Beranda / Pernikahan / Istri hanya Status / Bab 68. POV Satria.

Share

Bab 68. POV Satria.

Penulis: Farid-ha Channel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Lebih baik Silvia tidak mendapatkan tanah itu daripada bermusuhan dengan bi Baidah, Paman," ujar Silvia. Suaranya terdengar tulus. Dia mengucapkan itu sangat tenang. Tidak ada kemarahan yang tersorot dari matanya. Aku yakin dia sadar dan ikhlas menuturkan itu.

Ia memilih tidak mendapatkan harta itu daripada berseteru dengan istri pamannya. Sikapnya semakin menambah nilai plus di mataku. Di luaran sana tidak sedikit orang berebut harta meski harus dimusuhi satu keluarga besar.

"Tidak, Nduk. Tekad paman sudah bulat, Nduk. Kamu harus tetap mendapatkan jatah tanah itu. Urusan bibirmu itu biar menjadi tanggung jawab paman. Tidak seharusnya dia bersikap seperti itu. Itu tanah paman beli jauh sebelum menikah dengannya. Ditambah lagi itu dibeli saat bareng dengan bapakmu. Kamu berhak mendapatkannya, Nduk. Tidak boleh menolaknya."

Aku melihat di depanku dua orang yang sama-sama baik.

Silvia wanita sederhana yang tidak gila harta. Selama menjadi suaminya aku tidak pernah melihatnya membeli
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri hanya Status     Bab 69. Adu Mulut.

    Hari ini aku sengaja tidak bekerja seperti biasa. Dari pagi tidak ke ruko. Aku sengaja libur untuk menghantarkan Silvia ke pengadilan agama. Untuk mengajukan gugatan cerai. Semoga semua berjalan dengan lancar dan cepat selesai. Agar aku cepat menikahi Silvia. Namun, rasanya tidak mungkin semulus itu. Satria pasti akan selalu hadir di setiap prosesnya agar perceraian mereka tidak berjalan dengan lancar. Harapan aku sih itu tidak terjadi. Aku sudah tidak sabar menunggu Silvia menjadi janda kedua kalinya. Aku jahat? Mungkin. Aku tidak peduli yang terpenting ingin segera memiliki wanita itu. Wanita yang telah membuatku menjadi gila karena mencintainya. Buktinya aku nekad menyembunyikan istri orang dari suaminya.Namun, aku bukan pebinor! Aku datang justru untuk menyelamatkan hidupnya. Keluar dari pengadilan kami mampir dulu ke rumah paman Gozali. Kami menghantarkanSilvia di daerah pamannya. Perempuan itu ingin bertemu dengan bibinya, meski dia tahu istri pamannya itu kini membencinya.

  • Istri hanya Status    Bab 70. Merayakan.

    "Banyak omong kamu!" ucap Satria bareng dengan pipiku yang terasa sakit.Satu tinjuan tangan lelaki itu mendarat di pipiku karena aku tidak berhasil menghindarinya. Aku meringis sembari mengusap darah yang keluar dari bibir. Tak menunggu waktu lagi Satria kembali melayangkan tinjunya ke arah perutku. Bertubi-tubi! Lagi-lagi aku tidak bisa menghindar. Sial! Gara-gara tidak bisa ilmu bela diri jadi begini. Ibu menjerit histeris saat melihatku roboh di tanah. Beliau pun turun dari mobil. Diikuti oleh Silvia."Puas kamu telah menghajar mas Abian? Kamu pikir setelah membuat dia babak belur aku akan menyerah dan kembali sama kamu? Itu tidak akan mungkin!" Sorot mata Silvia mengarah pada lelaki di depannya. "Mas, maafkan aku." Silvia menatapku sembari jongkok di dekatku. Aku melihat wajah sendu di sana."Kenapa kamu ratapi lelaki itu? Aku ini suami kamu!" Satria menarik tangan Silvia. Sehingga perempuan itu berdiri meski terpaksa. Duh kenapa Silvia harus keluar dari mobil segala? Kalau

  • Istri hanya Status    Bab 71. Meminta Izin.

    "Seharusnya biarkan saja dia mendekam di penjara sekian waktu biar ada efek jeranya?" tanya saat itu setelah orang tuanya Satria meninggalkan rumah mas Abian."Aku tidak tega melihat ibunya menghiba begitu. Lagian, aku pikir dia sudah sedikit jera setelah berurusan dengan kantor polisi. Aku hanya ingin melihatmu segera bebas dari Satria. Bisa saja ibunya akan tetap membebaskan Satria dengan cara yang lain. Setelah itu dia justru akan mempersulit proses perceraian kalian. Aku tidak mau itu terjadi." Saat itu aku tertegun dengan jawaban mas Abian. Dia tidak memikirkan dirinya sendiri. Padahal lelaki itu korban dan berhak menjebloskan Satria. Namun, ia lagi-lagi memikirkan aku. "Ibu setuju dengan pendapat Abian. Orang tuanya Satria pasti akan melakukan apa pun untuk membebaskan anaknya. Lebih baik kita yang mencabut laporannya dengan sedikit menekan mereka," timpal ibu pada saat itu.Itu sebabnya proses perceraian kami itu tidak berbelit dan terhitung cepat karena Satria tidak pernah

  • Istri hanya Status    Bab 72. Berbicara dengan Bi Baidah.

    ****"Bi. Bibi tidak perlu khawatir dengan tanah yang dihibahkan pada Silvia. Saya tidak akan menerimanya," ucapku saat duduk berdua di kamar bibi. Ibu dan mas Abian menunggu di ruang tamu. Aku tidak mau dimusuhi oleh istrinya paman terus menerus. Semua ini harus segera diselesaikan. Toh, tanpa harta hibah itu selama ini aku bisa hidup. "Memang sudah seharusnya kamu tidak menerimanya!" Jawaban bibi sangat ketus. Tetapi tak apa, toh yang terpenting aku sudah memberitahukannya. "Kamu itu sudah aku urusi dari dulu. Sudah banyak makan biaya dari kami. Bahkan kami pun turut membiayai kuliahmu!" Bibi kembali bersungut-sungut. Biaya kuliah? Semuanya itu ditanggung oleh ibunya mas Abian. Mengapa dia merasa mengeluarkan biaya untukku? "Aku tidak pernah membiayai kuliahnya Silvia. Semua itu sudah ditanggung oleh ibunya Abian," bantah paman Gozali.Bi Baidah membuang muka ke arah tembok saat aku dan paman menatapnya. "Paman memang tak seharusnya Silvia menerima tanah itu. Jujur Silvia tida

  • Istri hanya Status    Bab 73. Mencari Informasi.

    "Waalaikummussallam. Mari, Bu, Mbak, masuk!" Aku membuka pintu kamar dengan lebar. Mempersilakan kedua wanita cantik itu untuk masuk ke dalam tempat tinggalku. "Silvia, kenalkan ini anak ibu namanya Nanda." Ibu kos-an memperkenalkan putrinya padaku. Aku pun menerima uluran tangan gadis cantik di depanku. Aku menatap wajah gadis itu dengan penuh ketakjuban. Hidung bangir, pipi mulus bak porselen, mata bulat, dagu lancip, lesung di kedua sisi pipinya. Alis hitam tanpa dilukis, bulu mata yang lentik. Satu kata untuknya, sempurna! Betapa indah ciptaan Allah di hadapanku ini. Sebagai seorang wanita aku merasa minder seketika."Nanda. Kamu bisa bertanya banyak hal tentang Abian pada Silvia. Dia ini anak angkatnya Bu Anis. Atau adik angkatnya Abian. Bunda yakin dia bisa menjadi sumber rujukan yang baik dalam mendapatkan informasi tentang calon imammu itu," tutur Bu Minda. Calon imam? Apa ini Nanda yang waktu itu disebutkan oleh ibu saat di rumah sakit? Apa memang mas Abian akan dijodohkan

  • Istri hanya Status    Bab 74. Ke geseran?

