Share

Dikhianati Di Depan Mata

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-08 18:54:01

Betapa terkejutnya Livia mendengar pengakuan perempuan yang kemudian ia ketahui bernama Utary itu.

Bagaimana bisa perempuan itu hamil? Apa itu artinya Rajendra sudah mengkhianati Livia?

Dengan hatinya yang hancur Livia menahan air matanya di depan Utary. Ia tidak boleh menangis menunjukkan kelemahannya.

"Nggak mungkin kamu mengandung anak Rajendra. Suami saya orangnya sangat setia. Dia nggak mungkin mengkhianati saya. Tolong jangan menipu."

"Aku nggak menipu. Anak ini memang anak Rajendra. Kami melakukannya atas dasar perasaan cinta," ucap Utary bangga. "Justru aku yang harusnya meragukan kamu. Perempuan seperti kamu istrinya Rajendra? Nggak mungkin!" Utary memindai sekujur tubuh Livia dari puncak kepala hingga bawah kaki, menunjukkan betapa tidak percayanya dia. Perempuan itu terkejut ketika melihat Livia bertumpu pada sebuah tongkat. "Nggak mungkin kamu istrinya. Kamu hanya pembantu di rumah ini kan?" hinanya dengan pandangan merendahkan.

"Saya bukan pembantu. Saya istri Rajendra yang sah. Kami menikah resmi baik secara agama mau pun negara," tegas Livia penuh penekanan.

Utary tersenyum sinis dan kembali menghina Livia. "Mana mungkin Rajendra mau menikahi perempuan cacat seperti kamu. Buat jalan aja nggak bisa. Udah deh, nggak usah ngaku-ngaku. Sekarang panggilin Rajendra atau siapa pun yang ada di rumah ini. Aku mau bicara dengan mereka."

"Nggak ada orang di rumah ini. Kalau urusan kamu sudah selesai, silakan pergi," usir Livia lugas. Ia tidak tahan lagi berdebat dengan perempuan asing di hadapannya ini.

"Aku nggak akan pergi. Aku akan tunggu sampai Rajendra pulang." Utary memaksa masuk ke dalam rumah dengan cara yang kasar. Badannya menyenggol Livia hingga perempuan itu hampir saja jatuh. Untung ia berpegangan dengan kuat pada tongkatnya.

"Livia!!! Livia!!!" Marina memanggil Livia dengan keras.

"Iy-iya, Bu!" sahut Livia dari tempatnya lalu tergopoh-gopoh berjalan.

Utary yang melihat kejadian itu tercengang. Ternyata Livia benar-benar pincang.

"Ngapain aja kamu? Piring kotor masih banyak di belakang!" bentak Marina yang menyusul ke ruang depan.

"Iya, Bu, sebentar, lagi ada tamu."

"Siapa tamunya?"

Livia tidak menjawab. Hanya matanya yang terarah pada sofa di ruangan itu, membuat Marina ikut memandang ke arah yang sama.

Tahu dirinya sedang diperhatikan, dengan cepat Utary berdiri kemudian melangkah mendekati Marina. Tiba-tiba perempuan itu terisak.

"Tante, aku Utary, pacar Rajendra. Putra Tante menghamili saya. Dia berjanji akan menikahi saya. Tapi sampai detik ini dia nggak memenuhi janjinya. Saya malu, Tante. Lama kelamaan perut saya akan semakin besar."

Tentu Marina terkejut mendengar pengakuan yang dilontarkan Utary. Pernikahan Rajendra dengan Livia memang diselenggarakan karena terpaksa. Tapi ia tidak menyangka jika Rajendra akan berbuat sejauh itu.

"Jadi kamu pacarnya Rajendra?" Marina menanyakannya.

"Benar, Tante. Aku nggak bohong. Tante bisa tanya Rajendra langsung. Saat ini aku sedang mengandung anak Rajendra," aku Utary bersama tangisnya yang semakin keras.

Marina tidak tahu harus melakukan apa. Ia tidak berani mengambil sikap sebelum memastikannya langsung pada sang putra. Maka kemudian yang dikatakannya adalah, "Sejak kapan kalian pacaran?"

"Sudah lama, Tante. Lebih tepatnya dari dua tahun yang lalu. Tapi Rajendra nggak pernah mengizinkan aku datang ke rumah ini. Sekarang aku sedang mengandung anak Rajendra. Aku nggak bisa tetap tinggal diam."

Hati Livia semakin hancur mendengar pengakuan Utary yang menyakitkan. Jika Utary sudah berhubungan dengan Rajendra sejak dua tahun yang lalu, itu artinya lelaki itu sudah menduakan Livia sejak awal pernikahan mereka.

"Saya akan sampaikan pada Rajendra nanti. Sekarang pulanglah. Kalau memang anak itu anak Rajendra, dia pasti akan bertanggung jawab," usir Marina menyuruh Utary pergi.

"Apa nggak boleh aku menunggu di sini saja, Tante?" pinta perempuan berambut coklat terang itu.

"Rajendra baru akan pulang malam nanti. Kamu akan bosan menunggu dia. Lagian saya juga akan pergi, nggak ada orang di rumah ini," tolak Marina.

"Baik, Tante. Tapi sebelum aku pergi boleh aku tahu siapa perempuan pincang ini? Tadi dia mengaku sebagai istri Rajendra. Itu nggak benar kan, Tante?" 

Marina mengembuskan napas. Ditatapnya Livia dengan kesal. Perempuan muda itu selalu membuatnya malu. 

"Bukan. Dia hanya pembantu di rumah ini."

Utary lega mendengarnya, sedangkan Livia terkesiap. Sejahat-jahatnya Marina tapi tidak pernah ada dalam pikiran Livia kalau perempuan itu tidak akan mengakuinya.

Seakan belum cukup derita yang diterimanya, setelah Utary pergi Marina mengata-ngatai Livia habis-habisan.

"Tahu rasa kamu sekarang, hah?! Rajendra akan punya anak dan itu bukan dengan kamu. Dan ingat, jangan pernah menyalahkan Rajendra. Semua adalah kesalahan  kamu. Sudah pincang, nggak bisa punya anak. Lebih baik kamu mati. Nggak ada gunanya juga kamu hidup. Kamu cuma benalu di rumah ini!" kecam Marina sambil menunjuk-nunjuk wajah Livia dengan tangan kirinya.

Livia hanya bisa diam karena faktanya ia memang pincang dan tidak bisa memberikan Rajendra keturunan. Walau sedihnya sampai ke palung hati Livia tidak melawan. Baginya Marina sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Ia sangat menghormati perempuan itu kendati sering bersikap kasar padanya.

***

Setelah semua pekerjaan rumah tangga beres Livia memesan taksi. Ia akan pergi ke kantor Rajendra. Ia tidak sabar menunggu Rajendra pulang nanti malam untuk menanyakan mengenai Utary.

Livia cukup sering datang ke kantor Rajendra untuk mengantar hasil masakannya—walaupun lelaki itu tidak pernah memakannya dan selalu marah—jadi ia sudah tahu bagaimana sikap pegawai Rajendra padanya.

"Siang, Pak Rajendra ada di ruangannya?" tanya Livia pada resepsionis begitu kakinya menginjak lobi.

"Bapak lagi ada tamu," jawab resepsionis perempuan itu malas.

"Baik, saya akan tunggu di ruang tunggu atas saja."

Sebelum langkahnya menjauh Livia mendengar resepsionis tadi berbisik-bisik dengan keras membicarakan dirinya.

"Heran gue, bisa-bisanya Pak Bos punya istri pincang kayak gitu."

"Udah pincang, mandul lagi," kata temannya menimpali.

"Mana tuh ibu-ibu sering banget datang ke sini. Dia nggak mikir apa ya suaminya bakalan malu? Kalo gue yang jadi Pak Bos udah lama gue cerein."

"Setuju sama lo, Ka. Pak Bos kan ganteng. Mana masih muda dan tajir banget. Dia bisa dapetin cewek mana pun yang dia mau."

"Jangan-jangan dia dipelet kali ya sama si pincang."

Livia hanya bisa mengurut dada mendengar seluruh hinaan yang ditujukan untuknya. Ingin berkecil hati tapi sudah nasib orang cacat sepertinya untuk dihina.

Sesampai di ruangan Rajendra yang berada di lantai 8 Livia mengetuk pintu. Lantaran tidak dijawab ia memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Livia hanya ingin memastikan apa benar Rajendra sedang ada tamu karena terkadang itu hanya akal-akalan resepsionis saja yang tidak suka Livia bertemu dengan Rajendra.

