"Barang-barang yang selalu kamu berikan kepadaku, mengingatkanku kepada barang yang selalu dikirim oleh orang yang misterius," ucap Fatma. Dia menatap dalam ke arah Andre lalu dia pun berkata, "Andre ... apakah semua barang-barang misterius yang aku terima selama ini, adalah darimu?"Umi dan Abi cukup terkejut saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari Fatma terhadap pria tampan tersebut, sementara Andre hanya diam untuk beberapa detik.Dia bingung apakah harus jujur kepada Fatma dan kedua orang tuanya, bahwa selama ini barang-barang yang diterima oleh Fatma adalah dari dirinya sendiri. Akan tetapi dia takut Fatma marah."Nadre, jawab! Entah kenapa aku merasa bahwa barang itu dari kamu?"Andre memejamkan matanya. Dia kemudian mengangguk, membuat Abi dan Umi seketika membulatkan mata, akan tetapi tidak dengan Fatma, dia malah tersenyum tipis."Iya Fat, aku yang mengirimkan semua barang-barang tersebut, karena aku tahu bahwa kamu sangat menyukai warna pink. Ditambah aku ingin membuat
"Bolehkah saya masih bertemu dengan Fatma, Om? Bolehkah saya masih memberikan barang-barang itu, dan bolehkah saya mendekati Fatma? Walaupun saya tahu, bahwa Fatma tidak akan menjadi milik saya, tapi setidaknya disisa akhir hidup Fatma, kita membuatnya bahagia. Saya ingin menjadi bagian dalam ingatannya untuk menggapai kebahagiaan." Andre berkata dengan nada yang tulus.Terlihat jelas di kedua netranya jika pria itu benar-benar sangat mencintai Fatma. Abi nampak bimbang, namun dia dapat melihat cinta yang begitu dalam pada diri Andre."Tapi kamu tahu kan konsekuensinya apa? Fatma tidak akan pernah menjadi milik kamu, karena Abi sangat yakin, Satria tidak akan pernah mau menceraikannya. Namun Abi juga tidak mengizinkan Fatma untuk kembali bersama dengan Satria. Biar saja hubungan mereka digantung, yang penting Fatma bahagia dan tidak terus-terusan menderita dan tertekan batinnya.""Iya Om, tidak apa-apa, saya mau ... selagi itu bisa membuat Fatma tersenyum saya akan melakukan apapun, y
Sudah 3 hari Fatma dirawat di rumah sakit dan selama itu pula Abi dan Uminya tak pernah meninggalkannya, kecuali ke rumah hanya untuk mengambil pakaian serta membersihkan diri."Assalamualaikum!" Andre masuk ke dalam ruangan tersebut."Waalaikumsalam," jawab Umi yang menjaga Fatma."Umi, apa kabar?""Baik, Nak Andre.""Ini Umi ... Andre bawakan pizza. Tadi sekalian lewat." Pria itu menaruh box pizza di atas meja di depan sofa."Terima kasih ya Nak Andre, repot-repot sekali.""Tidak repot kok Umi," jawab Andre dia melihat ke arah Fatma yang saat ini sedang makan buah disuapi oleh Uminya. "Gimana keadaan kamu, Fatma? Apa kamu sudah boleh pulang?""Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Besok juga sudah pulang kok, tadinya mau hari ini cuman Dokter melarang. Katanya biar besok saja tapi sebenarnya aku bosan terus-terusan di sini."Andre yang mendengar itu pun tersenyum tipis. "Kalau begitu Umi ... aku minta izin buat bawa Fatma jalan-jalan di taman biar dia bisa menghirup udara segar, ya
"Apa maksud Anda, Tuan? Kenapa Anda berkata seperti itu?" Azizah menatap tajam ke arah Andre, "saya tidak pernah berpikiran buruk tentang Mbak Fatma. Saya juga tidak pernah menginginkan Mbak Fatma pergi dari rumah." Azizah Tentu saja tidak terima dituduh demikian oleh Andre."Tapi nyatanya Satria mencintai kamu kan? Dia lebih mengutamakan kamu ketimbang Fatma yang notabenya istri pertama, ditambah sekarang Fatma lagi sakit keras. Harusnya kalau memang satria mencintai kamu ... dia bisa berbuat adil kepada Fatma. Jika tidak bisa memberikan cinta, seharusnya bisa menghargai dan tidak menuduh Fatma yang bukan-bukan."Fatma yang melihat kegaduhan itu pun segera menatap ke arah Andre dan menggelengkan kepalanya, memberikan kode untuk pria itu diam."Maafkan Andre, ya Azizah. Dia itu sahabatku, dia juga yang dituduh oleh Mas Satria berselingkuh denganku. Padahal kami sahabatan sudah sejak lama, sebelum aku dan Mas Satria menikah.""Iya Mbak tidak apa-apa, tapi Mbak jangan merasa sendiri ya.
