Sudah sejak dua jam yang lalu Salvatore duduk di jok belakang mobil sambil melihat ke arah cafe. Tepatnya, dia sedang memandangi Valeria yang duduk sendirian setelah bertemu dengan seorang wanita."Memangnya dia mau apa setelah ini?" gumam Salvatore.Dia sediri juga bingung melihat Valeria yang bahkan tak beranjak sedikitpun dari kursinya.Hembusan angin malam menerpa wajah cantik Valeria. Senyuman Salvatore mengembang saat rambut Valeria menjadi berantakan."Cantik," gumamnya. "Sama saat kita pertama kali bertemu."Tak lama, Salvatore melihat perubahan wajah Valeria yang berubah menjadi kesal dengan tiba-tiba. Jari-jari lentik itu meremas kuat gelas yang ada di tangannya.Apakah perubahan suasana hatinya secepat ini? Pikir Salvatore.Membuntuti Valeria menjadi kegiatan rutin Salvatore akhir-akhir ini. Entah apa yang dipikirkannya, tapi Salvatore benar-benar tertarik dengan Valeria. Dia juga sudah tahu semua latar belakang Valeria. Dia juga tahu jika Valeria pernah menikah dengan Juli
Beberapa menit mobil Salvatore berjalan, kini berhenti tepat di pinggir jalan.Valeria bisa melihat Filarete Tower yang sudah sangat sepi karena sudah tutup."Kenapa kita ke sini?" tanya Valeria yang langsung menoleh ke arah Salvatore.Salvatore hanya diam. Dia melepaskan sabuk pengamannya lalu menoleh ke arah Valeria.Mata biru dengan alis tebal itu lagi-lagi membuat Valeria terpesona. Entah kenapa Valeria bahkan tak merasa takut saat Salvatore mengajaknya ke tempat ini."Kamu tidak takut denganku? Orang lain akan menghindari tatapan mataku saat aku melihatnya seperti ini," kata Salvatore.Valeria mengedikkan bahu. "Kenapa aku harus takut?""Harusnya kamu takut. Bisa saja aku menculikmu setelah ini, atau mungkin menghabisimu.""Cih, jika pun begitu, kenapa tadi kamu menolongku?" kata Valeria sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu menatap ke depan di mana Filarete Tower berada. "Oh, satu hal lagi. Aku tidak akan berterima kasih. Aku tadi tidak butuh bantuanmu. Sama sekali."
Valeria nampak fokus di depan meja kerjanya. Sejak pertemuannya dengan Salvatore beberapa hari yang lalu, Valeria menjadi sangat sibuk. Karena dia juga harus mengurusi banyak proyek yang dia ambil alih dari Julian.Tok! Tok!"Masuk."Mona membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan melihat Valeria yang masih berkutat dengan layar laptopnya."Maaf Nyonya, gaun yang anda pesan sudah siap.""Lima belas menit lagi aku akan turun," ucap Valeria masih tak mengalihkan pandangannya."Baik, Nyonya."Mona langsung keluar dari sana. Satu bulan bekerja dengan Valeria membuatnya belajar satu hal, apapun yang Valeria ucapkan harus segera dilaksanakan.Mesin ketik Valeria kini behenti. Dia menutup laptopnya dan melepas kacamata yang dia gunakan.Tubuh ramping itu mendorong sandaran kursi agar berputar kebelalang. Dia menghela napas kasar saat melihat pemandangan kota Milan di depannya dari balik jendela kaca.Malam ini, dia berencana menghadiri undangan Rossalia untuk makan malam dengan para wanita-wan
"Ahhh!"Isabella berteriak sambil melemparkan tasnya ke sofa ruang tamu.Gegas, Giovani, Sofia dan juga Julian yang semula ada di kamar langsung menghampirinya dengan terburu-buru."Mom? Ada apa?" teriak Sofia sambil berlari menuruni tangga."AH! Akan aku bunuh jalang itu! Aku benci dia! Aku benci dia!"Isabella mengambil vas bunga lalu membantingnya ke lantai. Pecahannya bahkan sampai mengenai kaki Isabella sendiri."Mommy!""Ada apa sih, Mom? Pulang-pulang kok marah-marah?"Isabella semakin mengamuk dan membanting semua yang ada dihadapannya. Giovani dan juga Julian berusaha menghentikan Isabella."Mom! Sudah!""Akh! Aku kesal sekali!"Mereka membawa Isabella duduk di sofa."Sofia, ambil kotak obat," perintah Giovani."Baik, Dad."Sofia langsung beranjak dari tempatnya. Para pelayan juga berdatangan untuk membersihkan kekacauan yang dibuat oleh Isabella."Mom, ada apa sih?" tanya Julian.Julian dan Giovani sama-sama duduk di sisi Isabella. Wanita itu terlihat masih marah dengan mata