Daun pintu pun terbuka. Menampakkan dua sosok manusia yang sedang berciuman. Membuat Livia terkejut dan menjatuhkan kotak makanan yang ia bawa.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Marhieya Az Zahra
yaampun Livia ...‍...️...‍...️
goodnovel comment avatar
Aidasatri Yudianti
Tuh kan ketangkap basah dengan perempuan lain .... tinggalkan saja Livia jgn bodoh ... Dirimu hany dibuat pembantu ... Biar tahu rasa klau gak ada dirimu ...
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Livia pergi saja dari kehidupan suami tetapi sama sekali tak punya hati apalagi mengatakan pembantu sabar sampai kapan bisa melewati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dia Hanya Pembantu

    Suara yang ditimbulkan kotak makan membuat Rajendra dan wanitanya terkejut. Keduanya sontak memisahkan diri setelah tadi larut dalam ciuman panas yang membara.Rajendra menggeram kesal menyadari Livialah yang datang. Apalagi perempuan itu langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Tadi saking asyik berciuman ia tidak tahu bahwa Livia sudah mengetuk pintu."Mau apa?" tanya lelaki itu dingin pada Livia yang berdiri membatu.Segala pertanyaan yang tersusun runut di benak Livia buyar begitu saja mengetahui perbuatan Rajendra dan wanita yang berciuman dengannya adalah Utary."Kamu lagi!" seru Utary jengkel. "Ndra, kenapa kamu biarkan perempuan itu datang ke sini? Tadi di rumah kamu dia mengaku-ngaku jadi istrimu. Tapi Tante Marina bilang dia hanya pembantu. Jadi mana yang benar?""Ya, dia hanya pembantu," kata Rendra menjawab sambil memandang Livia dengan tatapannya yang tajam. Ia benci Livia yang selalu saja datang ke kantornya untuk mengantar makanan.Hancur sudah hati Liv

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ceraikan Saya

    Livia tidak punya tempat untuk berteduh. Ingin menginap di hotel tapi ia tidak punya uang lebih. Rajendra membatasi uang belanjanya yang hanya cukup untuk keperluan Livia sehari-hari. Jadi, Livia terpaksa pulang ke rumahnya setelah seharian ini berada di luar. Kepulangan Livia disambut oleh wajah masam mertuanya. "Dari mana kamu? Seharian keluar rumah sesukamu. Kamu pikir kamu siapa yang bisa seenaknya keluar masuk rumah ini?" "Maaf, Bu, tadi saya ke kantor mengantar makan siang untuk Rajendra." "Itu tadi siang. Apa kamu nggak tahu kalau sekarang sudah malam?" Livia hanya bisa menunduk mendengar perkataan mertuanya. Ia pikir dengan tidak meladeni Marina perempuan itu menganggap masalah selesai sampai di sana. Nyatanya Livia salah. Marina terus menyalahkannya. "Oh, jadi selain pincang kamu juga tuli sekarang?" kesalnya lantaran Livia tidak merespon perkataannya. Livia mengangkat wajah, mempertemukan tatapannya dengan sang mertua. "Maaf, Bu, saya salah," akunya tidak ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Terbakar Emosi

    "Jangan harap. Itu nggak akan pernah terjadi. Bukan karena aku mencintai kamu, tapi karena aku ingin melihatmu menderita seperti yang selama ini kurasakan." Perkataan Rajendra kemarin malam yang menolak untuk menceraikannya terus terngiang-ngiang oleh Livia dan terbawa sampai hari ini. Livia tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Rajendra bisa menderita? Lelaki itu mendapat apa pun dari Livia. Setiap kali Rajendra menginginkan tubuhnya Livia selalu bersedia. Pernah saat Livia sedang sakit ia tetap melayani Rajendra lantaran lelaki itu terus memaksa. Jadi, kalau pun ada yang menderita di dalam pernikahan ini, Livia adalah satu-satunya. Tapi, pernahkah Rajendra menyadari akan hal itu? "Aww!!!" Livia terpekik kesakitan. Akibat melamun tangannya jadi ikut teriris bersama bawang. Livia segera membersihkan jarinya yang berdarah dengan air di wastafel. Namun darahnya tetap keluar. Tadi ia mengiris terlalu kuat sehingga lukanya ikut dalam. 'Aku harus beli obat merah atau plester,' pik