"Ada apa, Mas?" Azizah menatap penasaran."Itu sayang, teman aku tadi kerampokan dan dia minta tolong aku untuk jemput."Azizah yang mendengar itu tentu saja sangat khawatir. "Ya udah, kalau gitu kamu pergi sekarang Mas! Kasihan dia ..." Satria mengangguk lalu dia langsung pergi dari rumah.Azizah sampai lupa untuk menanyakan apakah temannya itu laki-laki atau perempuan, tapi dia percaya pada suaminya, kemudian Azizah pun kembali ke kamar untuk menyusui Syafiq."Suami lo ke mana? Gue kira lo lagi ngelayanin sama lo di kamar?" tanya Nisa sambil menepuk nepuk pelan tubuh Syafiq agar bayi itu tertidur pulas."Pergi lagi. Tadi katanya temennya dirampok, makanya minta tolong deh sama Mas Satria," jawab Azizah sambil duduk di tepi ranjang dan memandang ke arah Putra tampannya."Perempuan atau laki-laki?" tanya Nisa kembali.Azizah langsung mangkat kedua bahunya. "Entah ... aku lupa menanyakan soal itu, laki-laki mungkin ....""Lo yakin? Tapi kenapa aku merasa nggak yakin ya?" Nisa mengetuk-
Azizah terbangun di pagi hari. Setelah membersihkan diri dia pun menuju dapur untuk menyiapkan sarapan membantu Bi Siti.Setelah membuat kopi, Azizah bergegas menuju kamar suaminya akan tetapi dia tidak melihat Satria di sana, wanita itu pun mengerutkan keningnya."Apa Mas Satria sedang jogging ya?" lirih Azizah, dia mengangkat kedua bahunya beranggapan bahwa Satria sedang berolahraga pagi.Akan tetapi saat Jam menunjukkan pukul 07.00, Satria masih belum juga pulang. Wanita itu pun merasa heran lalu dia berjalan ke teras dan tidak mendapati mobil Satria."Lho ... mobilnya tidak ada, berarti Mas Satria tidak di rumah? Apa dia tidak pulang semalam? Tapi kata dia semalam mau menolong temannya yang kerampokan, atau jangan-jangan terjadi apa-apa lagi dengan Mas Satria?" cemas Azizah.Wanita itu segera menelpon Satria, akan tetapi nomornya tidak aktif, membuat dirinya benar-benar dilanda kekhawatiran. Hingga beberapa saat kemudian terdengar deru mesin mobil. Azizah pun segera bergegas dan d
"Cupang? Maksud kamu?" Fatma menatap bingung ke arah Azizah.Wanita itu terdiam menatap ragu, apakah ia harus mengungkapkannya pada Fatma atau tidak. Azizah hanya takut jika nanti Fatma akan kaget dan malah berdampak buruk pada kesehatannya.Melihat Azizah hanya diam saja membuat Fatma penasaran. "Zah ... kok kamu diam aja? Ayo jawab! Cupang apa maksud kamu? Kenapa sama mas Satria? Apa dia mendua?" Fatma memberondong Azizah dengan berbagai pertanyaan.Hatinya mendadak menjadi takut. Takut jika Satria bermain di belakang mereka dan berbuat yang macam-macam. Fatma menatap lekat ke arah Azizah di mana wanita itu terlihat sangat gelisah."Nggak ada kok, Mbak. Tadi aku cuma salah," ucap aja Azizah terpaksa berbohong demi kesehatan Fatma.Namun saat ini dibenaknya muncul berbagai pertanyaan tentang tanda yang berada di leher milik Satria. 'Jika itu bukan dari Mbak Fatma, lalu dari siapa? Apa iya Mas Satria berselingkuh di belakangku dan juga Mbak Fatma? Tapi rasanya tidak mungkin.' batin Az
"Siapa?" tanya Fatma, Azizah dan Andre serempak.Nisa sempat terkekeh melihat kekompakan ketiga orang yang berada di hadapannya. Dia sangat yakin bahwa mereka amat penasaran dengan jawaban yang akan diberikannya."Yeee ... malah ketawa. Ayo jawab!" desak Azizah yang sudah tidak sabar."Selow dong!" Nisa kembali ke mode serius kemudian dia mencondongkan tubuhnya menatap Andre, Fatma dan juga Azizah bergantian. "Aku curiga dengan mantan dari suami kalian.""Hah? Mantan?" Azizah dan Fatma saling melirik satu sama lain. "Maksud kamu ... mantannya Mas Satria, emangnya siapa?" tanya Fatma yang belum paham dengan ucapan Nisa."Ya ampun! Masa kamu lupa sih? Iti loh ... wanita yang pernah ke rumah dengan alibi menjenguk Syafiq. Dia bilang kan waktu itu dia adalah mantannya Satria. Entah kenapa feelingku mengatakan, kalau Satria menolong dia dan bisa aja kan malam itu Satria nginep di rumahnya, Meli?" tutur Nisa sambil menyandarkan tubuhnya kembali di kursi.Fatma dan Azizah menggelengkan kepa
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm