Bukan main, Rafka benar-benar menepati janjinya. Berkata perjuangan Mia yang hampir setiap hari tak henti menanyakan keseriusan Rafka akhirnya malam ini Rafka akan melamar Mia.
Malam yang indah di pinggir pantai. Cafe yang biasanya ramai sengaja dikosongkan. Tamu VIP memborong semua kursi yang ada. Malam ini khusus untuk Mia dan Rafka. "Ini cafe kenapa kosong?" tanya Mia yang memang tidak tahu menahu rencana Rafka. "Sengaja aku reservasi khusus buat kita berdua. Gimana? Kamu suka gak sama dekor tempatnya? Ini aku sendiri loh yang desain," jawab Rafka. Lampu-lampu kelap-kelip menghiasai setiap sudut ruang yang ada di cafe itu. Taman outdoor disulap jadi panggung tempat band berserta vokalisnya manggung. Lagu-lagu romantis dinyanyikan. "Gak sayang? Pasti mahal, kan?" tanya Mia. Berkali-kali Mia menoleh ke sisi kanan dan kiri, Cafe ini berubah total. Pemandangan pantai di malam hari dengan KerLiP lampu mercusuar tampak jelas di depan mata Mia. "Buat kamu semahal apapun akan aku beli!" jawab Rafka. Seulas senyum dan dekapan hangat dari samping tubuh Rafka membuat geleyar hatinya semakin membuncah.Tangan Mia mengerat di sisi lengan Rafka. "I love it dear," ucap Mia penuh cinta. Sapuan mata redupnya menjadi saksi betapa cinta itu ada di tengah kebohongan belaka."I love you too. Ayo, kita jalan lagi. Masih jauh dari panggung," ajak Rafka. Keduanya berjalan berdampingan. Alunan melodi menemani langkah kaki keduanya. Gaun berawan hitam menambah keanggunan Mia. Di sampingnya Rafka mengenakan toxedo berwana senada. Sungguh pasangan yang serasi. "Duduk," ucap Rafka. Dengan lembut Rafka menarik kursi yang akan Mia duduki. Pelan mendorongnya kembali setelah Mia duduk lantas bergegas pindah ke sisi depan, berhadap-hadapan dengan Mia. "Malam ini kamu kok romantis banget? Pake acara diner segala. Ini lagi! Buket bunganya," ucap Mia. Jemari tangannya meraih sebuket bunga yang ada di dekatnya. Di atas rangkaian bunga itu tertulis, 'Untuk kekasihku, Mia.' "Harum gak?" tanya Rafka memastikan bunga yang dia pilih benar-benar harum. "Harum, tapi kamu belum jawab pertanyaan aku!" jawab Mia. Bunganya memang harum dan indah. Mia akui Rafka tidak pernah gagal memberikan dia kebahagiaan. Walaupun sederhana tapi cukup untuk melukis senyuman manis di bibir Mia. "Sengaja. Aku kan pengen kamu senyum, bahagia supaya aku juga bahagia," jawab Rafka. Kejutan ini hanya sebagaian kecil dari apa yang telah Rafka persiapkan. Ini baru permulaan. "Aku lebih bahagia kalau kamu kasih aku cincin pertunangan kita!" balas Mia sengaja memancing pembicaraan yang akhir-akhir ini terus dibahasnya. Rafka membalasnya dengan senyuman lalu tangan kanannya merogok saku celana dan..."Aku kabulkan keinginan kamu," ucapnya sambil mengarahkan kotak kecil berwarna hitam yang didalamnya ada cincin pertunangan. "Cuma ini? Gak mau sekalian ijab qobul gitu? Aku bukan wanita yang cukup dikasih cincin. Aku perlu janji sehidup semati!" balas Mia tidak puas. Rafka kembali melengkungkan bibirnya, "Kamu emang beda dari yang lain Mi," ucapnya. Keunikan itu yang membuat Rafka jatuh hati dan tidak bisa