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ancaman Rajendra

    Livia menatap lembaran uang yang dilempar Rajendra ke hadapannya dengan tatapan memburam akibat sepasang matanya yang berselimut kabut air mata. Hatinya sedih lantaran cara Rajendra memperlakukannya dan hanya menilainya sebatas uang. "Kenapa diam? Masih kurang uangnya? Berapa lagi yang kamu butuh, hah?" Rajendra membuka lagi dompetnya, mengambil kembali sejumlah uang dari sana, melemparnya ke muka Livia. "Kenapa kamu jahat sama saya, Ndra? Salah saya apa?" tanya Livia lirih dengan air mata yang hampir berderai. Rajendra berdecih. "Masih bisa bertanya salahmu apa?" "Saya memang nggak tahu, Ndra." "Itu karena kamu bodoh!" sergah Rajendra melampiaskan segala sakit hatinya. "Sekarang suruh orang itu pergi. Aku nggak mau ngeliat dia menginjakkan kaki di rumahku lagi!" Livia cepat menggelengkan kepalanya. "Saya sudah terlanjur menerima uang dari Pak Ryuga," dustanya. Yang sebenarnya ia belum menerima sepeser pun dari Ryuga. Mereka baru sekadar berkenalan. "Kembalikan!" Kata be

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Cinta Sendiri

    "Selamat malam, Bu Livia, saya mengantar Hazel les," kata Ryuga setelah Livia muncul dan duduk di hadapannya."Selamat malam, Pak Ryuga," jawab Livia ramah. Ekspresinya begitu ceria. Tidak ada yang tahu jika sesaat yang lalu Livia baru bertengkar hebat dengan suaminya. "Hazel silakan ditinggal ya, Pak. Nanti Bapak bisa jemput satu setengah jam lagi," sambung perempuan itu."Baiklah, Bu." Ryuga lantas berdiri, bersiap untuk pergi."Papa, jangan telat jemput aku ya, Pa," kata Hazel sebelum ayahnya meninggalkannya dengan Livia."Tentu, Sayang, Papa akan tepat waktu," janji pria itu.Sepeninggal Ryuga, Livia mengajak Hazel ke ruangan lain yang berada tepat di depan kamarnya. Di sanalah aktivitas belajar mengajar diselenggarakan.Hari pertama Livia mengajarkan matematika. Tadi Ryuga sempat bercerita padanya bahwa sang putri lemah dalam bidang pelajaran itu."Hazel, Bu Livia tinggal sebentar ya. Sekarang coba kamu kerjakan soal-soal ini dari nomor satu sampai sepuluh," kata Livia memberi in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kejutan Untuk Livia

    Livia menggenggam ponselnya dengan tangan gemetar. Sudah sejak tadi benda tersebut berada di dalam genggamannya. Livia melakukan itu hanya untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak salah lihat.Livia mengerjap berkali-kali dan ia mendapati hal yang sama. Di layar ponselnya terpampang dengan begitu nyata potret-potret yang memuat kemesraan Rajendra dengan Utary.Dada Livia sesak. Hatinya hancur. Batinnya terluka. Tidak ada yang lebih menyakiti Livia selain menyaksikan sendiri suaminya berbagi kehangatan dengan wanita lain. Livia lebih suka Rajendra membentak-bentaknya atau memperlakukannya dengan dingin ketimbang melihat kemesraan yang dipamerkan lelaki itu dan wanitanya.Ketika Livia akan menghubungi Rajendra sekali lagi untuk menanyakan maksud pria itu mengirim foto-foto tersebut, ponsel lelaki itu sudah mati. Livia tahu Rajendra sengaja melakukannya.Sampai keesokan pagi ketika Livia terbangun di sofanya yang dingin, ia tidak melihat Rajendra. Pria itu tidak ada di kasurnya yang besar. I

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bertemu Di Pemakaman

    Tok tok tok ...Kelopak mata Livia terbuka dengan perlahan ketika telinganya mendengar ketukan keras di depan pintu.Tok tok tok ...Pintu kembali diketuk. Kali ini dengan ketukan yang lebih keras dan terkesan tidak sabar.Livia mengusap matanya mengusir kantuk yang masih menggayuti. Siapa yang sepagi ini mengetuk pintu kamarnya?Dengan berat hati Livia terpaksa bangun dari tidurnya. Diambilnya tongkat yang selalu berada di dekatnya kemudian melangkah dengan menumpukan badannya ke tongkat tersebut.Pintu Livia buka. Perempuan itu sedikit kaget begitu menyaksikan siapa yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Utary!"Mana Rajendra?" tanya Utary langsung."Dia masih tidur," jawab Livia. "Ada apa?"Utary tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menerobos masuk ke kamar Livia dan naik ke tempat tidur di mana Rajendra berada."Ndra, bangun. Perut aku sakit." Utary membangunkan Rajendra dengan cara mengguncang-guncang tubuhnya.Rajendra menggumam tidak jelas sambil menggeliatkan badannya. Tetap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Pria Yang Menyenangkan

