“Terus hancurkan kuburan itu, buat rata dengan tanah. Beraninya dia membuatku malu.”
“... dasar anak sialan! Dia seharusnya menyusul mamanya ke Neraka!” Suara umpatan kebencian itu seketika membuat suasana di sana kian mencekam.Tak ada lagi udara dingin malam hari, semua menjadi panas dan mencekik.“Hapus jejak Nyonya Pertama!”“Ja-jangan!” teriak kencang Sophia dalam hati. Dadanya kembang kempis menahan rasa sesak, bersamaan dengan kepalan tangan gadis itu meremas kuat di sisi tubuh, “kenapa aku ... tidak bisa mengeluarkan suara?” sambungnya merintih lirih tak berdaya.“Tidak, tidak. Papa tidak boleh menyentuh kuburan mama.”“Shopia sudah membuat Tuan Jackson marah besar. Seharusnya aku sendiri yang menyeret anak pembangkang itu! Sialan, sialan.”“... hancurkan semuanya! Tanaman bunga-bunga busuk milik Sophia, juga hancurkan!” Kembali, titah itu meraung, dan terlihat para anak buah keluarga Aland mengangguk patuh dengan kompak.Nyawa dalam tubuh gadis itu terasa hampir terenggut, saat lagi dan lagi sang papa mengutuk Sophia.Bulir bening meluncur deras membasahi pipi putih Sophia untuk kesekian kali. Kalimat itu sudah sering ia dengar, tapi kenapa ... hatinya masih begitu sakit?‘Kenapa Papa sangat membenciku? Apa sebenarnya salahku? Bukankah dulu Papa sangat menyayangiku?’ batin pilu Sophia yang kembali mencicit lirih dalam hati.Para bawahan keluarga Aland diam-diam mencuri lirik ragu satu sama lain saat akan mengikuti perintah sang tuan.Ini adalah perbuatan paling keji dari menghilangkan sebuah nyawa. Namun, saat pekikan melengking perintah kembali diultimatum, membuat mereka mau tak mau mengayun alat penghancur.Pukulan demi pukulan makin membuat bangunan kuburan mendiang sang nyonya pertama tampak mengenaskan di pantulan mata siapa pun. Termasuk di mata berkaca-kaca Sophia.Padahal bangunan indah kuburan mendiang nyonya pertama keluarga Aland, dibuat dari hasil jerih payah Sophia saat menjalani beberapa syuting tanpa istirahat dan... apakah benar, rumah terakhir mendiang sang mama akan hancur di tangan papanya?“Ma-mama ....”“Eh, tunggu ... kita berhenti dulu.” Salah satu anak buah menginstruksi pada para rekan kerja yang lain dengan nada berbisik penuh arti, yang membuat satu alis Tuan Felix terangkat dengan garis datar di bibir kian mengetat.“Kubilang hancurkan, kenapa sekarang kalian malah diam saja?” Dengan berkacak pinggang, Tuan Felix memberang pada para bawahannya, yang terlihat saling melempar pandang kian ragu satu sama lain.Bahkan genggaman mereka pada alat pukul palu bogem juga kian menguat, saat melihat sosok Sophia telah menghentikan langkah di belakang punggung Tuan Felix.“Heh, kalian sudah bosan kerja padaku?! Kalian mau kupecat?”“Ma-maaf, Tuan Felix ... Nona Pertama sudah di sini. Sepertinya mereka tidak berani melanjutkan.” Sang asisten pribadi berkata berbisik pada lelaki separuh baya itu, yang langsung membalik badan menatap murka sang putri.“Tuan Felix, harus tenang. Kita sudah berhasil memancing kepulangan Nona Sophia. Ingat, kita perlu membayar hutang-hutang pada Tuan Jackson malam ini juga. Dan hanya Nona Sophia yang mampu melakukannya.”“... atau petaka besar akan menimpa keluarga Aland.” Lanjutnya penuh nada peringatan.Tuan Felix yang mendengar hal itu langsung menoleh tajam pada sang asisten pribadi, sembari menggertak barisan giginya. Sophia benar-benar anak pembawa sial, pikir geram Tuan Felix saat melirik tajam sang putri di sana.Tuan Felix berdeham dalam, kini pandangannya bergerak melurus ke arah Sophia.“Akhirnya kau datang juga, Sophia. Sudah puas bermain di luar?”“Papa, kenapa merusak kuburan Mama Cintya? Sophia tanya, kenapa, Pa!?” todong Sophia berteriak kencang penuh nada kepiluan.Kedua tangan gadis menyedihkan itu kian mengepal kuat seakan tengah menggenggam sebuah batu. Tak pernah terpikirkan, jikalau sang papa akan begitu tega merusak satu-satunya hal yang membuat Sophia bertahan di rumah keluarga Aland.Demi menjaga kuburan sang mama kandung, Sophia rela menahan siksaan Belinda dan adik tirinya.“Mama Cintya sudah tidak ada di dunia ini, tapi Papa masih mengusik tempat terakhir mama. Di mana hati nurani Papa?” Sambil berjalan maju, Sophia kembali berkata lantang, “Tuhan pasti tidak akan menutup mata atas perbuatan jahat Papa dan ... kalian semua!”“Hanya keluar sebentar, kau sudah pandai bicara kurang ajar pada papamu ya, Sophia. Tangkap, dan bawa dia kemari.” Sebuah perintah tak terbantahkan dari Tuan Felix Aland, yang membuat sepasang tangan Sophia dengan cepat terkunci oleh cekalan kasar anak buah sang papa.Dua anak buah lelaki itu tampak menunduk dalam penuh rasa bersalah, saat pandangan bergetar Sophia menusuk tatapan mereka.“Kalian sungguh membuatku kecewa,” lirih serak Sophia dengan nada menggeram.“Ma-maafkan kami, Nona Sophia ....”“Papa, minta mamamu Belinda membawamu pada Tuan Jackson untuk menyenangkan hatinya,tapi ternyata kau justru membuat Papa semakin ingin membuatmu menyusul Cintya. Kau semakin hari, semakin menjadi anak pembangkang, hah?!” Tak bisa lagi menuruti saran dari sang asisten pribadi, kali ini Tuan Felix benar-benar murka.Hanya dalam hitungan jam, Sophia telah membuat dirinya jatuh miskin karena terlilit hutang pada Jackson.“Lepas, lepaskan aku!”“... Mama Belinda yang membohongi Sophia! Kalau tahu Sophia akan dibawa pada pria itu, Sophia tidak akan pernah mau setuju untuk ikut pergi,” tandas gadis itu sungguh-sungguh.Sophia meronta sekuat tenaga untuk bisa terlepas, tapi sayangnya, apa yang ia lakukan saat ini hanya berujung dengan sia-sia. Nyatanya tenaga gadis itu telah ia habiskan untuk berteriak di depan wajah tampan Jackson tadi.Bug!“Aaagghhh!”Tubuh lemas Sophia ditarik, lantas didorong kasar oleh Tuan Felix, hingga membuat tubuh lemah gadis itu terjatuh di atas serpihan bangunan kuburan sang mama kandung.“Ya Tuhan ma-mama ... maafkan Sophia, ma. Sophia tak bisa menjaga rumah terakhir mama,” cicit lirihnya di sela isak tangis saat kedua tangan memegang bergetar serpihan batu nisan yang hancur.“Apa yang kau tangisi huh, itu hanya sebuah kuburan.” Tuan Felix semakin menggila, bahkan dia tak memedulikan bagaimana berartinya kuburan mendiang istri pertamanya bagi Sophia, “Papa masih berbaik hati untuk tak benar-benar menghancurkan kuburan itu. Asal kau menyetujui tawaran Tuan Jackson.”“Menyetujui?” Pandangan basah Sophia kembali naik, menatap sang papa tajam. “Tidak akan.”“Sophia!” Tuan Felix memekik dengan intonasi sangat tinggi. Dia benar-benar tersulut api amarah pada jawaban sang putri sulung. “Sejak kapan kau jadi gadis pembantah seperti ini?”Garis senyum getir ditunjukkan ke arah sang papa, yang terlihat semakin berapi-api menghadapi pemberontakan Sophia.“Sejak Mama Belinda membodohi Papa dan masuk ke keluarga kita.”