Baru 24 jam Mia sah menjadi istri kedua Rafka, tapi siang ini Mia justru didatangi Siska. Tanpa rasa takut Mia menyambut kedatangan Siska dikantor suaminya. Tidak ada yang tahu jika di dalam ruangan Rafka kedua wanita itu sedang bertengkar hebat.
Belum sempat tangan Siska melayang, tangan Mia lebih dulu terayun. Suara tamparan itu terdengar menggema di ruang kerja Rafka. "Perih?" tanya Mia pada Siska-Istri pertama Rafka. Siska datang membawa amarahnya, tetapi Mia yang lebih dulu melawan. Tak tinggal diam Mia kembali melayangkan tamparan kedua. Tamparannya kali ini mampu membuat kaki Siska lemas. Sampai Siska tersungkur ke lantai. "Ups, berdarah? Wah, tamparanku ternyata sangat kencang ya!" lanjut Mia. Senyuman simpul terukir di bibir ranumnya, deretan gigi putih turut tampak. Mia bahkan sempat meniup telapak tangannya yang panas. Siska diam membisu dengan tatapan nanar. Dia jelas kaget karena lawannya kini berani melawan. "Kenapa? Kamu takut?" ejek Mia tanpa rasa takut.Tiba-tiba Mia tertawa kencang lantas berjalan mendekati Siska yang hanya diam tidak memberikan perlawanan. "Hey, kamu itu istri pertama. Lawan aku!" teriak Mia sambil menjambak rambut Siska. Raut wajah Mia yang sempat ceria berubah drastis. Mia kini menatap tajam wajah Siska. Warna merah tampak di kedua pipi Siska, tangan kiri Mia lantas mengelus lembut pipi tirus itu. "Ada apa denganmu? Bukankah posisi ini terbalik?" tanya Mia. Setiap ucapan yang keluar dari mulut Mia terdengar menyeramkan di telinga Siska. Dia tidak bisa berkutik saat mengetahui bahwa Mia istir simpanan Rafka. Semua yang terjadi saat ini benar-benar diluar kendali Siska. "Jawab wanita ular!" bentak Mia kesal karena diabaikan. "Apa mau mu?" tanya Siska. Suaranya bergetar hebat. Dia ketakutan. "Hahaha..." Tawa Mia pecah saat mendengar suara bergetar Siska. Air matanya jatuh bersama dengan kepala Siska yang sengaja dibanting Mia.Tanpa rasa bersalah Mia bangkit lalu kembali menatap Siska yang hanya bisa duduk lemas di lantai atas lantai pualam. "Hentikan sandiwaramu! Aku tahu kamu hanya akan memanfaatkan luka-luka itu!" desis Mia. Apalagi yang bisa Siska lakukan selain mengadu pada Rafka. Bertindak seakan dia korban. "Ternyata aktingmu cukup baik, tapi sayang wanita ular seperti kamutidak akan bisa bertahan di game kedua ini. Aku hebat bukan? Berhasil merusak rumah tangga kamu? Menghancurkan masa depan indah yang sudah kamu rancang dan aku berhasil merebut cinta suamimu!" ucap Mia bangga dengan tindakannya. Walau menjadi istri simpanan Rafka, tapi Mia senang karena dia berhasil membalaskan rasa sakit hatinya. "Kenapa? Kamu marah? Kecewa? Sedih? Kamu tidak menerima kenyataan ini? Kamu ingin membunuhku?" ucapan Mia semakin lama semakin menusuk. Dia kembali maju dan menjambak rambut Siska hingga wanita berusia 32 tahun itu mendongak. "Lepaskan aku!" teriak Siska kesakitan. Mia justru tersenyum manis melihat wajah kesakitan Siska. "Ingat rasa sakit ini! Ini belum seberapa! Aku bahkan belum memulai permainan, tapi kamu justru sudah mengemis meminta pengampunan. Bangkitlah wahai wanita ular yang tidak memiliki hati!" geram Mia. Mia tahu Siska hanya bersandiwara. Mia tidak akan lengah, dia tidak akan membiarkan Siska menang. Kali ini semua rasa