Di depan wastafel, Valeria kini sedang membasuh tangannya. Makan malam belum usai, tapi Valeria sudah muak berada di sana.Valeria menghela napas panjang saat melihat pantulan dirinya di cermin. Hari ini benar-benar melelahkan untuk Valeria.Langkah kaki jenjang Valeria pergi dari toilet untuk menuju ke ruang pertemuan. Namun, di lirong, dia melihat Marvelion menyandarkan punggungnya. Sepertinya dia sudah menunggu Valeria sejak tadi.Senyum Marvelion mengembang melihat Valeria sudah keluar dari toilet wanita. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana sambil menunggu langkah kaki Valeria lebih dekat ke arahnya."Mau kembali ke sana?" tanya Marvelion setelah Valeria berada di depannya. Dia pun menghalangi langkah Valeria."Tentu saja." Valeria membalasnya dengan wajah datar.Marvelion terkekeh melihat wajah Valeria yang bisa berubah setiap saat. Seperti saat mereka pertama bertemu di cafe waktu. Dia pun mengulurkan tangannya berniat menyingkirkan rambut Valeria yang ada di bahun
Baru saja Valeria meninggalkan Marvelion dan juga Sofia. Dia hendak masuk ke ruang pertemuan tadi tapi tiba-tiba tubuhnya terangkat ke udara.Valeria terpekik karena kaget. Tangan kekar sudah menggendongnya ala bridal style pergi dari tempat itu."Salvatore! Apa yang kamu lakukan?"Pria itu tak menjawab. Wajah dinginnya terlihat tak bersahabat. Entah apa yang mengacaukan suasana hatinya."Salvatore aku mau kembali ke ruang pertemuan," kata Valeria lagi."Pertemuan sudah selesai."Hanya itu yang dilontarkan dari mulut Salvatore. Meskipun Valeria merengek untuk minta di turunkan dari gendongannya, dia tidak mengidahkan hal itu.Mata Valeria membulat saat Salvatore berjalan begitu saja melewati kamar Valeria. Langkah kaki Salvatore terus berjalan sampai di depan sebuah kamar."Salvatore! Kamu membawaku kemana? Kamarku ada di sana!"Salvatore dengan mudahnya membuka kamarnya sendiri lalu membawa Valeria masuk ke dalam. Dia mengunci pintu itu, karena tahu Valeria pasti akan kabur.Tanpa ba
Angin malam menghembus dengan kencang. Antonio merapatkan jaket hitamnya. Pria itu sedang melakukan tugas dari Salvatore untuk mengawal pasukan dalam sebuah transakasi.Antonio menatap gudang tua di depan mereka, tempat yang disepakati untuk malam ini. Bau garam dari pelabuhan tercium tajam, dan udara dingin malam itu membuatnya merasa semakin tidak nyaman."Jangan lengah," katanya kepada anak buahnya, tangannya menggenggam erat senjata di balik jaketnya.Ketika truk besar memasuki area, lampu depannya menerangi pintu gudang yang terbuka. Seorang pria berbadan besar turun dari truk, diikuti oleh beberapa anak buahnya yang membawa peti kayu besar. Antonio memberi isyarat pada anak buahnya untuk mendekat."Kita lakukan ini cepat," kata pria itu, suaranya berat dan tajam.Antonio hanya mengangguk, membuka tas besar berisi uang tunai. Dia berjalan mendekat, kini berada tepat dihadapan pria itu. Antonio merasakan ada yang tidak beres dengannya saat pria itu menyeringai."Berikan uang itu t
Valeria terbangun dari tidurnya. Matanya langsung disuguhkan dengan pemandangan Salvatore yang sudah rapi dengan setetan jas berwarna hitam."Sudah bangun? Kenapa tidak membangunkan aku?" Valeria duduk di tepi ranjang."Ini masih sangat awal, kamu bisa kembali tidur. Aku ada beberapa urusan yang harus diselesaikan sebelum pergi ke lapangan.""Apa kamu terbiasa bangun pagi?""Hm," jawab Salvatore yang masih sibuk membenarkan dasinya.Valeria tak menyangka, dibalik wajah dingin, sikap yang tegas, dan semua kesuksesannya ini. Salvatore adalah orang yang sangat disiplin dan terstruktur."Harusnya, aku sarapan denganmu. Tapi aku tidak punya banyak waktu."Valeria berjalan mendekatinya. "Santai saja, aku akan sarapan dengan Mona dan Morgan."Tangan Salvatore berhenti bergerak. Dia langsung menoleh ke arah Valeria sambil menatapnya tajam. "Aku tidak suka dengan Morgan.""Pfft! Dia sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri.""Itu kan kamu, bukan dia. Aku jelas tahu apa yang dia pikirkan tentan
