hati yang mungkin bisa menjadi tempatnya bersandar dikala tua.Seandainya saja Mia mendengar alasan Rafka menikahinya, mungkin Mia akan jauh lebih sakit hati karena Mia diperlakukan seolah-olah ia mesin pembuat anak. Tapi tidak! Tujuan Mia hanya ingin melihat Siska tersiksa. Jika ia memang harus menjadi mesin pembuat anak, maka Mia rela. Asa rasa sakitnya terbalaskan. "Tapi kan kamu bisa menikahi wanita lain! Tidak dengan sekretaris kamu itu!" geram Siska. Bukan itu alasan Siska menolak kehadiran Mia, ia hanya takut Mia jujur tentang masa lalu Siska. Hidupnya akan selesai jika Mia membuka mulutnya. Kesenangan yang selama ini Siska dapatkan akan berakhir tanpa sempat ia mengambil sebagian kekayaan milik Rafka. Selama ini Siska sibuk foya-foya karena ia pikir hari ini tidak akan pernah datang. Siska pikir Mia akan berakhir di jalanan. Tapi ternyata Mia tumbuh dengan baik sampai ia berhasil menduduki posisi sekertaris dan istri kedua Rafka. Walaupun masih di rahasiakan tapi kini cinta Rafka utuh milik Mia. "Mia bisa dipercaya. Lagipula perusahaan membutuhkan dia. Tidak ada wanita yang jauh lebih baik dibandingkan Mia," sahut Rafka. Rafka memang bukan penjelajah ranjang tapi ia bisa menilai dan memilih mana wanita yang memang layak untuk ia nikahin. Rafka bicara soal masa depan keluarganya jadi ia harus teliti. "Tapi dia bisa aja kan wanita gak bener!" mau tidak mau Siska harus memberikan hasutan yang bisa membuat Rafka goyah. Keyakinan hati Rafka akan menjadi hambatan terbesar bagi Siska untuk menggulingkan Mia dari kehidupannya. "Maksud kamu apa?" tidak ada maksud untuk terbuai hasutan Siska, Rafka hanya ingin menguji selicik dan semenjijikan apa pikiran Siska itu. "Ya bisa aja dia sering gonta-ganti pasangan. Setara dia kan cantik, masih muda, mandiri lagi. Pria mana sih yang gak kepincut sama dia!" sambil menuduh yang bukan-bukan, Siska sambil mengakui jika Mia memang wanita yang sempurna. Mia wanita yang didambakan setiap pria. Tidak dipungkiri gadis remaja tanggung yang dulu ia maki-maki kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang penuh akan karisma. "Mungkin juga dia mau sama kamu karena dia udah gak perawan. Jadi panggilan istri kedua itu gak masalah buat dia karena dia jauh lebih hina dibandingkan pelakor dan wanita kupu-kupu malam di luar sana," saat kalimat paling menyakitkan itu meluncur dari mulutnya. Saat Siska merasa menang dengan berbagai pikiran negatif yang berhasil ia rangkai, saat itulah satu ayunan tangan melayang mulus mengelus kasar pipi bagian kanannya dan menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Plak,"Dasar wanita berhati busuk!"Malam pukul 8, Mia akhirnya sadar. Pandangan pertama yang ia lihat adalah Rafka. Suaminya itu tertidur lelap di kursi dekat ranjang sambil terus menggenggam erat jemari tangan kanannya. Hati Mia bergetar melihat ketulusan yang diberikan Rafka. Belum pernah Mia mendapatkan kasih sayang yang sebesar ini walaupun untuk saat ini getaran hati itu tidak bermakna apa-apa.Kepala Mia yang dibungkus perban masih terasa sakit. Secara perlahan Mia menggerakkan badannya lalu bersuara berharap Rafka bangun dan bersedia memberikan segelas air putih yang ada di atas nakas. Pergerakan Mia yang konstan lambat laun membuahkan hasil. Tidur Rafka yang nyenyak terganggu dan saat badan Rafka kembali tegak, ia menyadari bahwa istrinya telah sadar. "Sayang," ucap Rafka penuh cinta. Rafka lantas bangkit lalu mendekap erat tubuh Mia yang lemah. Tangan lemas Mia membalas dekapan Rafka seakan ia bersyukur memiliki Rafka dalam hidupnya. Padahal itu hanya kebohongan belaka supaya Rafka tidak curiga. "Sayang,
