Share

Istri Untuk Suami Arumi
Istri Untuk Suami Arumi
Penulis: Queen Sando

Chapter 1

"Sudah ke Dokter?!" tanya seorang wanita separuh baya yang sedang duduk dengan anggun di sebuah sofa.

Di hadapan wanita itu, seorang wanita berwajah ayu terduduk dengan wajah pucat, seperti orang yang sedang ketakutan. Sedangkan wanita yang duduk di sofa itu terus menatap tajam ke arah wanita muda itu.

“Sudah, Bu” jawab wanita muda itu pelan.

Namanya Arumi Syafillah, istri dari anak Bu Melinda, mertuanya yang kini sedang menatapnya setajam silet, Prayoga Harun.

"Oh, baguslah kalau begitu!" seloroh Bu Melinda dengan nada bicara yang sinis. Ia menyilangkan satu kakinya di atas kakinya yang lain sebelum kemudian melanjutkan kembali perkataannya. "Jadi, bagaimana hasilnya? Jangan bilang kalau kamu gagal lagi!".

Perkataan Bu Melinda membuat Arumi terdiam dan hanya mampu menelan ludah yang rasanya entah mengapa menjadi sangat pahit, padahal saat ini ia sedang tidak sakit.

Gestur Arumi membuat Bu Melinda melirik ke arah Arumi dengan ujung mata. Arumi tak berani mengangkat wajah, karena ia tahu kalau saat ini pasti sang mertua sedang menatapnya dengan sinis.

Perasaan bersalah karena belum juga mampu memberi mertuanya cucu, membuat ia selalu dihantui rasa takut dan panik apabila harus berhadapan dengan orang tua Prayoga, terkhusus sang Ibu mertua yang sejak beberapa waktu terakhir selalu saja mempersoalkan ihwal keturunan itu.

"Cih!!" umpat Bu Melinda.

Arumi kian merasa nelangsa kala mendapat perlakuan buruk semacam itu dari sang ibu mertua. Sebab, Bu Melinda sepertinya sudah sangat kecewa dengan Arumi, sehingga ia kini sudah tak sungkan lagi menunjukan rasa bencinya pada orang yang dulu begitu ia sayangi.

"Sudah kuduga. Pasti ada yang tak sehat di antara kalian. Namun, Prayoga itu anakku. Aku dan suamiku hanya memerlukan dua bulan untuk memiliki Prayoga. Jadi, sudah bisa dipastikan kalau anakku itu sehat!" ujar Bu Melinda bicara panjang lebar.

Seperti biasa, ia menyindir Arumi dengan kata-kata yang selalu berhasil membuat mata Arumi mengembun. Meski begitu, Arumi hanya bisa diam karena tak mampu memperpanjang masalah. Selain itu, wanita yang berprofesi sebagai pemilik butik itu pun tak kuasa menahan air mata yang menumpuk di ujung matanya kala merasakan rasa sakit hati yang sangat menyayat.

Di sisi lain,Bu Melinda juga tak bisa disalahkan begitu saja atas perubahan sikapnya yang drastis sejak beberapa tahun terakhir. Sebab, Prayoga adalah anak tunggal. Sudah kayak dan sewajarnya kalau datangnya seorang pewaris menjadi satu-satunya hal yang sangat dinanti-nantikan oleh keluarga suaminya. Terlebih, keluarga suaminya memiliki lini bisnis yang harus diteruskan.

Oleh karena itu, ketakutan yang dirasakan oleh Arumi kian memuncak kala ia dan Prayoga belum juga dikaruniai keturunan meski sudah menikah selama lima tahun lamanya.

Awalnya, orang tua Prayoga masih mendukung anak menantunya itu sambil terus berharap kalau suatu hari nanti Arumi akan benar-benar hamil. Namun, waktu yang ditunggu tak juga tiba. Dan entah bagaimana, tiba-tiba orang tua Prayoga, terkhususnya Bu Melinda, mulai berubah.

Ia yang dahulu selalu mendukung Arumi untuk melakukan program hamil, kini seperti sudah lelah dan bosan. Akibatnya, dia pun mulai terang-terangan menyerang Arumi menggunakan perkataannya yang tajam hingga sikap dan perbuatannya yang tidak menyenangkan.

Hal itu tak ayal membuat Arumi kian tersudut dan sering merasa putus asa karena termakan rasa bersalah. Ditambah lagi dengan ocehan para tetangga yang kian memperkeruh keadaan, tak ayal hal itu membuat tubuh dan jiwa Arumi terguncang akhir-akhir ini.

"Kenapa kamu tidak pernah serius saat mengikuti program itu sih, Rum?!" tanya Bu Melinda dengan nada bicara jengkel. Tak ada kesan lembut sedikit pun pada wanita yang sudah lima tahun menjadi menantunya itu.

“Arumi selalu menjalaninya dengan serius kok, Bu. Hanya saja, sepertinya kami memang belum diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua." Arumi menjawab dengan bibir gemetar. “Arumi juga sudah mengikuti semua arahan dari dokter”. sambungnya pelan.

"Ya, kalau begitu mana hasilnya?!!" protes Bu Melinda. "Kalau kamu memang benar mengikuti program itu dengan baik, terus kenapa sampai sekarang kamu belum hamil juga, Arumi!!" Bu Melinda mulai naik emosinya.

Arumi menggeleng lemah, ia hanya pasrah dan tak bisa melakukan perlawanan yang setidaknya bisa membuat harga dirinya tak terus dijatuhkan oleh Bu Melinda. Kedua matanya kini mulai sakit, karena terlalu lama menahan sesuatu yang sejak tadi terus mendesak untuk keluar.

Ia tak ingin terlihat lemah, meski sesungguhnya hatinya sedang hancur saat ini. Sebab, meski tak ada perlawanan yang berarti yang ia tunjukkan, setidaknya ia tetap berusaha tak kalah di hadapan Bu Melinda.

"Kamu tahu nggak, ini sudah bulan yang beberapa kalian mengikuti program kehamilan?!"

Arumi masih diam sambil menundukkan kepala.

"Sudah satu setengah tahun, Rum! ini sudah lama sekali!, terus mana hasilnya? Mana?!!" suara Bu Melinda menggelegar seiring dengan tubuhnya yang bangkit dari sofa. "Saya curiga ya, kalau kamu sebenarnya itu nggak sehat. Mandul!!",celetuk Bu Melinda.

Dengan raut wajah yang congkak, wanita sosialita itu meraih tas kecil hitam yang tadi ia letakkan di atas meja kaca yang ada di hadapannya. Dia sepenuhnya mengabaikan ekspresi wajah Arumi yang kini menatap wajahnya dengan tak percaya.

"Sepertinya lebih baik kamu nggak usah ikuti program hamil itu lagi. Jangan menyebarkan harapan sehingga membuat kami jenuh menunggu!" ucap Bu Melinda ketus sebelum bergegas melenggang pergi dari sana.

"Bu, Arumi mohon. Dengarkan penjelasan Arumi dulu!" ucap Arumi sambil mengekori langkah Bu Melinda. "Arumi yakin kalau Arumi sehat, Bu. Arumi akan buktikan. Beri Rum waktu Bu!"

Namun, Bu Melinda tetap tak bergeming. Wanita penyuka barang-barang mahal itu tetap melangkah dengan tenang tanpa menghiraukan ratapan Arumi sedikitpun.

____

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status