melupakan Mia. "Kalau kamu beneran cinta sama aku, terus kenapa lama nikahin aku? Kamu masih cinta sama Istri tua itu?" tanya Mia sengaja mendesak Rafka. Cincin saja tidak ada artinya jika rencana inti Mia tidak terlaksana. Waktu yang Mia habiskan untuk masa pacaran sudah melebihi batas. Seharusnya bulan-bulan ini dia sudah menyandang status sebagai istri kedua dari Rafka. Tapi, sayang rencananya terhalang. "Sabar. Kita nikmati dulu makanan yang udah aku pesen. Setelah itu aku punya kejutan buat kamu. Ini kejutan yang wow dan spesial," jelas Rafka. Jika wanita lain yang ada di posisi Mia, jelas wanita itu akan tersenyum bahagia dengan pipi yang merah merona lain hal dengan Mia yang justru tersenyum kecut sambil menatap tajam kedua bola mata Rafka. Makanan yang lezat datang silih berganti. Dari appetaizer sampai ke dessert. Belum lagi minuman-minuman yang menggugah selera makan. Tetapi wajah Mia tetap murung. Servis kelas VIP pun tidak bisa menggantikan raut wajah Mia. "Jangan cemberut terus dong. Bentar lagi hadiahnya datang," ucap Rafka menjelaskan. Mia hanya berdecak sebal, "Hadiah apanya? Cafe kosong gini!" ketusnya. Lama kelamaan Mia mulai bosan dengan suasana cafe yang monoton. Umurnya memang masih muda, tetapi karena kebencian yang tertanam sudah tahunan maka apa yang bisa Mia banggakan?"Mana sih!" gerutu Mia setelah 5 menit berlalu dan makanan terakhir habis di lahapnya. Rafka terkekeh geli melihat raut masam di wajah Mia. "Kamu gak sabar banget sih. Pengen banget ya jadi istri aku!" celetuk Rafka yang mengundang atensi kedua bola mata Mia. Iris mata cokelat terang itu menatap semakin tajam seakan siap menerkam, 'Amit-amit. Kalau bukan karena wanita ular itu, aku sih ogah nikah sama kamu!' gerutu Mia dalam hati. Rafka memang tampan, kaya raya tapi bukan selera Mia. "Pelayan!" teriak Rafka. Pelayan restoran datang berduyun-duyun. Semua staf bahkan turut hadir dan berdiri tepat di belakang tubuh Rafka. "Ini apa maksudnya?" tanya Mia kebingungan. Apa penyamarannya terbongkar? Tetapi tidak ada satupun orang yang Mia kenal. "Penghulu, saksi. Silahkan masuk!" teriak Rafka lagi. Musik sempat berhenti mengalun. Nada yang dimainkan diubah. Nada-nada yang selalu ada di acara pernikahan menjadi penggantinya. "Maksudnya?" tanya Mia lagi. Rafka tidak menjawab, dia sibuk berkoordinasi dengan staf dapur, servis, penghulu dan saksi. Setelahnya semuanya kompak mengangguk barulah Rafka beralih dan menatap Mia yang kini berdiri memperhatikan wajah tampan Rafka. "Will you marry me? Ini kejutan terakhir yang aku persiapkan untuk kamu. Pernikahan kilat di cafe kalapan. Aku sengaja tidak memberitahu kamu. Tidak ada persiapan khusus, hanya penghulu, saksi dan musik. Gaun pengantin beserta dekorasi khas pernikahan tidak mudah untuk aku persiapkan. So, Will you marry me tonight?" jelas Rafka. Semua staf yang bekerja sama dengan Rafka akan menjadi saksi bisu perjalanan cinta Rafka bersama Mia. Cinta sepihak yang dijalankan Rafka. "Kamu gak lagi bencana, kan? Perasaan tadi kita makan makanan yang sama? Gak ada racun di makanan kamu, kan? Ini beneran? Kita