Selamat membaca.Telingga Sania berdenging, tubuhnya terasa panas. Namun hari ini sedang hujan lebat, tangannya mengengam erat gaunnya. Dan matanya terasa sangat panas dan basah.***Hosh!Sania terbangun dari tidurnya, dan yang pertama ia lihat adalah kamarnya. Hotel tempat ia menginap, dan bukannya rumah sakit.Suara telepon berbunyi. Sepertinya itu berasal dari Front office.Sania yang sedang menggunakan piyama segera bangun, namun kepalanya sedikit pusing. Sepertinya ia mabuk kemarin."Hallo, ada apa?" tanya Sania langsung."Kau baik-baik? Kapan kau akan keluar dan makan? Kami pikir kau sudah membusuk di dalam kamar gratis itu."Kamar gratis? Sania mengerutkan keningnya bingung, karena ia tak "jangan-jangan saat ia menjadi Weiters itu bukanlah mimpi?" Gumam Sania, dia lalu mencengkram rambutnya kuat.Tanpa sengaja ia menatap ke arah kaca. "Siapa yang membawaku ke kamar?" tanya Sania pada Daisy."Tentu saja aku.""Begitu ya.""Keluarlah…."Belum sempat melanjutkan kata-katanya, San
Selamat membaca.Dor!Dor!Seseorang menembak, tetapi untungnya meleset. Dan Sania buru-buru pergi dari tempat tersebut, tetapi sebelum ia pergi. Ia mengelengkan kepalanya pada Darrel yang mencoba untuk keluar dan membantunya."Kita tidak boleh ikut campur lebih dari ini!" ucap Luke, dia meminta Darrel untuk bergegas pergi dari tempat ini. Meski ia, sejujurnya cemas dan khawatir pada Sania.Tetapi melihat Sania yang kacau, Luke memutuskan untuk berhenti dan membiarkan takdir yang bekerja untuknya.***Esok harinya, di perusahaan utama Nagatama. Luke dan Darrel yang sedang berada di kantor, melihat berita yang tidak membuat mereka kaget lagi.Di rumah sakit, Nael juga melihat berita yang sama. Di rumah, Tuan besar Frank juga sedang menonton berita yang sama.Judul berita tersebut: SEORANG WANITA DI TEMUKAN TEWAS DI JALANAN KARENA LUKA TEMBAK. Posilisi masih menyelidiki kasus ini…."Pada akhirnya dia mati juga." komentar tuan Frank sembari menyeruput kopi paginya, sembari membaca koran
Selamat membaca.Tubuhku gemetar ketakutan, namun sebuah tangan tiba-tiba saja mengandeng tanganku….***Hah! Aku membuka mataku, dan pertama kali ku lihat. Tentu saja langit-langit putih, yang identik dengan rumah sakit. "Jangan bilang kalau Luke yang membawaku ke tempat ini?" pikir Sania membatin.Dia yang masih setengah sadar langsung melapor selimut, seperti kebiasaan yang selalu ia lakukan karena membenci rumah sakit.Akan tetapi, tangan lain menahan bahu Sania. Dan membuat wanita itu kembali dalam posisinya semula."Apa yang…."Ucapannya berhenti, saat melihat sosok yang mendorongnya. Tidak lain adalah Tuan Frank, pria yang sudah cukup tua dengan dasi dan tongkat itu kini menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Sania.Sania jelas mengenalnya, tapi pria tua itu tidak demikian."Saya harus pergi.""Tidak, Sania. Apakah hanya itu namamu?"Kenapa tiba-tiba ia bertanya begitu? Sania berpikir sejenak. Sebelum mencari ke arah kiri dan kanan, namun tak dia temukan orang lain selain
Selamat membaca."APA YANG KAULAKUKAN?" Nael benar-benar panik, akan tetapi Sania malah merespon dengan hanya tersenyum saja.Di saat bersamaan, ponsel Nael terus-terusan berbunyi. Yang berasal dari Luke Conan, tapi Nael engan menjawab teleponnya."Nael, apakah kamu masih…."BRAK!Ucapan Sania berhenti saat beberapa orang bertubuh besar masuk secara paksa, padahal pintunya kan tidak di kunci. Lalu di tengah-tengah mereka Luke dan Darrel masuk secara bersamaan.Pria itu. "Kemari!" titah Luke dingin, pada Sania. Tetapi wanita itu malah menaikan satu alisnya ke atas saat menatap pria yang tidak pernah berubah itu, lalu tersenyum."SANIA!""Apa ingatanmu sudah kembali?" tanya Sania penasaran.Harusnya, sudah kembali kan. Tetapi Luke malah menatap Nael yang terlihat cemas. Lalu menjawab, "ya. Sekarang kemarilah.""Kau marah padaku?""Sania, di luar hujan. Kau bisa sakit lagi.""Aku bertanya, apa kau, marah padaku?" ulang Sania.Ia juga tak suka seperti ini, tapi ia membutuhkan jawaban Luk