Pernikahan Mia dan Rafka masih menghitung hari, namun gosip mulai menyebar. Itu terjadi karena Siska terus datang ke kantor. Tujuan Siska datang ke kantor hanya satu yaitu mempermalukan Mia. "Di dalam ada sekertaris Pak Rafka?" tanya Siska pada siapa saja yang ia temui di depan pintu ruang kerja Rafka. "Iya ada Bu. Itu kan tugasnya Bu Mia," jawab office girl yang kebetulan sedang membersihkan area di depan ruang kerja Rafka. "Tugas dia merangkap jadi pelakor juga?" sahut Siska sengaja memancing rasa penasaran Office girl di depannya. Raut wajah office girl itu tampak kebingungan. Seolah ia sedang menimang mana yang benar dan salah."Jika tidak percaya silahkan saja cari buktinya. Seorang sekretaris seharusnya tidak sedekat itu dengan bos nya, bukan?" lagi-lagi Siska sengaja memantik api gosip. Office girl itu balas tersenyum bingung. Merasa bosan dan tidak puas hati, Siska akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan Rafka. Pemandangan yang tidak senonoh terpampang jelas se
Rafka memenuhi janjinya. Kali ini Rafka pulang membawa kejutan besar. Menantu baru untuk Mama. "Ma," ucap Rafka pelan. Senyumnya mengembang tatkala pintu rumah terbuka. Mama dan Papa yang sedang asik menonton televisi nampak terganggu. Keduanya lantas menoleh dan..."Siapa dia? Cantik banget. Sekertaris kamu? Atau calon anak angkatmu? Kok ngadopsinya udah gede? Ini mah jadi istri kamu juga cocok!" celetuk Mama asal bicara. Mulutnya yang tidak dibekali rem itu langsung memuntahkan semua isi pikirannya. Papa sendiri hanya menatap penuh selidik. Tidak! Papa yakin wanita yang dibawa Rafka bukan calon cucunya. Sebagai seorang pria Papa tahu betul apa yang dipikirkan Rafka. "Dia emang mantu kita!" cicit Papa setelah beberapa menit fokus mengamati gerak-gerik Rafka dan istri barunya itu. Dengan kualitas akting yang mumpuni Mia berpura-pura tersipu. Dua pipinya merah merona ditambah pandangan mata yang tertuju ke lantai. Rafka setia menggenggam erat jemari tangan kanan Mia. Menandakan ji
Semua orang yang ada di rumah orang tua Rafka tercengang. Mereka diam sambil menatap tajam wajah Siska yang baru saja berdatangan dengan beberapa keranjang belanjaan bermerek branded. Siska berkali-kali menghela napasnya. Keranjang berisikan tas, sepatu dan barang mewah lainnya tergeletak begitu saja. Ia maju mendekati Mia dan...Plak,Tanpa aba-aba tangan kanan Siska terayun dan mendarat mulus di pipi kanan Mia. Semua orang yang ada di sana jelas kaget dan bingung dengan situasi yang tengah terjadi. Tapi bagi Papa semua ini hanyalah resiko yang harus diterima Rafka. "Itu setimpal!" decak Siska. Aura kemarahan dalam dirinya semakin menjadi-jadi tat kala mendengar informasi bahwa Rafka berani membawa Mia ke hadapan Mama dan Papa. Rafka yang kaget sontak maju lalu buru-buru berdiri di tengah-tengah Siska dan Mia. Membatasi gerakan tubuh Siska. "Menjauh!" ucap Rafka singkat. Kedua tangannya terbuka lebar hendak melindungi Mia. Dan benar gerak tubuh Siska jadi terbatas. Ingin kembali
Apa maksud dari perkataan mu itu pelakor!" bentak Siska. Bukannya takut, Mia justru tertawa pelan, "Santai Istri tua. Kamu sama aku itu gak ada bedanya. Kamu justru lebih hina! Lebih pelakor! Lebih murah dari apa yang kamu sangkakan kepadaku!" balas Mia tak ingin kalah. Bagi Mia tindakan Siska di masa lalu itu jauh lebih parah dibandingkan dirinya. Siska gadaikan harga dirinya agar bisa mendapatkan cinta buta dari Ayah Mia. Cinta yang dilandaskan uang. Raut wajah Siska semakin tegang, rahangnya mengeras ditambah lagi sorot mata tajamnya. Amarah itu tertahankan. "Kenapa? Kamu mau tampar aku lagi kayak tadi? Sini tampar, di sini sepi kok! Kamu bisa dengan bebas melampiaskan semua rasa sakit yang selama ini kamu rasakan. Setelah itu biarkan aku menjelaskan apa rasa sakit itu!" sambung Mia tegas. Senyum smrik menghiasi wajah cantik Mia. Wajah yang selama ini jadi Primadona banyak mata lantas demi membalas dendam jatuh di pelukan pria beristri. Tidak ada yang lebih membahagiakan diban
Jantung Siska seakan berhenti berdetak. Rafka yang tiba-tiba saja muncul membuat tingkat percaya dirinya menurun. "Tidak," lirih Siska dalam hati. Tidak, tidak untuk hari ini. Siska masih ingin menikmati hidup nyaman bergelimang harta. Walaupun mungkin ucapan Mia hanya gregetan semata tapi Siska tetap harus waspada. Ini bukan hanya soal keuangannya tapi juga kehidupannya di masa mendatang. "Kok diem?" tanya Rafka. Ia yang semula berdiri ditengah-tengah Mia dan Siska kini berpindah ke sisi kanan Mia. Jemari tangan kirinya pelan merayap di sekitar bahu milik Mia sampai akhirnya dekapan hangat itu terjadi. Dekapan yang selama ini hanya Siska rasakan saat berada di keramaian. Siapa yang bilang jika kehidupan Siska sebelumnya menyenangkan? Tidak juga. Rafka yang cuek dan sangat terobsesi dengan pekerjaannya tetap tidak bisa membagi waktu. Dan Siska hanya mampu berpuas diri dengan uang yang diberikan Rafka. Uang membeli segalanya termasuk cinta. Karena nyatanya kehidupan tidak akan per
Plak,Benturan dan tamparan sahut menyahut terdengar dari balik pintu rumah keluarga Mia Claudia Raharja. Mia yang ketakutan bersembunyi dibawah kolong meja makan. Tampak jelas di depan matanya, kedua orang tua Mia yang asik bertengkar. Saling memaki, memukul dan membanting perabot dapur. "Jangan pergi Mas. Mia masih butuh kamu," bujuk Anita. Dia bersimpuh di kaki Rahman-suaminya. Memohon belas kasih Rahman. Dia rela harga dirinya direndahkan selagi rumah tangganya bisa dipertahankan. Rahang tegas Rahman tampak mengeras. Kepalan tangannya yang sejak tadi diam di samping tubuhnya kini melayang sempurna ke pipi kanan Anita. Terdengar suara yang cukup keras saat kepalan tangan Rahman bertubrukan dengan daging kenyal itu. Setelahnya lebam kemerah-merahan terlihat jelas di bagian pipi kanan Anita. Tetapi Rahman tetap melanjutkan aksi bejatnya. Berulang-ulang kali sampai darah mengalir dari sudut bibir Anita. "Berhenti memohon! Aku muak hidup bersamamu. Aku juga bosan! Lihat wajahmu ya
Setelah kejadian itu, berhari-hari Rahman tidak pulang. Justru surat cerai yang datang dari pengadilan. "Tolong tanda tangani ini," ucap kurir pengantar surat pada Anita. Tangan Anita gemetar menerima amplop coklat yang dikirimkan Rahman. Pelan jemari tangan kirinya mulai menandatangani tanda bukti penerimaan paket. "Terima kasih. Saya permisi," ucap kurir buru-buru. Anita berdiri mematung menatap kepergian kurir berseragam orange tersebut. Hatinya yang sejak sebulan terakhir membeku kini benar-benar hancur. Rumah tangga yang dia bina selama 20 tahun karam dihantam ombak perselingkuhan. "Kamu tega Mas," lirih Anita meratapi kepergian Rahman. Lelaki yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga itu telah mengangkat tangannya. Ini ujung dari perjuangan Anita dan Mia. "Ada apa Bu?" tanya Mia yang baru saja pulang sekolah. Seragam putih biru melekat di tubuh ramping Mia. Gadis itu masih belum menyadari aura kesedihan yang Anita sembunyikan. Tanpa menjawab pertanyaan Mia, Anit