nikah malam ini?" Mia tentunya kaget dengan rencana Rafka. Mana bisa dia menikah malam ini! Tapi, menunda juga bukan solusi yang baik. "Iya. Kita nikah malam ini, terus nanti pagi kita flight ke Bali. Honeymoon beres dari Bali kita kerja lagi!" jelas Rafka. Semuanya sudah tersusun rapih. Semoga saja tidak ada penundaan. Pernikahan kedua ini ada tanpa restu Siska. Beruntung keluarga Rafka menyetujuinya. Mereka lebih peduli pada Mia yang jelas asal-usul dan pendidikannya dibandingkan Siska yang terang-terangan numpang hidup. "I will marry you," jawab Mia. Masam berganti manis. Itu yang tampak di raut wajah Mia. Tanpa basa-basi penghulu dan staf servis cafe bergegas mengatur tata letak meja. Semua berkumpul. Berdiri di belakang mempelai dan penghulu. Musik tetap mengalun. Semakin larut semakin syahdu dan saat ijab qobul diucapkan, semua yang ada di sana tersenyum senang. "Saya terima nikah dan kawinnya Mia Claudia Raharja binti bapak Rahman Raharja dengan maskawin tersebut dibayar tunai," ucap Rafka lancar. "Sah!" sahut pada saksi. "Selamat datang di duniaku Siska!" ucap Mia dalam hati. Senyumnya malam ini khusus untuk Siska. Wanita itu akan mendapatkan apa yang telah dia tanaman. Kebencian dan amarah Mia sebentar lagi akan terbalaskan tanpa ampun apalagi belas kasih. "Hidupmu akan hancur!"Baru 24 jam Mia sah menjadi istri kedua Rafka, tapi siang ini Mia justru didatangi Siska. Tanpa rasa takut Mia menyambut kedatangan Siska dikantor suaminya. Tidak ada yang tahu jika di dalam ruangan Rafka kedua wanita itu sedang bertengkar hebat. Belum sempat tangan Siska melayang, tangan Mia lebih dulu terayun. Suara tamparan itu terdengar menggema di ruang kerja Rafka. "Perih?" tanya Mia pada Siska-Istri pertama Rafka. Siska datang membawa amarahnya, tetapi Mia yang lebih dulu melawan. Tak tinggal diam Mia kembali melayangkan tamparan kedua. Tamparannya kali ini mampu membuat kaki Siska lemas. Sampai Siska tersungkur ke lantai. "Ups, berdarah? Wah, tamparanku ternyata sangat kencang ya!" lanjut Mia. Senyuman simpul terukir di bibir ranumnya, deretan gigi putih turut tampak. Mia bahkan sempat meniup telapak tangannya yang panas. Siska diam membisu dengan tatapan nanar. Dia jelas kaget karena lawannya kini berani melawan. "Kenapa? Kamu takut?" ejek Mia tanpa rasa takut.Tiba-ti
Buntut dari pertengkaran hebat antara Mia dan Siska ialah rumah sakit. Mia dilarikan ke UGD dengan kondisi tak sadarkan diri. Tangan Rafka setia menggenggam tangan Mia yang dingin sedangkan Siska hanya mampu membuntuti dari belakang sembari bersumpah serapah.Siapa yang tidak akan cemburu jika melihat suami yang dicintai justru lebih perhatian pada istri keduanya. Tapi, inilah yang diinginkan Mia. Menyiksa Siska baik secara mental maupun fisik. "Maaf Pak. Tolong tunggu di luar!" cegah suster. Genggaman tangan Rafka di jemari tangan Mia sontak terlepas. Kaki Rafka rasanya lemas setelah melihat kondisi kepala Mia yang berlumuran darah. Rafka jadi ingat siapa dalang dari kemalangan yang dialami Mia. Di dorong emosi yang meluap-luap, tubuh Rafka berbalik. Menatap tajam ke arah Siska yang santai duduk di kursi ruang tunggu UGD. "Siska!" teriak Rafka tidak lagi mempedulikan kondisi di sekitarnya. Tidak ada jawaban. Siska diam, menatap lurus ke arah pintu ruang UGD. Hatinya juga saki