Selamat membaca.Aku sudah gila, aku sudah gila, aku sudah gila—Nael tak henti-henya mengatakan hal yang sama dalam hatinya, berdiri tak tenang di tengah pesta keluarga Conan."Kau terlihat seperti amatiran." komentar Darrel yang berdiri tepat di sampingnya dengan segelas wine yang ia goyangkan dengan santai.Yang bahkan tak bisa Nael teguk. "Harusnya aku menolaknya." Sesal Nael, setelah menerima permintaan Sania."Nasi sudah menjadi bubur, lakukanlah yang terbaik Nael. Karena sepertinya, dia percaya padamu." Ditataplah Sania yang masuk ke dalam ruangan pesta bersama Luke Conan, yang mampu membuat seluruh mata tertuju pada mereka.Pasalnya, Hugo juga datang dengan kekasih barunya. Di sisi itu Jihana, selaku kekasih Luke juga hadir di tempat yang sama.***Sania menatap Darrel dan Nael yang berada di lantai dua, dengan tatapan tajam.Deg! Tatapan itu sampai pada mereka, dan Yap. Tentu saja mereka cukup terkejut dengan tatapan yang baru saja Sania layangkan pada mereka.Tersenyum sinis,
Selamat membaca.Luke tidak pernah tahu, kalau Sania mengingat semua kebersamaan mereka. Tapi Luke juga takut kalau Sania juga mengingat betapa tidak tahu dirinya dia pada Sania."Aku masih membencimu, bahkan sampai saat ini rasa itu akan tetap sama. J-jadi akan memikirkan apapun." ucap Sania, menatap Luke takut-takut.Tetapi Luke merespon dengan tersenyum, sebelum memeluk Sania dengan sayang. Berkata, "tidak apa-apa jika kau membenciku, asalkan kamu tetap berada bersamaku. Itu tidak akan menjadi masalah." bisik Luke tepat di telinga Sania.Merinding. Sania merasakan tekanan dari ucapan Luke barusan, artinya apa itu? Bukankah, Luke malah terdengar seperti orang yang tidak perpikiran lurus lagi?Tapi Sania tidak ingin mempercayai perasaannya sekarang.Dari jauh, sang kakek memandang wajah Sania yang tertekan. Berbeda dengan senyuman smirk Luke yang penuh dengan ancaman.Dia menyipitkan matanya curiga.Di tengah pelukan yang hangat, Hugo sampai. Dan Sania tidak pernah sesenang ini saat
Selamat membaca.Dalih? Apa yang Hugo maksud dengan Dalih? Masa dia harus mencari tahu tentang yang di maksud pria setengah ular itu.Sania mengeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, aku tidak boleh memikirkan perkataan mereka. Sebab, orang yang paling tahu benar atau tidaknya mereka adalah aku sendiri, jadi jangan percaya lagi." batin Sania. "Ya, aku pasti bisa.""Apa yang harus kau bisa?" sambung seseorang, bertanya pada Sania. Tak lain adalah Luke sendiri.Luke menghampiri Sania yang tampaknya sedang bosan. "Memangnya apa lagi?" tanya Sania balik. "Tidak usah betanya karena aku sedang tidak ingin di tanya." Kesal Sania.Pria itu malah tersenyum pada Sania. "Bergabunglah dengan keluargaku, kita rayakan hari ini." Ini terlihat aneh dan tak masuk akal, apakah dia sedang bermimpi.Melihat mereka yang sedang menunggu Sanian dengan tatapan yang tak lagi meremehkan dan penuh kebencian serta kewaspadaan itu akhirnya menghilang.Sania mendesah, sebelum ia melangkah ke arah mereka.
Selamat membaca."Sania, Sania, ku mohon bangunlah." Suara itu, membuat Sania terbangun untuk kedua kalinya di hari ini. Anehnya dia tidak bermimpi buruk, tapi tubuhnya seakan kehilangan kekuataan untuk bergerak.Darrel menatap Sania dengan raut wajah yang aneh. "Syukurlah kau sudah bangun." Dia terlihat sangat panik. "Sania, kau baik-baik saja kan?"Pertanyaan tak perlu itu, Sania mengabaikan Darrel dan fokus mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Dan ingatannya berhenti saat Jihana tertembak oleh senjata api Darrel, sisanya Sania tidak ingat lagi.BRAK!"Tolong saya!"Kepala Sania dan Darrel langsung menoleh ke arah pintu masuk, dimana Nael berlari ke arah Sania. Dan berlindung di samping Sania.Ah, rupanya dia di kejar orang gila."NAEL…,"ucapan Luke berhenti saat menatap Sania yang akhirnya membuka matanya setelah 7 hari pingsan.Sania yang mendengar itu, tentu saja terkejut. "Tujuh hari? Sepertinya ada yang salah dengan perhitungan hatinya, bagaimana aku bisa pingsan padahal ya