    Terima kasih banyak ya atas informasinya. Semoga kedepannya kita bisa semakin akrab. Aku berharap kamu akan membantu kedekatan kami." Tangan halus itu meremas kedua telapak tanganku. Wajah cantiknya menatapku dengan penuh permohonan. Aku hanya bisa mengangguk pasrah."Aku akan mencoba membantumu sebisa mungkin. Semoga mas Abian mau membuka hati untukmu," balasku. Lagi-lagi antara hati dan ucapan tidak sejalan. Jahatnya hatiku karena tidak mengamini ucapanku sendiri. Munafiknya diri ini! Sungguh aku tak menyukai ini!Mbak, bukankah di Jogja banyak lelaki yang lebih dari mas Abian tetapi mengapa memilih ingin kenal dengan kakak angkatku itu? Mbak Nanda cantik pasti banyak yang ingin melamarnya?" Akhirnya pertanyaan itu meluncur dari mulutku. Aku sudah tidak tahan menyimpan dalam kepala."Dia lelaki pilihan ibu. Aku hanya mau menikah dengan pilihan beliau. Memang benar sudah ada beberapa pria yang melamarku tapi semua ditolak oleh ibu. Beliau bilang tidak ada yang cocok untukku. Namun,

  • Istri hanya Status    Bab 75.Abi Dilamar

    "Bian. Kamu harus pulang sebelum jam makan siang," ucap ibu melalui sambungan telepon. Aku melirik jam di pergelangan tangan. Masih jam setengah sebelas siang. "Ada apa memangnya, Bu?" Tumben-tumbenan ibu menyuruhku pulang di saat jam kerja begini. Sesuatu yang langka terjadi. "Pokoknya harus pulang! Ibu tidak bisa membicarakan ini di telepon!" Suara ibu terdengar tak mau dibantah. Aku terpaksa harus mengiyakan. Aku pun hanya sanggup mengatakan ia sebelum membalas salam dan mengakhiri telepon ibu.Hal penting apa yang membuat ibu harus menelpon aku seperti ini? Biasanya beliau akan menunggu aku pulang bila ada apa-apa.Mungkin sangat darurat dan harus selesaikan sekarang. Baiklah karena ini yang meminta ibu maka aku tidak boleh menolaknya.****"Bian." Ibu memandang wajahku dengan seksama. Saat ini aku sudah berada di rumah. Kami berbincang di ruang keluarga. Ibu terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan bicaranya. Semakin membuatku penasaran. Apa yang ingin beliau sampaikan? "Ta

  • Istri hanya Status    Bab 76. Melamar

    Ya Allah semoga Engkau bukakan pintu hati Silvia sehingga mau menerima hamba-Mu yang banyak dosa ini sebagai suaminya. Ya Rabb ... izinkan dan ridhoi hamba yang berkubang dosa ini menikah dengan Silvia kembali. Hamba ingin memperbaiki semua kesalahan di masa lalu. Doa di dalam hati terpaksa diberhentikan saat mendengar orang mengucapkan salam. Suaranya sangat familiar di telinga ini. Aku mematung beberapa detik saat menatapnya yang baru muncul di hadapanku. Hampir setiap hari aku bertemu dengannya. Namun, kali ini jantungku berdetak abnormal dari biasanya. Ada apa ini? Apa mungkin aku akan melamarnya? "Sini, Nak!" Ibu menepuk kursi di sampingnya setelah memeluk dan mencium wajah ayu yang selalu aku rindukan itu.Silvia terlihat bingung. Mungkin dia pun merasa aneh dengan undang ini. Terlebih saat mata kami bertemu pandang. Dia terlihat gugup. Apa dia tahu kalau aku akan melamarnya? "Bian. Ibu mau menyiapkan makanan siang. Kalian ngobrol dulu. Nanti kalau sudah siap ibu panggil."

Bab terbaru

  • Istri hanya Status    Akhirnya.

    Istri hanya Status Bab 51"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun," ucap Abian dengan suara lemah setelah memeriksa denyut nadi kakeknya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Eyang Kakung telah tiada, tidak ada yang tahu kapan beliau menghembuskan napas terakhirnya. Menjelang tidur beliau pun masih terlihat segar bugar. Abian menemukan Eyang dalam keadaan yang sempurna. Matanya telah tertutup rapat. Bibirnya terkatup dengan benar. Bahkan ada senyum yang menghiasi bibirnya. Tangan Eyang pun sudah sedap bagai orang sedang salat, seolah sudah tahu kapan waktu ajalnya dijemput. Entah amalan apa yang Eyang lakukan selama ini sehingga meninggal dunia dalam keadaan baik. "Eyang kenapa, Kak?" Silvia muncul dari balik pintu dengan tergopoh-gopoh. "Eyang sudah nggak ada, Sayang." Tangan Abian menyeka sudut matanya yang basah. Lelaki itu segera merangkul istrinya yang mematung di tempatnya berdiri. "Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun." Silvia membalas pelukan suaminya. Mereka berdua seol

  • Istri hanya Status    132. Kembali Harmonis

    Istri hanya StatusPOV Author "Sayang. Kakak minta maaf, ya!" Abian mendekati wanita cantik yang sedang tidur di ranjangnya. Lelaki yang kini bergelar ayah itu menciumi punggung istrinya secara diam-diam. Pergerakan tangan Abian yang masif membuat Silvia terbangun. Ia membuka matanya sebentar tak lama kemudian dipejamkan kembali. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya.Silvia berbaring dalam posisi miring membelakangi Abian. Sehingga wanita itu bebas pura-pura tidur. "Sayang. Maafkan kakak yang masih egois. Maafkan suamimu yang kadang seperti anak kecil pola pikirnya." Abian terus menciumi punggung istrinya tanpa peduli ibunya Adiba mendengar atau tidak. Silvia merasa heran kenapa tiba-tiba Abian meminta maaf padanya? Apa karena ia diamkan atau sebab lainnya? Tentu, perubahan sikap Abian tidak terjadi begitu saja. Lelaki yang bergelar eyang Kakung yang telah berhasil menyadarkannya. Eyang Kakung sempat memarahi Abian secara habis-habisan. Sebab lelaki di penghujung usia it

  • Istri hanya Status    131. Kekecewaan Abian.

    Ah, mana mungkin aku hamil, kan diam-diam aku KB suntik tanpa sepengetahuan kak Abian. Iya, tanpa sepengetahuan lelakiku. Sebab ia ingin segera memiliki anak lagi. Sementara, aku ingin memberikan ASI secara full pada Adiba. "Sayang, kita periksa ke dokter, ya!" Kak Abian menuntun aku menuju ranjang. Kemudian menyodorkan segelas air hangat."Tidak perlu, Kak. Aku hanya masuk angin biasa. Nanti juga sembuh setelah dikerok." Kuteguk air hangat tersebut dengan pelan-pelan. Lumayan melegakan. "Kamu yakin, Sayang?" Lekaki yang telah membersamaiku itu menatap wajah ini dengan lekat. "Sangat yakin. Aku hanya butuh dikerok, Kak. Mau kan mengerok tubuhku?" Aku mengerlingkan mata ke arahnya. "Sangat mau. Kerok plus juga mau." Senyuman jahil terukir jelas dari bibirnya. "Ih maunya. Aku hanya mau dikerok biasa tidak pake plus." Aku menepis tangannya yang mulai jahil.*****"Sayang, dites ya?" Lakiku menyodorkan alat pengetes kehamilan. Aku yang baru selesai memberikan ASI pada Adiba terpaku b

  • Istri hanya Status    130. Garis Dua.

    Lihatlah, Sayang!" Kakak Abian heboh. Suara terdengar sangat bahagia. Dengan takut-takut aku membuka mata."Ini bener, Kak?" Aku menatap tak percaya pada alat tersebut. Garis dua terpampang jelas di sana. Bukan ucapan yang aku dapatkan, namun, pelukan serta kecupan di kening dan pipi bertubi-tubi."Kita sudah berhasil, Sayang." Pelukannya semakin erat. Air mata ini pun lolos begitu saja tanpa bisa dicegah. "Kita akan segera memberitahu eyang, Sayang. Tidak akan lagi ada drama dari eyang." "Baguslah kalau akhirnya kamu mau memberikan cicit untukku. Memang sudah seharusnya!" Ucapan pedas itu masih terus keluar dari bibir eyang, meski kami telah membawa berita bahagia. Kak Abian merangkul pundakku. Aku tahu maksudnya, membesarkan hatiku. Memintaku untuk bersabar oleh sikap eyangnya tersebut. ****Kandunganku sudah berusia 30 Minggu. "Cantik dan seksi bumilku." Kak Abian memeluk diriku dari belakang."Bohong!" bantahku dengan cepat sambil menggoreng sambal teri. Aku tahu dia itu han

  • Istri hanya Status    129. Kehadiran Eyang.

    "Assalamualaikum, Eyang, Apa kabar?" Lekas, Kuraih tangan yang sudah berkeriput itu. Kucium punggungnya dengan penuh takzim. "Dari mana kalian?" Pertanyaan pertama yang beliau berikan untukku. Lelaki itu masih saja sama. Tidak bisa ramah denganku. Entahlah. "Dari liburan, Eyang. Masa kerja terus takut kaya," seloroh Kak Abian seraya mencium punggung tangan kakeknya."Liburan terus. Kapan memberikan cicit padaku?" Tatapan tajamnya mengarah ke perutku. Aku merasa tidak nyaman."Sudahlah, Eyang. Kami itu baru saja sampai mau istirahat dulu." Kak Abian membawa koper kami ke dalam rumah.Aku pun mengikuti langkah suami. Entah mengapa aku merasa kehadiran eyang kaki ini akan membawa masalah. ****"Sudah berapa lama kalian menikah? Dan kalian belum juga memberikan keturunan padaku!" ucap Eyang saat kami selesai makan malam."Kami sudah berusaha, Eyang. Doakan saja semoga cepat diberikan momongan lagi." "Mau sampai kapan, Bian? Kamu itu satu-satunya pewaris Lukman. Kamu itu satu-satunya

  • Istri hanya Status    128. Nina.

    Assalamualaikum." Seorang perempuan muda dengan bayi dalam gendongannya berada di depan pintu rumahku. "Waalaikummussallam…." Aku menulis penampilannya yang kacau. Sembab di matanya membuatku iba. "Monggo masuk, Mbak." Aku yang tidak tahu asal usul wanita itu merasa tersentuh ketika menatap bayi mungil yang tampak kedinginan itu. Hanya ditutupi dengan selimut bayi yang tipis. Malam ini terasa sangat dingin karena tadi sore langit menumpahkan air dengan sangat derasnya. Bahkan saat ini masih gerimis kecil-kecil. Kenapa ia harus keluar dengan membawa bayi? Dengan langkah pelan dan malu-malu wanita yang usianya dibawahku mengikuti masuk ke dalam rumah. "Mbak ini siapa? Dan kenapa jam segini ke luar rumah?" Aku membuka obrolan setelah memberikan baju ganti untuk anaknya. Bayi yang aku taksir berusia delapan bulan itu sedang diberi ASI oleh ibunya. Aku tidak hanya memberikan baju ganti tapi juga kebutuhan bayi. Seperti minyak telon dan lain sebagainya. Aku menatap lekat wajah sendu

  • Istri hanya Status    127. Siapa?

