"Bolehkah saya masih bertemu dengan Fatma, Om? Bolehkah saya masih memberikan barang-barang itu, dan bolehkah saya mendekati Fatma? Walaupun saya tahu, bahwa Fatma tidak akan menjadi milik saya, tapi setidaknya disisa akhir hidup Fatma, kita membuatnya bahagia. Saya ingin menjadi bagian dalam ingatannya untuk menggapai kebahagiaan." Andre berkata dengan nada yang tulus.Terlihat jelas di kedua netranya jika pria itu benar-benar sangat mencintai Fatma. Abi nampak bimbang, namun dia dapat melihat cinta yang begitu dalam pada diri Andre."Tapi kamu tahu kan konsekuensinya apa? Fatma tidak akan pernah menjadi milik kamu, karena Abi sangat yakin, Satria tidak akan pernah mau menceraikannya. Namun Abi juga tidak mengizinkan Fatma untuk kembali bersama dengan Satria. Biar saja hubungan mereka digantung, yang penting Fatma bahagia dan tidak terus-terusan menderita dan tertekan batinnya.""Iya Om, tidak apa-apa, saya mau ... selagi itu bisa membuat Fatma tersenyum saya akan melakukan apapun, y
Sudah 3 hari Fatma dirawat di rumah sakit dan selama itu pula Abi dan Uminya tak pernah meninggalkannya, kecuali ke rumah hanya untuk mengambil pakaian serta membersihkan diri."Assalamualaikum!" Andre masuk ke dalam ruangan tersebut."Waalaikumsalam," jawab Umi yang menjaga Fatma."Umi, apa kabar?""Baik, Nak Andre.""Ini Umi ... Andre bawakan pizza. Tadi sekalian lewat." Pria itu menaruh box pizza di atas meja di depan sofa."Terima kasih ya Nak Andre, repot-repot sekali.""Tidak repot kok Umi," jawab Andre dia melihat ke arah Fatma yang saat ini sedang makan buah disuapi oleh Uminya. "Gimana keadaan kamu, Fatma? Apa kamu sudah boleh pulang?""Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Besok juga sudah pulang kok, tadinya mau hari ini cuman Dokter melarang. Katanya biar besok saja tapi sebenarnya aku bosan terus-terusan di sini."Andre yang mendengar itu pun tersenyum tipis. "Kalau begitu Umi ... aku minta izin buat bawa Fatma jalan-jalan di taman biar dia bisa menghirup udara segar, ya
"Apa maksud Anda, Tuan? Kenapa Anda berkata seperti itu?" Azizah menatap tajam ke arah Andre, "saya tidak pernah berpikiran buruk tentang Mbak Fatma. Saya juga tidak pernah menginginkan Mbak Fatma pergi dari rumah." Azizah Tentu saja tidak terima dituduh demikian oleh Andre."Tapi nyatanya Satria mencintai kamu kan? Dia lebih mengutamakan kamu ketimbang Fatma yang notabenya istri pertama, ditambah sekarang Fatma lagi sakit keras. Harusnya kalau memang satria mencintai kamu ... dia bisa berbuat adil kepada Fatma. Jika tidak bisa memberikan cinta, seharusnya bisa menghargai dan tidak menuduh Fatma yang bukan-bukan."Fatma yang melihat kegaduhan itu pun segera menatap ke arah Andre dan menggelengkan kepalanya, memberikan kode untuk pria itu diam."Maafkan Andre, ya Azizah. Dia itu sahabatku, dia juga yang dituduh oleh Mas Satria berselingkuh denganku. Padahal kami sahabatan sudah sejak lama, sebelum aku dan Mas Satria menikah.""Iya Mbak tidak apa-apa, tapi Mbak jangan merasa sendiri ya.