sakitnya akan terbalaskan. "Dasar wanita gila!" kini Siska berani melawan dan mengatai Mia gila. "Hahahaha!" tawa Mia bertambah kencang. Di ruangan yang sepi, dingin dan gelap suara Mia semakin menggema dan terdengar ngilu. Ruang kerja Rafka disulap bagaikan goa di tengah hutan. Mia benar bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Dia bahkan senang saat mengetahui jika Siska sadar dirinya di madu. Rasa takut Siska bertambah besar. Bulu kuduknya berdiri. Hari ini Siska tersudutkan. Setelah mengehentikan tawanya, Mia menunduk menatap kedua bola mata Siska dari jarak 10 cm. Senyuman terbit kembali. "Ya, aku memang gila dan kamu yang membuat aku gila. Apa kamu lupa dengan kejadian 10 tahun yang lalu?" tanya Mia penuh kebencian. Susah payah Siska menelan salivanya. Jika Rafka sampai tahu masa lalu Siska, maka...'Aku gak mau hidup susah,' cicit Siska dalam hati. "Kenapa diam? Kamu takut aku ngadu sama Rafka?" tanya Mia penuh selidik. Kartu as yang dipegang Mia bukan hanya itu. Dia bisa dengan mudah membuat hidup Siska hancur. "Tenang. Aku masih memiliki hati nurani..." kalimat Mia terhenti dia lantas melepaskan tangannya dari rambut Siska lalu mendekat dan berbisik lirih ditelinga Siska, "Permainan tidak akan menyenangkan jika kamu menderita diawal. Kamu harus menikmati permainan yang kubuat ini. Semuanya harus impas!" sambungnya. Dinginnya suhu udara di ruangan itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ucapan-ucapan Mia. "Ingat ini!" ucap Mia sambil menunjukkan sebuah video yang sengaja dia simpan di ponselnya. "Dengar baik-baik ucapan suamimu!" tegas Mia. Ponsel Mia tepat berada di depan mata Siska. Membuat wanita itu mudah melihatnya. Video itu menayangkan meriahnya acara pernikahan Mia dan Rafka. Tanpa kehadiran Siska, keduanya melangsungkan pernikahan. Rafka tampak bahagia terutama setelah ijab kabul terucapkan. "Sah!" teriak penghulu, staf cafe dan para saksi lainnya. Senyuman Mia semakin lebar, gigi putihnya sekali lagi terlihat. Buru-buru dia menjauhkan ponselnya dari wajah Siska. "Bukankah menyakitkan? Tapi sekali lagi ini belum seberapa? Dan ingat baik-baik!" kalimat Mia kembali terhenti. Tidak ada perlawanan Siska hanya mampu menelan ludahnya. Tangan Mia tak tinggal diam. Dia kembali menjambak rambut Siska dan mencekeram erat bahu kiri Siska. Ringkih kesakitan semakin terdengar. "Disaat suami kamu mengucapkan kalimat ijab kabul itu, berarti perang diantara kita di mulai. Dan tenang, aku bermain di depan, jadi bersiaplah menerima balasan dari perbuat kamu di masa lalu!" ancam Mia tak lupa memberikan senyum paling menawan di ujung kalimatnya. Bukan hal yang mudah untuk berada di posisi Mia saat ini. Dia harus melewati berbagai ujian sampai akhirnya dia berani melawan wanita ular di hadapannya. Semuanya harus terbalaskan, kematian kedua orang tuanya termasuk kehancuran keluarga kecilnya. "Dasar anak iblis!" teriak Siska. Susah payah dia melepaskan cengkraman tangan Mia di rambutnya. Siska bahkan sempat meludahi wajah Mia, tapi Mia justru tersenyum lebar. "Kamu yang membuat aku seperti sekarang. Jangan salahkan aku!" balas Mia santai lantas melepaskan cengkraman tangannya dari rambut Siska lalu berjalan menjauh. Suara langkah kaki yang mendekat membuat Mia buru-buru menghentikan aksinya. Waktunya untuk akting. Amarah yang ada pada diri Siska sudah cukup untuk meluruskan rencananya. Kejahatan berikutnya akan menjadi nilai plus bagi Mia. "Pukul aku jika kamu memang berani!" ucap Mia. Posisi Mia berada di dekat pintu ruang kerja Rafka sedangkan Siska berdiri di dekat meja kerja Rafka. 'Saatnya menunjukkan siapa yang pantas jadi istri Rafka,' ucap Mia dalam hati. Sebelum tangan Rafka menyentuh gagang pintu ruang kerjanya, suara benda pecah lebih dulu terdengar. Pyar,Rafka berlari dengan tergesa-gesa tanpa mengetuk pintu lebih dulu tangan kanan Rafka buru-buru memutar kenop pintu. Mia jatuh tepat pada saat Rafka berhasil membuka pintu ruang kerjanya. Wajahnya yang sempurna menghadap ke pintu tampak jelas di mata Rafka. Darah mengalir dari bagian belakang kepala Mia pas bunga yang dilempar Siska tepat mengenai sasaran hanya saja waktu balas dendamnya kurang tepat. Sebelum pas bunga itu melayang, Mia masih sempat tertawa. Tawa Mia yang kencang itu yang mendorong Siska bertindak nekad. Merasa kalah dan direndahkan Siska gelap mata lupa jika posisinya saat ini sedang di ruang kerja Rafka. Rafka bergegas berlari dan mendekap tubuh Mia yang bersimbah darah. Kemeja berwarna biru yang Mia kenakan sebagai warnanya berubah karena tetesan darah Mia. "Kamu berani menyentuh istriku?" bentak Rafka membuat jantung Siska berhenti berdetak. Mia yang tidak sadarkan diri tidak bisa mendengar pertengkaran Rafka dan Siska tapi dia cukup senang dengan apa yang terjadi saat ini. Rencananya berhasil namun nyawanya terancam. Lemparan pas itu ternyata mampu membuat darah di tubuhnya mengalir, akankah Mia berhasil menuntaskan dendamnya? Bisakah dia melawan malaikat maut?Buntut dari pertengkaran hebat antara Mia dan Siska ialah rumah sakit. Mia dilarikan ke UGD dengan kondisi tak sadarkan diri. Tangan Rafka setia menggenggam tangan Mia yang dingin sedangkan Siska hanya mampu membuntuti dari belakang sembari bersumpah serapah.Siapa yang tidak akan cemburu jika melihat suami yang dicintai justru lebih perhatian pada istri keduanya. Tapi, inilah yang diinginkan Mia. Menyiksa Siska baik secara mental maupun fisik. "Maaf Pak. Tolong tunggu di luar!" cegah suster. Genggaman tangan Rafka di jemari tangan Mia sontak terlepas. Kaki Rafka rasanya lemas setelah melihat kondisi kepala Mia yang berlumuran darah. Rafka jadi ingat siapa dalang dari kemalangan yang dialami Mia. Di dorong emosi yang meluap-luap, tubuh Rafka berbalik. Menatap tajam ke arah Siska yang santai duduk di kursi ruang tunggu UGD. "Siska!" teriak Rafka tidak lagi mempedulikan kondisi di sekitarnya. Tidak ada jawaban. Siska diam, menatap lurus ke arah pintu ruang UGD. Hatinya juga saki
Malam pukul 8, Mia akhirnya sadar. Pandangan pertama yang ia lihat adalah Rafka. Suaminya itu tertidur lelap di kursi dekat ranjang sambil terus menggenggam erat jemari tangan kanannya. Hati Mia bergetar melihat ketulusan yang diberikan Rafka. Belum pernah Mia mendapatkan kasih sayang yang sebesar ini walaupun untuk saat ini getaran hati itu tidak bermakna apa-apa.Kepala Mia yang dibungkus perban masih terasa sakit. Secara perlahan Mia menggerakkan badannya lalu bersuara berharap Rafka bangun dan bersedia memberikan segelas air putih yang ada di atas nakas. Pergerakan Mia yang konstan lambat laun membuahkan hasil. Tidur Rafka yang nyenyak terganggu dan saat badan Rafka kembali tegak, ia menyadari bahwa istrinya telah sadar. "Sayang," ucap Rafka penuh cinta. Rafka lantas bangkit lalu mendekap erat tubuh Mia yang lemah. Tangan lemas Mia membalas dekapan Rafka seakan ia bersyukur memiliki Rafka dalam hidupnya. Padahal itu hanya kebohongan belaka supaya Rafka tidak curiga. "Sayang,