    Setelah mengetahui siapa pria yang saat ini berada di hadapannya, dengan cepat Livia mengusap muka untuk menghapus air matanya. Ia juga berdiri."Pak Ryuga," sapa Livia pada Ryuga, lelaki yang saat ini berada di dekatnya. Livia malu karena kedapatan menangis. Ia harap Ryuga tidak mendengar curhatan hatinya tadi. Ryuga tersenyum pada Livia. "Lagi ziarah?" tanya pria itu."Iya, Pak. Ini makam ayah dan ibu saya.""Maaf, saya tidak tahu kalau kedua orang tua anda sudah meninggal.""Nggak apa-apa, Pak. Kejadiannya sudah lama berlalu."Ryuga mengangguk."Kalau Pak Ryuga sedang apa di sini?" Livia bertanya penasaran."Saya sedang melayat. Kebetulan ada kenalan yang meninggal." Ryuga menunjuk ke sudut pemakaman. Di sana masih ada beberapa pelayat yang tersisa.Livia menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Pak Ryuga, saya duluan ya.""Ibu pakai apa?""Rencananya pakai taksi.""Sudah dipesan taksinya?""Belum, Pak.""Apa Ibu Livia keberatan pulang bersama saya?" Ryuga menawarkan diri. Ryuga m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bitter Truth

    Cuaca saat itu lebih terik dari biasanya. Para siswa berhamburan keluar dari sekolah. Sebagian dijemput orang tua mereka, sebagian lagi menuju mobil jemputan.Sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Geri turun dari dalamnya. Tasia yang juga ikut serta juga turun. Mereka disuruh Rajendra untuk menjemput anak-anak."Tante Tasia kok ikut jemput juga?" tanya Gadis keheranan. Biasanya kalau bukan Rajendra yang menjemput, pasti Geri atau Livia. "Bunda mana, Tante?"Geri dan Tasia saling pandang. "Naik dulu ya, nanti kita ngobrol di mobil." Tasia yang menjawab.Ketiga anak itu masuk ke mobil. Gadis duduk di tengah, diapit oleh Randu dan Lunetta di kanan dan kirinya."Bunda mana, Tante? Kenapa bukan Bunda yang jemput Adis?" Gadis mengulangi lagi pertanyaannya yang belum terjawab begitu mobil mulai melaju membelah jalan raya. Gadis sudah tidak sabar untuk menceritakan hal-hal yang ia alami di sekolah, sama seperti hari-hari sebelumnya.Tasia menoleh ke belakang, menatap mata Gadi

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Sedih Dan Cemburu

    Rajendra baru saja keluar dari ruangan meeting ketika ponselnya bergetar di dalam sakunya. Ia mengabaikannya sejenak lantaran masih berbicara dengan beberapa rekanan. Tapi panggilan tersebut terus berlanjut. Dengan sedikit kesal ia merogoh saku guna mengambil benda itu.Ada nomor tidak dikenal tertera di layar. Dahi Rajendra berkerut. Daripada nomor tersebut terus meneleponnya lebih baik ia menerimanya."Halo," sapa Rajendra datar."Halo. Betul ini dengan suami Ibu Livia?" tanya suara di sebarang sana.Mendengar nama istrinya disebut membuat debar dada Rajendra mengencang."Iya. Saya sendiri. Saya suaminya. Ada apa?""Kami dari Rumah Sakit Selalu Sehat ingin mengabarkan bahwa istri dan ibu Bapak mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat ini keduanya sedang berada dalam penanganan medis."Badan Rajendra mendadak lemas. Sendi-sendi penyangganya seakan ingin lepas dari tempatnya. Ia hampir saja tidak sanggup menopang berat tubuhnya sendiri."Bagaimana kondisi istri dan ibu saya?" tanyanya d