Malam pukul 8, Mia akhirnya sadar. Pandangan pertama yang ia lihat adalah Rafka. Suaminya itu tertidur lelap di kursi dekat ranjang sambil terus menggenggam erat jemari tangan kanannya. Hati Mia bergetar melihat ketulusan yang diberikan Rafka. Belum pernah Mia mendapatkan kasih sayang yang sebesar ini walaupun untuk saat ini getaran hati itu tidak bermakna apa-apa.Kepala Mia yang dibungkus perban masih terasa sakit. Secara perlahan Mia menggerakkan badannya lalu bersuara berharap Rafka bangun dan bersedia memberikan segelas air putih yang ada di atas nakas. Pergerakan Mia yang konstan lambat laun membuahkan hasil. Tidur Rafka yang nyenyak terganggu dan saat badan Rafka kembali tegak, ia menyadari bahwa istrinya telah sadar. "Sayang," ucap Rafka penuh cinta. Rafka lantas bangkit lalu mendekap erat tubuh Mia yang lemah. Tangan lemas Mia membalas dekapan Rafka seakan ia bersyukur memiliki Rafka dalam hidupnya. Padahal itu hanya kebohongan belaka supaya Rafka tidak curiga. "Sayang,
Pernikahan Mia dan Rafka masih menghitung hari, namun gosip mulai menyebar. Itu terjadi karena Siska terus datang ke kantor. Tujuan Siska datang ke kantor hanya satu yaitu mempermalukan Mia. "Di dalam ada sekertaris Pak Rafka?" tanya Siska pada siapa saja yang ia temui di depan pintu ruang kerja Rafka. "Iya ada Bu. Itu kan tugasnya Bu Mia," jawab office girl yang kebetulan sedang membersihkan area di depan ruang kerja Rafka. "Tugas dia merangkap jadi pelakor juga?" sahut Siska sengaja memancing rasa penasaran Office girl di depannya. Raut wajah office girl itu tampak kebingungan. Seolah ia sedang menimang mana yang benar dan salah."Jika tidak percaya silahkan saja cari buktinya. Seorang sekretaris seharusnya tidak sedekat itu dengan bos nya, bukan?" lagi-lagi Siska sengaja memantik api gosip. Office girl itu balas tersenyum bingung. Merasa bosan dan tidak puas hati, Siska akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan Rafka. Pemandangan yang tidak senonoh terpampang jelas se
Rafka memenuhi janjinya. Kali ini Rafka pulang membawa kejutan besar. Menantu baru untuk Mama. "Ma," ucap Rafka pelan. Senyumnya mengembang tatkala pintu rumah terbuka. Mama dan Papa yang sedang asik menonton televisi nampak terganggu. Keduanya lantas menoleh dan..."Siapa dia? Cantik banget. Sekertaris kamu? Atau calon anak angkatmu? Kok ngadopsinya udah gede? Ini mah jadi istri kamu juga cocok!" celetuk Mama asal bicara. Mulutnya yang tidak dibekali rem itu langsung memuntahkan semua isi pikirannya. Papa sendiri hanya menatap penuh selidik. Tidak! Papa yakin wanita yang dibawa Rafka bukan calon cucunya. Sebagai seorang pria Papa tahu betul apa yang dipikirkan Rafka. "Dia emang mantu kita!" cicit Papa setelah beberapa menit fokus mengamati gerak-gerik Rafka dan istri barunya itu. Dengan kualitas akting yang mumpuni Mia berpura-pura tersipu. Dua pipinya merah merona ditambah pandangan mata yang tertuju ke lantai. Rafka setia menggenggam erat jemari tangan kanan Mia. Menandakan ji
Semua orang yang ada di rumah orang tua Rafka tercengang. Mereka diam sambil menatap tajam wajah Siska yang baru saja berdatangan dengan beberapa keranjang belanjaan bermerek branded. Siska berkali-kali menghela napasnya. Keranjang berisikan tas, sepatu dan barang mewah lainnya tergeletak begitu saja. Ia maju mendekati Mia dan...Plak,Tanpa aba-aba tangan kanan Siska terayun dan mendarat mulus di pipi kanan Mia. Semua orang yang ada di sana jelas kaget dan bingung dengan situasi yang tengah terjadi. Tapi bagi Papa semua ini hanyalah resiko yang harus diterima Rafka. "Itu setimpal!" decak Siska. Aura kemarahan dalam dirinya semakin menjadi-jadi tat kala mendengar informasi bahwa Rafka berani membawa Mia ke hadapan Mama dan Papa. Rafka yang kaget sontak maju lalu buru-buru berdiri di tengah-tengah Siska dan Mia. Membatasi gerakan tubuh Siska. "Menjauh!" ucap Rafka singkat. Kedua tangannya terbuka lebar hendak melindungi Mia. Dan benar gerak tubuh Siska jadi terbatas. Ingin kembali
Apa maksud dari perkataan mu itu pelakor!" bentak Siska. Bukannya takut, Mia justru tertawa pelan, "Santai Istri tua. Kamu sama aku itu gak ada bedanya. Kamu justru lebih hina! Lebih pelakor! Lebih murah dari apa yang kamu sangkakan kepadaku!" balas Mia tak ingin kalah. Bagi Mia tindakan Siska di masa lalu itu jauh lebih parah dibandingkan dirinya. Siska gadaikan harga dirinya agar bisa mendapatkan cinta buta dari Ayah Mia. Cinta yang dilandaskan uang. Raut wajah Siska semakin tegang, rahangnya mengeras ditambah lagi sorot mata tajamnya. Amarah itu tertahankan. "Kenapa? Kamu mau tampar aku lagi kayak tadi? Sini tampar, di sini sepi kok! Kamu bisa dengan bebas melampiaskan semua rasa sakit yang selama ini kamu rasakan. Setelah itu biarkan aku menjelaskan apa rasa sakit itu!" sambung Mia tegas. Senyum smrik menghiasi wajah cantik Mia. Wajah yang selama ini jadi Primadona banyak mata lantas demi membalas dendam jatuh di pelukan pria beristri. Tidak ada yang lebih membahagiakan diban
Jantung Siska seakan berhenti berdetak. Rafka yang tiba-tiba saja muncul membuat tingkat percaya dirinya menurun. "Tidak," lirih Siska dalam hati. Tidak, tidak untuk hari ini. Siska masih ingin menikmati hidup nyaman bergelimang harta. Walaupun mungkin ucapan Mia hanya gregetan semata tapi Siska tetap harus waspada. Ini bukan hanya soal keuangannya tapi juga kehidupannya di masa mendatang. "Kok diem?" tanya Rafka. Ia yang semula berdiri ditengah-tengah Mia dan Siska kini berpindah ke sisi kanan Mia. Jemari tangan kirinya pelan merayap di sekitar bahu milik Mia sampai akhirnya dekapan hangat itu terjadi. Dekapan yang selama ini hanya Siska rasakan saat berada di keramaian. Siapa yang bilang jika kehidupan Siska sebelumnya menyenangkan? Tidak juga. Rafka yang cuek dan sangat terobsesi dengan pekerjaannya tetap tidak bisa membagi waktu. Dan Siska hanya mampu berpuas diri dengan uang yang diberikan Rafka. Uang membeli segalanya termasuk cinta. Karena nyatanya kehidupan tidak akan per