Pernikahan Mia dan Rafka masih menghitung hari, namun gosip mulai menyebar. Itu terjadi karena Siska terus datang ke kantor. Tujuan Siska datang ke kantor hanya satu yaitu mempermalukan Mia. "Di dalam ada sekertaris Pak Rafka?" tanya Siska pada siapa saja yang ia temui di depan pintu ruang kerja Rafka. "Iya ada Bu. Itu kan tugasnya Bu Mia," jawab office girl yang kebetulan sedang membersihkan area di depan ruang kerja Rafka. "Tugas dia merangkap jadi pelakor juga?" sahut Siska sengaja memancing rasa penasaran Office girl di depannya. Raut wajah office girl itu tampak kebingungan. Seolah ia sedang menimang mana yang benar dan salah."Jika tidak percaya silahkan saja cari buktinya. Seorang sekretaris seharusnya tidak sedekat itu dengan bos nya, bukan?" lagi-lagi Siska sengaja memantik api gosip. Office girl itu balas tersenyum bingung. Merasa bosan dan tidak puas hati, Siska akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan Rafka. Pemandangan yang tidak senonoh terpampang jelas se
Rafka memenuhi janjinya. Kali ini Rafka pulang membawa kejutan besar. Menantu baru untuk Mama. "Ma," ucap Rafka pelan. Senyumnya mengembang tatkala pintu rumah terbuka. Mama dan Papa yang sedang asik menonton televisi nampak terganggu. Keduanya lantas menoleh dan..."Siapa dia? Cantik banget. Sekertaris kamu? Atau calon anak angkatmu? Kok ngadopsinya udah gede? Ini mah jadi istri kamu juga cocok!" celetuk Mama asal bicara. Mulutnya yang tidak dibekali rem itu langsung memuntahkan semua isi pikirannya. Papa sendiri hanya menatap penuh selidik. Tidak! Papa yakin wanita yang dibawa Rafka bukan calon cucunya. Sebagai seorang pria Papa tahu betul apa yang dipikirkan Rafka. "Dia emang mantu kita!" cicit Papa setelah beberapa menit fokus mengamati gerak-gerik Rafka dan istri barunya itu. Dengan kualitas akting yang mumpuni Mia berpura-pura tersipu. Dua pipinya merah merona ditambah pandangan mata yang tertuju ke lantai. Rafka setia menggenggam erat jemari tangan kanan Mia. Menandakan ji
Semua orang yang ada di rumah orang tua Rafka tercengang. Mereka diam sambil menatap tajam wajah Siska yang baru saja berdatangan dengan beberapa keranjang belanjaan bermerek branded. Siska berkali-kali menghela napasnya. Keranjang berisikan tas, sepatu dan barang mewah lainnya tergeletak begitu saja. Ia maju mendekati Mia dan...Plak,Tanpa aba-aba tangan kanan Siska terayun dan mendarat mulus di pipi kanan Mia. Semua orang yang ada di sana jelas kaget dan bingung dengan situasi yang tengah terjadi. Tapi bagi Papa semua ini hanyalah resiko yang harus diterima Rafka. "Itu setimpal!" decak Siska. Aura kemarahan dalam dirinya semakin menjadi-jadi tat kala mendengar informasi bahwa Rafka berani membawa Mia ke hadapan Mama dan Papa. Rafka yang kaget sontak maju lalu buru-buru berdiri di tengah-tengah Siska dan Mia. Membatasi gerakan tubuh Siska. "Menjauh!" ucap Rafka singkat. Kedua tangannya terbuka lebar hendak melindungi Mia. Dan benar gerak tubuh Siska jadi terbatas. Ingin kembali