"Ada apa, Mas?" Azizah menatap penasaran."Itu sayang, teman aku tadi kerampokan dan dia minta tolong aku untuk jemput."Azizah yang mendengar itu tentu saja sangat khawatir. "Ya udah, kalau gitu kamu pergi sekarang Mas! Kasihan dia ..." Satria mengangguk lalu dia langsung pergi dari rumah.Azizah sampai lupa untuk menanyakan apakah temannya itu laki-laki atau perempuan, tapi dia percaya pada suaminya, kemudian Azizah pun kembali ke kamar untuk menyusui Syafiq."Suami lo ke mana? Gue kira lo lagi ngelayanin sama lo di kamar?" tanya Nisa sambil menepuk nepuk pelan tubuh Syafiq agar bayi itu tertidur pulas."Pergi lagi. Tadi katanya temennya dirampok, makanya minta tolong deh sama Mas Satria," jawab Azizah sambil duduk di tepi ranjang dan memandang ke arah Putra tampannya."Perempuan atau laki-laki?" tanya Nisa kembali.Azizah langsung mangkat kedua bahunya. "Entah ... aku lupa menanyakan soal itu, laki-laki mungkin ....""Lo yakin? Tapi kenapa aku merasa nggak yakin ya?" Nisa mengetuk-
Azizah terbangun di pagi hari. Setelah membersihkan diri dia pun menuju dapur untuk menyiapkan sarapan membantu Bi Siti.Setelah membuat kopi, Azizah bergegas menuju kamar suaminya akan tetapi dia tidak melihat Satria di sana, wanita itu pun mengerutkan keningnya."Apa Mas Satria sedang jogging ya?" lirih Azizah, dia mengangkat kedua bahunya beranggapan bahwa Satria sedang berolahraga pagi.Akan tetapi saat Jam menunjukkan pukul 07.00, Satria masih belum juga pulang. Wanita itu pun merasa heran lalu dia berjalan ke teras dan tidak mendapati mobil Satria."Lho ... mobilnya tidak ada, berarti Mas Satria tidak di rumah? Apa dia tidak pulang semalam? Tapi kata dia semalam mau menolong temannya yang kerampokan, atau jangan-jangan terjadi apa-apa lagi dengan Mas Satria?" cemas Azizah.Wanita itu segera menelpon Satria, akan tetapi nomornya tidak aktif, membuat dirinya benar-benar dilanda kekhawatiran. Hingga beberapa saat kemudian terdengar deru mesin mobil. Azizah pun segera bergegas dan d
"Cupang? Maksud kamu?" Fatma menatap bingung ke arah Azizah.Wanita itu terdiam menatap ragu, apakah ia harus mengungkapkannya pada Fatma atau tidak. Azizah hanya takut jika nanti Fatma akan kaget dan malah berdampak buruk pada kesehatannya.Melihat Azizah hanya diam saja membuat Fatma penasaran. "Zah ... kok kamu diam aja? Ayo jawab! Cupang apa maksud kamu? Kenapa sama mas Satria? Apa dia mendua?" Fatma memberondong Azizah dengan berbagai pertanyaan.Hatinya mendadak menjadi takut. Takut jika Satria bermain di belakang mereka dan berbuat yang macam-macam. Fatma menatap lekat ke arah Azizah di mana wanita itu terlihat sangat gelisah."Nggak ada kok, Mbak. Tadi aku cuma salah," ucap aja Azizah terpaksa berbohong demi kesehatan Fatma.Namun saat ini dibenaknya muncul berbagai pertanyaan tentang tanda yang berada di leher milik Satria. 'Jika itu bukan dari Mbak Fatma, lalu dari siapa? Apa iya Mas Satria berselingkuh di belakangku dan juga Mbak Fatma? Tapi rasanya tidak mungkin.' batin Az
"Siapa?" tanya Fatma, Azizah dan Andre serempak.Nisa sempat terkekeh melihat kekompakan ketiga orang yang berada di hadapannya. Dia sangat yakin bahwa mereka amat penasaran dengan jawaban yang akan diberikannya."Yeee ... malah ketawa. Ayo jawab!" desak Azizah yang sudah tidak sabar."Selow dong!" Nisa kembali ke mode serius kemudian dia mencondongkan tubuhnya menatap Andre, Fatma dan juga Azizah bergantian. "Aku curiga dengan mantan dari suami kalian.""Hah? Mantan?" Azizah dan Fatma saling melirik satu sama lain. "Maksud kamu ... mantannya Mas Satria, emangnya siapa?" tanya Fatma yang belum paham dengan ucapan Nisa."Ya ampun! Masa kamu lupa sih? Iti loh ... wanita yang pernah ke rumah dengan alibi menjenguk Syafiq. Dia bilang kan waktu itu dia adalah mantannya Satria. Entah kenapa feelingku mengatakan, kalau Satria menolong dia dan bisa aja kan malam itu Satria nginep di rumahnya, Meli?" tutur Nisa sambil menyandarkan tubuhnya kembali di kursi.Fatma dan Azizah menggelengkan kepa
Fatma memutar bola matanya dengan malas saat mendengar tuduhan yang lagi-lagi terlontar dari mulut suaminya. Dia bangkit dari duduknya dan hendak menuju kamar tanpa memperdulikan keberadaan Satria ataupun ucapan yang begitu menyakitkannya."Mau ke mana kamu, Fatma?" Satria menatap tajam ke arah sang istri."Mau ke kamar lah istirahat. Untuk apa aku duduk di sini, hanya untuk mendengarkan celotehanmu yang begitu menyakitkan? Hanya untuk mendengarkan tuduhan yang tidak berdasar?" Fatma tersenyum miring sambil tertawa getir. "Jika kedatangan kamu ke sini hanya untuk menuduhku dan hanya untuk menyudutkanku, lebih baik sekarang kamu pulang deh, Mas!" Dia menunjuk ke arah pintu.Satria terperangah, untuk pertama kalinya Fatma berkata dengan nada datar dan mengusir dirinya. Dia seperti bukan Fatma yang dikenalnya selama 6 tahun ini."Kamu mengusir diriku, Fatma? Aku ini suamimu.""Suami macam apa yang selalu menuduh istrinya? Suami macam apa yang selalu menyakiti istrinya? Suami macam apa ya