Valeria pergi ke proyek bersama Mona dan Morgan. Tempat proyek itu berlangsung sangat tidak jauh dari hotel yang mereka tempati.Hari ini sinar matahari cukup terik di atas kepala mereka. Membuat peluh menetes dari dahi masing-masing. Mona terlihat kegerahan, sesekali mengibaskan tangannya untuk menyejukkan diri. Namun, Valeria dan Morgan tetap terlihat tenang bahkan sangat profesional."Rencana ini bisa dilaksanakan jika bengunan sudah selesai, Nyonya," kata pekerja proyek."Tentu saja, terimakasih atas kerja kerasnya hari ini. Kami akan sering-sering datang untuk melihat perkembangan."Valeria menjabat tangan pria itu lalu beranjak pergi dari sana. Dia melihat Salvatore sedang berbincang dengan Anderson. Mereka tampak serius, membuat Valeria memilih untuk tidak mendekat."Nyonya Valeria," sapa Anderson membuat valeria mau tak mau harus mendatangi mereka untuk menyapa."Pak Anderson, Tuan Salvatore," sapa balik Valeria.Salvatore terlihat dingin menanggapi Valeria. Kebingungan terlih
"Salvatore, aku ...,""Aku tidak akan memaksamu," kata Salvatore sambil mengusap pipi Valeria.Dengan sengaja, Valeria menarik tengkuk Salvatore ke arahnya untuk mencium bibir Salvatore. Tak bisa dipungkiri jika Valeria juga sangat menginginkan Salvatore, tapi di dalam hatinya masih ragu untuk berhubungan dengan pria.Salvatore membalas ciuman Valeria yang tampak ragu-ragu. Dia mengusap pipi Valeria dengan lembut, memberikan kenyamanan untuk Valeria.Lagipula, meskipun Salvatore sangat ingin, dia tidak akan memaksa jika batin Valeria masih belum bisa menerimanya. Kali ini, Salvatore merasakan hanya tubuh Valeria yang membutuhkannya.Lidah mereka saling beradu dan menyecap satu sama lain. Suara erangan tertahan Valeria menghiasai ruangan itu.Tangan Salvatore tak tinggal diam, dia mengelus tubuh Valeria dari balik bathrobe yang sudah dia singkap ke samping. Tubuh halus Valeria kini berada di bawah kulitnya.Usapan lembut tangan Salvatore menjelajahi perut Valeria lalu perlahan naik ke
"Salvatore, aku ...,""Aku tidak akan memaksamu," kata Salvatore sambil mengusap pipi Valeria.Dengan sengaja, Valeria menarik tengkuk Salvatore ke arahnya untuk mencium bibir Salvatore. Tak bisa dipungkiri jika Valeria juga sangat menginginkan Salvatore, tapi di dalam hatinya masih ragu untuk berhubungan dengan pria.Salvatore membalas ciuman Valeria yang tampak ragu-ragu. Dia mengusap pipi Valeria dengan lembut, memberikan kenyamanan untuk Valeria.Lagipula, meskipun Salvatore sangat ingin, dia tidak akan memaksa jika batin Valeria masih belum bisa menerimanya. Kali ini, Salvatore merasakan hanya tubuh Valeria yang membutuhkannya.Lidah mereka saling beradu dan menyecap satu sama lain. Suara erangan tertahan Valeria menghiasai ruangan itu.Tangan Salvatore tak tinggal diam, dia mengelus tubuh Valeria dari balik bathrobe yang sudah dia singkap ke samping. Tubuh halus Valeria kini berada di bawah kulitnya.Usapan lembut tangan Salvatore menjelajahi perut Valeria lalu perlahan naik ke
Langkah kaki Valeria berjalan mendekat ke arah meja di mana Salvatore duduk. Dia dengan kesal menaruh pantatnya di atas kursi."Aku pikir kamu tidak datang, karena tidak membalas pesanku," ucap pria tersebut.Valeria tidak menjawab dan tiba-tiba saja mengambil air mineral yang ada di atas meja. Dia membasuh tenggorokannya yang tiba-tiba kering setelah bertemu dengan Julian dan juga yang lainnya."Ada sesuatu yang terjadi saat kamu datang ke sini?" tanya Salvatore dengan tenang.Jawaban tak segera diberikan oleh Valeria. Dia justru menatap lekat Salvatore."Mau pergi denganku?" tanya Valeria."Kemana?""Beli bikini."Bukannya terkejut, Salvatore justru menyandarkan punggungnya. "Untuk pesta kolam renang yang diadakan Julian?"Valeria sengaja melebarkan kedua bola matanya. "Kamu tahu itu?""Dia baru saja mengundangku.""Kamu datang?""Tidak.""Kenapa tidak?" tanya Valeria penasaran."Aku tidak membuang-buang waktuku untuk hal-hal seperti itu."Valeria berdecih lalu ikut menyandarkan pun