Apa maksud dari perkataan mu itu pelakor!" bentak Siska. Bukannya takut, Mia justru tertawa pelan, "Santai Istri tua. Kamu sama aku itu gak ada bedanya. Kamu justru lebih hina! Lebih pelakor! Lebih murah dari apa yang kamu sangkakan kepadaku!" balas Mia tak ingin kalah. Bagi Mia tindakan Siska di masa lalu itu jauh lebih parah dibandingkan dirinya. Siska gadaikan harga dirinya agar bisa mendapatkan cinta buta dari Ayah Mia. Cinta yang dilandaskan uang. Raut wajah Siska semakin tegang, rahangnya mengeras ditambah lagi sorot mata tajamnya. Amarah itu tertahankan. "Kenapa? Kamu mau tampar aku lagi kayak tadi? Sini tampar, di sini sepi kok! Kamu bisa dengan bebas melampiaskan semua rasa sakit yang selama ini kamu rasakan. Setelah itu biarkan aku menjelaskan apa rasa sakit itu!" sambung Mia tegas. Senyum smrik menghiasi wajah cantik Mia. Wajah yang selama ini jadi Primadona banyak mata lantas demi membalas dendam jatuh di pelukan pria beristri. Tidak ada yang lebih membahagiakan diban
Jantung Siska seakan berhenti berdetak. Rafka yang tiba-tiba saja muncul membuat tingkat percaya dirinya menurun. "Tidak," lirih Siska dalam hati. Tidak, tidak untuk hari ini. Siska masih ingin menikmati hidup nyaman bergelimang harta. Walaupun mungkin ucapan Mia hanya gregetan semata tapi Siska tetap harus waspada. Ini bukan hanya soal keuangannya tapi juga kehidupannya di masa mendatang. "Kok diem?" tanya Rafka. Ia yang semula berdiri ditengah-tengah Mia dan Siska kini berpindah ke sisi kanan Mia. Jemari tangan kirinya pelan merayap di sekitar bahu milik Mia sampai akhirnya dekapan hangat itu terjadi. Dekapan yang selama ini hanya Siska rasakan saat berada di keramaian. Siapa yang bilang jika kehidupan Siska sebelumnya menyenangkan? Tidak juga. Rafka yang cuek dan sangat terobsesi dengan pekerjaannya tetap tidak bisa membagi waktu. Dan Siska hanya mampu berpuas diri dengan uang yang diberikan Rafka. Uang membeli segalanya termasuk cinta. Karena nyatanya kehidupan tidak akan per
Plak,Benturan dan tamparan sahut menyahut terdengar dari balik pintu rumah keluarga Mia Claudia Raharja. Mia yang ketakutan bersembunyi dibawah kolong meja makan. Tampak jelas di depan matanya, kedua orang tua Mia yang asik bertengkar. Saling memaki, memukul dan membanting perabot dapur. "Jangan pergi Mas. Mia masih butuh kamu," bujuk Anita. Dia bersimpuh di kaki Rahman-suaminya. Memohon belas kasih Rahman. Dia rela harga dirinya direndahkan selagi rumah tangganya bisa dipertahankan. Rahang tegas Rahman tampak mengeras. Kepalan tangannya yang sejak tadi diam di samping tubuhnya kini melayang sempurna ke pipi kanan Anita. Terdengar suara yang cukup keras saat kepalan tangan Rahman bertubrukan dengan daging kenyal itu. Setelahnya lebam kemerah-merahan terlihat jelas di bagian pipi kanan Anita. Tetapi Rahman tetap melanjutkan aksi bejatnya. Berulang-ulang kali sampai darah mengalir dari sudut bibir Anita. "Berhenti memohon! Aku muak hidup bersamamu. Aku juga bosan! Lihat wajahmu ya