Valeria berjalan ke lorong hotel guna untuk pergi dari sana. Setelah keributan yang diakibatkan oleh Isabella, acara makan malam itu pun dibubarkan.Senyum puas terpancar dari wajah Valeria. Meskipun ini belum akhir dari segala balas dendamnya, tapi melihat wajah Isabella yang malu malam ini sudah menjadi kebahagiaan bagi Valeria.Baru juga Valeria tersenyum, tiba-tiba saja perutnya sakit. Langkah kakinya terhenti. Alisnya berubah mengkerut menahan sakit. Tangannya gemetar dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya."Akh!"Hampir saja Valeria terhuyung, sebuah tangan kekar sudah memegangi pinggang ramping Valeria dari belakang.Aroma parfum yang tak asing di indra penciuman Valeria membuatnya mendongak."Salvatore?"Buru-buru Valeria hendak melepeskan diri, tapi Salvatore justru mengeratkan tangannya. Membuat tubuh mereka saling menempel.Tatapan tajam dan dingin Salvatore menunduk menatap netra Valeria."Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" bisik Valeria dengan nada geram.Valeria
Setelah Valeria selesai makan, Salvatore tak lagi menahannya.Valeria sendiri makan dengan cukup, jika terlalu kenyang maka perutnya akan lebih sakit. Lagipula, dia juga benar-benar membatasi makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.Mendapatkan bentuk tubuh yang ideal seperti ini sangat tidak mudah untuk Valeria. Dia harus diet dan juga olahraga rutin selama berbulan-bulan untuk mendapatkannya. Jadi sekarang Valeria benar-benar harus menjaganya."Hah!"Valeria menghela napas kasar. Pria yang baru saja memaksanya untuk makan itu masih berjalan disampingnya. Tangan Salvatore bahkan masih bertengger di pinggang Valeria."Tidak bisakah kau melepaskan ku? Aku sudah makan, mau apa lagi? Ah, kalau untuk jadi wanitamu, aku sudah bilang kan, tidak."Salvatore mengangguk beberapa kali. "Memang tidak, untuk saat ini."Valeria menoleh ke arahnya sambil melotot. "Tidak juga untuk nanti.""Valeria!"Morgan segera berlari ke arah mereka, saat mereka baru saja keluar dari hotel tersebut.Wajah datar Mor
Valeria menjalani hari-harinya dengan kepenatan bekerja. Meskipun baru saja menapakkan kakinya di dunia bisnis, Valeria mulai terkenal cukup cakap. Karena itu, lambat laun mulai banyak mitra bisnis yang bekerja sama dengannya. Valeria membawa Morreti Club ke masa kejayaannya.Siang ini, setelah ada rapat penting, Valeria langsung keluar dari kantor untuk menemui klien. Wajahnya yang dingin dan pesonanya yang sangat cantik membuat semua orang terkesima saat Valeria berjalan di keramaian.Valeria berjalan di lobi restoran mewah bersama Morgan, Mona dan beberapa karyawan Morreti Club lainnya. Mereka berjalan mengikuti Valeria di belakang"Solara Corp. memiliki jaringan luas di Eropa dan Asia, terutama dalam sektor perhotelan dan hiburan kelas atas. Mereka menawarkan akses ke pasar-pasar tersebut dan siap untuk berinvestasi besar-besaran dalam acara-acara premium yang bisa kita kelola," jelas Mona yang berjalan di samping Valeria."Bagaimana dengan keuntungannya?""Jika kesepakatan ini b
Di sebuah ruangan kantor yang terlihat besar dan mewah, terlihat Salvatore sedang berdiri sambil melihat ke luar jendela. Secangkir kopi hangat berada di tangannya.Pagi ini Milan sedang diguyur hujan dengan lebatnya. Awan hitam juga menyelimuti di langit sejauh mata memandang.Helaan napas Salvatore terlihat tenang. Aura dominasi yang kuat selalu terpancar disekitarnya."Tuan."Seorang pria berjas hitam memakai kacamata, baru saja masuk ke dalam ruangan Salvatore."Morreti Club berhasil menandatangi proyek, dan akan ikut serta dalam pembangunan Hotel kali ini," jelasnya.Salvatore menyunggingkan ujung bibirnya. Ada proyek besar yang akan di kerjakan di Salerno.Dia dengan sengaja membuka jalan agar Morreti Club bisa bergabung di proyek kali ini. Tujuan Salvatore hanya ingin mendekati Valeria. Tapi tidak disangka, Valeria benar-benar tidak melewatkan kesempatan sama sekali."Bagus, persiapkan semuanya.""Baik, Tuan."Pria itu langsung undur diri setelah menunduk, meskipun Salvatore ma