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Beli Lingerie Yang Banyak

    Sepanjang penerbangan panjang pulang ke Indonesia Livia lebih banyak diam. Ia tidak berbicara kalau tidak perlu menjawab pertanyaan yang diajukan Rajendra.Tatapannya hampa, pikirannya terbang jauh ke mana-mana. Pada masa-masa yang tidak ingin ia ingat lagi walau hanya sedikit saja.Rajendra menyadari perubahan itu. Biasanya Livia akan bercerita pengalaman mereka di Disneyland, bercanda dengan anak-anak atau hanya sekadar mengomentari sesuatu."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Rajendra sambil mengambil tangan Livia untuk digenggam."Nggak ada apa-apa, Ndra," jawabnya singkat tanpa menoleh, menghindari kontak mata dengan suaminya.Rajendra merasa tidak puas atas jawaban Livia tapi tidak ingin memaksa.Livia mengalihkan tatapannya ke luar jendela pesawat. Wajah Evan terbayang dengan jelas dalam pikirannya. Tatapan lelaki itu, keterkejutannya melihat keadaan Livia. Dan caranya bertutur dengan Livia masih seperti dulu. Seolah mereka punya sesuatu yang belum selesai.Livia tidak ingin mengingat

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bertemu Seseorang

    Sejak tahu ibunya telah tiada Lunetta menjadi begitu manja pada Rajendra. Seolah takut kehilangan orang tuanya yang tinggal satu-satunya."Papa mau ke toilet dulu, kamu tunggu di sini sebentar," kata Rajendra begitu mereka berada di bandara. Hari itu mereka akan berangkat ke Orlando."Aku ikut, Pa. Aku nggak mau tinggal.""Tapi Papa nggak ke mana-mana. Cuma ke toilet. Kamu sama Bunda dan Randu dulu."Lunetta menggeleng. Anak itu mengikuti Rajendra ke toilet yang membuat Rajendra pada akhirnya hanya bisa membiarkan.Bukan hanya ke toilet. Tapi saat berada di mana pun Lunetta juga duduk di pangkuan Rajendra. Padahal ada kursinya sendiri.Kesempatan itu digunakan Rajendra dengan baik untuk menasihati Lunetta."Sekarang kamu tahu kan kalau Mommy udah nggak ada? Yang kamu punya hanya Papa dan Bunda. Jadi bersikap baiklah terutama pada Bunda. Kalau kamu masih kasar dan kurang ajar Papa bakal antar kamu ke panti asuhan. Atau Papa tinggalin sendiri di sini. Mau?"Lunetta menatap ke sekeliling

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bercinta Adalah Obat Stres

    Titik-titik gerimis mulai turun. Rajendra masih berdiri di dekat makam Sharon dengan tangan mengepal di kedua sisi tubuh. Ia tidak pernah menyangka bahwa perjalanannya akan berakhir seperti ini. Tanpa Sharon. Tanpa tahu ke mana Lunetta akan dibawa.Di sampingnya Livia masih berusaha menenangkan Lunetta yang menangis tersedu. Sedangkan Randu dan Gadis hanya menatap dengan pandangan bingung sekaligus sedih.Rajendra mengambil napas dalam-dalam kemudian melepaskan dengan perlahan. Ia sangat lelah secara fisik dan batin.Lunetta kini tidak punya siapa-siapa lagi. Setelah berterima kasih pada wanita tua tetangga Sharon, Rajendra membawa keluarganya kembali ke hotel."Liv, aku nggak nyangka kalau Sharon beneran sakit parah," kata Rajendra seperti menggumam namun cukup terdengar oleh Livia.Livia hanya diam. Karena sepertinya apa yang ada di pikiran mereka saat ini tidak berbeda."Kasihan Lunetta," kata Rajendra beberapa saat kemudian yang diiyakan oleh Livia. "Jadi kira-kira gimana solusin

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Welcome to Ohio

    Setelah penerbangan panjang yang membuat letih, pesawat yang membawa Livia, Rajendra, Gadis, Randu dan Lunetta akhirnya mendarat di Ohio. Setelah keluar dari bandara angin dingin Ohio menyambut mereka. Langit tampak mendung. Seolah memberi pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi.Lunetta tampak gelisah di sepanjang perjalanan. Tangannya terus menggenggam ujung bajunya. Tatapannya kosong. Hanya satu hal yang ada di pikirannya. Mommy-nya. Ia tidak sabar untuk bertemu wanita itu.Mereka tiba di apartemen yang dulu Sharon tinggali. Hanya dengan bermodal nekat. Tanpa tahu kepastiannya apa Sharon masih tinggal di sana.Rajendra mengetuk unit apartemen tersebut. Ketukan pertama tidak mendapat jawaban. Ia mencoba lagi dengan lebih keras.Sepi.Lunetta mulai cemas. "Apa Mommy nggak ada di sini?" tanyanya pada diri sendiri dengan suara nyaris berbisik."Mungkin Mommy lagi keluar, Sayang," jawab Livia menghibur.Mereka kembali mengetuk pintu hingga tidak lama kemudian seorang wanita dengan ramb