    "Itu masalahnya. Dia tidak mau mengambil anaknya, pun tidak mengizinkan Devia diadopsi oleh orang lain. Dia berjanji akan memenuhi semua kebutuhannya tapi belum bisa merawatnya sendiri. Tadi pun membelikan semua kebutuhan Devia."Keterangan Bu Maemunah membuatku mengernyitkan dahi. Apa yang menyebabkan dia tidak mau mengambil anaknya? Apa mungkin istri baru yang menyebabkan bapaknya anak ini memilih menitipkan Devia di panti asuhan? Untung saja Kak Abian dari awal melarang aku ketika ingin mengangkat Devia menjadi anak kami. Pasti kami akan berurusan dengan bapaknya anak ini kalau itu beneran terjadi."Semoga kamu selalu sehat, ya, Nak." Aku mencium pucuk kepalanya lama.****Satu tahun telah berlalu dan aku belum diizinkan Allah untuk mengandung lagi. Lelaki yang menjadi suamiku pun benar-benar menepati janjinya padaku. Tidak pernah mengungkit tentang kehadiran anak padaku.Kesibukan kami pun bertambah. Tidak hanya mengurusi usaha saja. Kini aku fokus di panti. Mengurus anak-anak ya

  • Istri hanya Status    126. Bertemu Devia.

    Aku pun mengguncang pundaknya dengan keras. "Katakan ada apa, Za? Jangan kau buat aku penasaran seperti ini." Air mataku sudah tak terbendung lagi. "Anakmu telah tiada, Via." Mendengar ucapan Aiza, kepalaku kembali nyeri tak lama kemudian kembali gelap. "Alhamdulillah kamu sudah siuman, Sayang?" Kak Abian yang kini ada di dekatku."Azkha mana, Kak?" Pertanyaan pertama yang aku lontarkan pada lelaki di hadapan."Itu di depan. Yuk, kita lihat untuk terakhir kalinya sebelum dikafani dan dishalatkan!"Lagi-lagi hatiku hancur ketika menatap bayi mungil yang matanya terpejam dengan damai itu. Bayi yang aku kandung selama sembilan bulan lebih. Bayi yang aku tunggu kelahirannya di dunia ini. Bayi yang telah membuatku jatuh cinta meski belum pernah bertemu dengannya. Bayi yang aku sukai tendangan-tendangan halusnya. Aku menatap nanar pada tubuh mungil yang terbujur kaku itu.Anak yang belum sempat aku gendong itu begitu tampan. Ini pertemuan kami yang pertama kalinya tanpa sekat. Kemarin wa

  • Istri hanya Status    125. POV Silvia.

    POV Silvia"Nduk, makan dulu." Aku menatap sekilas ke arah pintu. Bi Baidah membawa baki berisi piring dengan gundukan nasi dan teman-temannya."Silvia belum lapar, Bi." Aku menatap nanar pada nampan yang dibawa istrinya paman Gozali."Bibi tahu kamu sedih, tapi harus dipaksakan untuk makan walaupun sedikit." Wanita itu ikut duduk di sampingku. Tepi ranjang. Aku tetap menggelengkan kepala. Selera makanku menguap entah kemana semenjak mengetahui bahwa anak kami harus dirawat di rumah sakit. Aku sendiri sudah diperbolehkan pulang.Bagaimana bisa aku makan enak di rumah, sedangkan anakku sedang berjuang untuk hidup di dalam ventilator. Banyak selang yang terpasang di tubuhnya.Terjadi infeksi pada saluran napas dan paru-paru yang disebabkan oleh air ketuban yang sempat tertelan olehnya. Itu yang membuatnya tak menangis kala dilahirkan ke dunia ini. Tubuhnya pun sudah berwarna biru. "Kalau kamu terus-terusan sedih di sini, bagaimana kondisi anakmu di sana? Kamu harus kuat dan tegar. Ka

DMCA.com Protection Status