Fatma menelungkupkan tubuhnya di atas ranjang sambil menangis. Kali ini rasanya benar-benar amat sangat sesak, seperti ada batu besar yang menghimpitnya sehingga dia kesusahan untuk bernafas.Tak pernah Fatma merasakan sakit yang begitu dalam seperti sekarang, bahkan rasa sakit ini melebihi sakit di mana saat mengetahui Satria mencintai Azizah.Umi dan Abi saling berpandangan di ambang pintu, kemudian mereka pun mendekat lalu Umi mengusap punggung Fatma. Merasakan itu dia pun langsung terbangun dan memeluk tubuh Uminya sambil menangis tersedu-sedu."Kenapa, Umi? Kenapa Mas Satria begitu jahat kepadaku? Aku sudah sangat berkorban untuknya, tapi apa, Umi? Dia sama sekali tak pernah menghargaiku. Aku harus bagaimana, Umi? Aku tidak bisa lepas darinya, tapi aku sungguh tersiksa jika bersamanya.""Lepaskan dia!" ucap Umi membuat Fatma seketika melepaskan pelukannya."Tapi Umi, bagaimana dengan nazarku?"Umi terlihat memejamkan matanya sambil menghela nafas dengan berat. Dia menatap lekat
Nisa yang sejak kemarin hanya diam saja melihat percocokan antara rumah tangga sahabatnya, kali ini dia tidak bisa tinggal diam. Wanita itu pun menatap dingin ke arah Satria."Apa yang dikatakan oleh Azizah itu benar, Satria. Kamu ini seperti seorang pria yang badjingan, di mana telah menyakiti hati seorang wanita dan dia adalah istrimu, tapi kamu tidak merasa bersalah sedikitpun? Wajahmu masih terlihat sangat enteng setelah ucapanmu semalam. Satria ... Satria ..." Nisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum mengejek. "Kalau kamu berpikir Fatma akan kembali memaafkanmu, pikiranmu itu salah besar! Wanita seperti Fatma juga punya batas kesabaran Satria. Dia mungkin kemarin-kemarin masih sabar, masih bertahan dengan rasa sakitnya, tapi lama-lama wanita juga akan berpikir ulang, apalagi Fatma mendiagnosa penyakit yang begitu mematikan. Apakah dia akan menyia-nyiakan hidupnya hanya untuk rasa sakit saja? Apakah dia tidak akan menggapai kebahagiaan di sisa hidupnya?" Nisa terkekeh kecil k
"Barang-barang yang selalu kamu berikan kepadaku, mengingatkanku kepada barang yang selalu dikirim oleh orang yang misterius," ucap Fatma. Dia menatap dalam ke arah Andre lalu dia pun berkata, "Andre ... apakah semua barang-barang misterius yang aku terima selama ini, adalah darimu?"Umi dan Abi cukup terkejut saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari Fatma terhadap pria tampan tersebut, sementara Andre hanya diam untuk beberapa detik.Dia bingung apakah harus jujur kepada Fatma dan kedua orang tuanya, bahwa selama ini barang-barang yang diterima oleh Fatma adalah dari dirinya sendiri. Akan tetapi dia takut Fatma marah."Nadre, jawab! Entah kenapa aku merasa bahwa barang itu dari kamu?"Andre memejamkan matanya. Dia kemudian mengangguk, membuat Abi dan Umi seketika membulatkan mata, akan tetapi tidak dengan Fatma, dia malah tersenyum tipis."Iya Fat, aku yang mengirimkan semua barang-barang tersebut, karena aku tahu bahwa kamu sangat menyukai warna pink. Ditambah aku ingin membuat
"Bolehkah saya masih bertemu dengan Fatma, Om? Bolehkah saya masih memberikan barang-barang itu, dan bolehkah saya mendekati Fatma? Walaupun saya tahu, bahwa Fatma tidak akan menjadi milik saya, tapi setidaknya disisa akhir hidup Fatma, kita membuatnya bahagia. Saya ingin menjadi bagian dalam ingatannya untuk menggapai kebahagiaan." Andre berkata dengan nada yang tulus.Terlihat jelas di kedua netranya jika pria itu benar-benar sangat mencintai Fatma. Abi nampak bimbang, namun dia dapat melihat cinta yang begitu dalam pada diri Andre."Tapi kamu tahu kan konsekuensinya apa? Fatma tidak akan pernah menjadi milik kamu, karena Abi sangat yakin, Satria tidak akan pernah mau menceraikannya. Namun Abi juga tidak mengizinkan Fatma untuk kembali bersama dengan Satria. Biar saja hubungan mereka digantung, yang penting Fatma bahagia dan tidak terus-terusan menderita dan tertekan batinnya.""Iya Om, tidak apa-apa, saya mau ... selagi itu bisa membuat Fatma tersenyum saya akan melakukan apapun, y
Sudah 3 hari Fatma dirawat di rumah sakit dan selama itu pula Abi dan Uminya tak pernah meninggalkannya, kecuali ke rumah hanya untuk mengambil pakaian serta membersihkan diri."Assalamualaikum!" Andre masuk ke dalam ruangan tersebut."Waalaikumsalam," jawab Umi yang menjaga Fatma."Umi, apa kabar?""Baik, Nak Andre.""Ini Umi ... Andre bawakan pizza. Tadi sekalian lewat." Pria itu menaruh box pizza di atas meja di depan sofa."Terima kasih ya Nak Andre, repot-repot sekali.""Tidak repot kok Umi," jawab Andre dia melihat ke arah Fatma yang saat ini sedang makan buah disuapi oleh Uminya. "Gimana keadaan kamu, Fatma? Apa kamu sudah boleh pulang?""Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Besok juga sudah pulang kok, tadinya mau hari ini cuman Dokter melarang. Katanya biar besok saja tapi sebenarnya aku bosan terus-terusan di sini."Andre yang mendengar itu pun tersenyum tipis. "Kalau begitu Umi ... aku minta izin buat bawa Fatma jalan-jalan di taman biar dia bisa menghirup udara segar, ya
"Apa maksud Anda, Tuan? Kenapa Anda berkata seperti itu?" Azizah menatap tajam ke arah Andre, "saya tidak pernah berpikiran buruk tentang Mbak Fatma. Saya juga tidak pernah menginginkan Mbak Fatma pergi dari rumah." Azizah Tentu saja tidak terima dituduh demikian oleh Andre."Tapi nyatanya Satria mencintai kamu kan? Dia lebih mengutamakan kamu ketimbang Fatma yang notabenya istri pertama, ditambah sekarang Fatma lagi sakit keras. Harusnya kalau memang satria mencintai kamu ... dia bisa berbuat adil kepada Fatma. Jika tidak bisa memberikan cinta, seharusnya bisa menghargai dan tidak menuduh Fatma yang bukan-bukan."Fatma yang melihat kegaduhan itu pun segera menatap ke arah Andre dan menggelengkan kepalanya, memberikan kode untuk pria itu diam."Maafkan Andre, ya Azizah. Dia itu sahabatku, dia juga yang dituduh oleh Mas Satria berselingkuh denganku. Padahal kami sahabatan sudah sejak lama, sebelum aku dan Mas Satria menikah.""Iya Mbak tidak apa-apa, tapi Mbak jangan merasa sendiri ya.
"Ada apa, Mas?" Azizah menatap penasaran."Itu sayang, teman aku tadi kerampokan dan dia minta tolong aku untuk jemput."Azizah yang mendengar itu tentu saja sangat khawatir. "Ya udah, kalau gitu kamu pergi sekarang Mas! Kasihan dia ..." Satria mengangguk lalu dia langsung pergi dari rumah.Azizah sampai lupa untuk menanyakan apakah temannya itu laki-laki atau perempuan, tapi dia percaya pada suaminya, kemudian Azizah pun kembali ke kamar untuk menyusui Syafiq."Suami lo ke mana? Gue kira lo lagi ngelayanin sama lo di kamar?" tanya Nisa sambil menepuk nepuk pelan tubuh Syafiq agar bayi itu tertidur pulas."Pergi lagi. Tadi katanya temennya dirampok, makanya minta tolong deh sama Mas Satria," jawab Azizah sambil duduk di tepi ranjang dan memandang ke arah Putra tampannya."Perempuan atau laki-laki?" tanya Nisa kembali.Azizah langsung mangkat kedua bahunya. "Entah ... aku lupa menanyakan soal itu, laki-laki mungkin ....""Lo yakin? Tapi kenapa aku merasa nggak yakin ya?" Nisa mengetuk-
Azizah terbangun di pagi hari. Setelah membersihkan diri dia pun menuju dapur untuk menyiapkan sarapan membantu Bi Siti.Setelah membuat kopi, Azizah bergegas menuju kamar suaminya akan tetapi dia tidak melihat Satria di sana, wanita itu pun mengerutkan keningnya."Apa Mas Satria sedang jogging ya?" lirih Azizah, dia mengangkat kedua bahunya beranggapan bahwa Satria sedang berolahraga pagi.Akan tetapi saat Jam menunjukkan pukul 07.00, Satria masih belum juga pulang. Wanita itu pun merasa heran lalu dia berjalan ke teras dan tidak mendapati mobil Satria."Lho ... mobilnya tidak ada, berarti Mas Satria tidak di rumah? Apa dia tidak pulang semalam? Tapi kata dia semalam mau menolong temannya yang kerampokan, atau jangan-jangan terjadi apa-apa lagi dengan Mas Satria?" cemas Azizah.Wanita itu segera menelpon Satria, akan tetapi nomornya tidak aktif, membuat dirinya benar-benar dilanda kekhawatiran. Hingga beberapa saat kemudian terdengar deru mesin mobil. Azizah pun segera bergegas dan d