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Saatnya Hampir Tiba

    Ujian telah selesai. Hari penerimaan rapor pun tiba. Gadis mendapat juara satu yang membuat bahagia Rajendra dan Livia. Begitu pun dengan Randu. Ia mendapat juara pertama di kelasnya. Sedangkan Lunetta, alih-alih akan juara, nilainya hanya pas-pasan."Anak Papa hebat. Papa bahagia, Sayang. Papa jadi tambah sayang sama Adis." Rajendra menggendong Gadis sambil menciumi pipinya kanan kiri sampai puas.Adis tertawa riang dalam pelukan Rajendra. "Adis juga sayang Papa.""Adis mau hadiah apa?""Hhmm, apa ya?" Gadis terlihat berpikir sejenak. "Kalau jalan-jalan ke Disneyland boleh, Pa?" tanyanya ragu."Boleh dong. Untuk anak gadis cantik Papa apa sih yang enggak?""Asyiiik, makasih Pa!" Gadis mencium satu sisi pipi Rajendra.Livia yang baru saja memberi selamat dan melihat rapor Randu menyikut lengan Rajendra. "Ndra, gendong Lunetta juga. Kasih dia selamat," bisiknya."Apanya yang mau aku kasih selamat?" Rajendra balas berbisik."Seenggaknya dia ngerasa disayang sama kamu.""Iya, ntar lagi.

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Satu Beban Akan Berkurang

    Rajendra mengusap wajahnya dengan kasar. Seolah tak percaya pada kata-kata Livia."Dia bilang begitu?" ulangnya untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar.Livia menghela napas panjang. "Iya, aku tahu dia masih kecil, belum bisa menerima situasi kita. Tapi kata-katanya tadi benar-benar menusuk, Ndra."Rajendra meremas rambutnya sendiri, merasa frustasi. Ia sudah sering menasihati Lunetta dan mengajarkan yang baik-baik tapi seolah semua percuma."Dari mana dia tahu istilah itu, Liv?""Entahlah. Mungkin diam-diam dia nonton sinetron di kamarnya," jawab Livia tidak pasti sambil duduk di sebelah Rajendra. "Salah kita juga, Ndra, ngasih anak-anak TV di kamar mereka.""Bukan salah kita, Sayang. Tapi salah aku. Aku terlalu memanjakan anak-anak. Memberi barang-barang yang belum mereka butuhkan.""Gimana kalau kita blokir siaran dewasa atau kita tarik TV dari kamar mereka? Jadi kalau mereka mau nonton TV cukup di ruang tengah," kata Livia mengusulkan.Rajendra mengangguk setuju.Hari itu jug

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Mengadu

    Setibanya di sekolah Lunetta lebih dulu meloncat turun dari mobil. Sedangkan Randu menunggu Gadis."Bang Randu duluan aja. Adis mau ngobrol sebentar sama Bunda," kata Gadis pada Randu yang masih termangu menantinya.Randu mengangguk kemudian menyalami tangan Livia. Anak itu keluar dari mobil dan berjalan menuju kelasnya.Sementara itu Gadis yang duduk di sebelah Livia hanya diam mematung. Membuat Livia bertanya-tanya apa yang terjadi pada anaknya."Adis kenapa, Nak? Kenapa masih duduk di sini?"Gadis mendongak menatap pada Livia. Wajah anak itu terlihat bingung dan sedih."Tadi Kak Lunetta kenapa marah-marah sama Bunda? Emangnya Bunda salah apa?" Livia membisu sesaat mencari cara yang tepat untuk menjawab pertanyaan Gadis tanpa membebani pikirannya."Bunda nggak salah apa-apa, Sayang," ujarnya lembut dengan penuh kasih."Tapi Kak Lunetta jahat. Dia kasar sama Bunda," ucap Gadis dengan mata berkaca-kaca.Livia segera memeluknya. "Kok nangis sih, Sayang? Bunda kan baik-baik aja, Nak."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status