“Beraninya kau, Sophia!”PLAK!Ayunan tangan kencang Tuan Felix menghempas salah satu pipi Sophia, membuat gadis itu jatuh tersungkur memeluk batu nisan yang sudah setengah hancur.Sophia tertunduk dengan sorot mata muram. Ini bukan lagi kali pertama sang papa menampar Sophia, dan ... kali ini tamparan itu terjadi karena Sophia menyinggung si wanita licik.“Sophia, Papa sudah berkali-kali memperingatkanmu, jangan lagi menyalahkan Mama Belinda. Tapi, kau tetap mempersulit hidupmu sendiri.”‘Tamparan hari ini, sudah cukup membuatku sadar. Jika rumah ini ... sudah bukan lagi tempat ternyamanku. Maafkan Sophia, Ma ....’ Sophia
Brug! “Cepat beri hormat pada Tuan Jackson, Sophia.” “Aaagghh!” Tubuh kecil Sophia didorong kasar oleh Tuan Felix sampai jatuh dengan lutut tersentak ke lantai. Sophia bersimpuh tepat di depan barisan tubuh kekar para lelaki yang mengenakan jas hitam legam. Mereka membentuk barisan bak pilar-pilar tinggi guna menyembunyikan sosok misterius Jackson Hamilton. Ini adalah aturan yang telah diketahui semua orang jika akan menemui seorang Jackson, tapi sikap arogan Tuan Felix merasa tak terima. “Biarkan putriku bertemu Tuan Jackson,” imbuh Tuan Felix dengan sorot mata memaksa. Jika dihalangi seperti ini, dia jelas tak bisa mengambil keuntungan lebih. Brengsek! “Dia akan jadi Nyonya Hamilton. Minggir kalian semua!” “Lancang!” berang salah seorang pengawal. Tanpa aba-aba, stik baseball diayun lantas dengan cepat menghantam rahang Tuan Felix hingga lelaki itu jatuh tersungkur dengan mulut penuh darah. Di saat itu juga Tuan Felix melepeh sesuatu dari mulut, kemudian jemarinya
“Sophia ... kamu yakin mau hidup di tempat ini?” “Wajahmu nggak pantas jadi pelayan seperti kami.” Bibi Ella tampak tak tega pada gadis secantik Sophia, yang harus tinggal di tempat tak layak seperti gudang tua ini. Todongan pertanyaan itu membuat Sophia mengulum senyum getir di tengah rasa lelah yang membakar punggung kecilnya. Andai ia bisa memilih, tentu saja jawabannya tidak. Namun, apa Sophia memiliki pilihan? “Aku budak yang dibeli Tuan Jackson, Bibi Ella. Jadi aku memang harus hidup sampai mati di sini.” “Ya Tuhan ....” Bibi Ella menutup mulut yang terbuka terkejut dengan satu tangan. Wanita separuh baya itu buru-buru melepas gagang sapu, lantas berlari kecil ke arah Sophia. Air mata pilunya menganak pinak di sudut mata. “Jangan katakan itu lagi.” Sebuah pelukan hangat menyergap tubuh dingin Sophia yang terhenyak, tapi di detik itu juga bahu kecilnya ikut bergetar. Sophia membalas pelukan hangat Bibi Ella dengan erat. Sejak kematian sang mama, So
“Ak ... ah, maaf. Maksudnya, saya?” Jari telunjuk Sophia menunjuk kaku ke diri sendiri.Merasa tak percaya diri, gadis itu mulai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata.Sophia tak salah dengar kan?“Iya, itu kamu yang dipanggil,” timpal berbisik lirih Bella, yang sengaja berpura berdempetan dengan lengan Sophia.Menarik napas perlahan, kemudian menahan di dada. Bella ini mengapa sangat bawel? Apa dia pikir cara berbisiknya tak didengar Tuan Simon?Astaga!“Namamu jelas Sophia. Cepat bilang, iya. Nanti Tuan Jackson jadi marah.” Tambah Bella mengimbuhi.Dia sengaja memprovokasi sembari berakting menatap ke depan.Sophia meringis tak enak hati ke arah Tuan Simon, yang ikut tersenyum dengan melirik Bella dari sudut mata.“Nona rupanya sudah akrab dengan pelayan lain.”“Begitulah, Tuan Simon,” jawab Sophia canggung.Siku Sophia terus menyenggol lengan Bella yang tak peka, agar segera memberi sapaan.Namun, ternyata memang tak semudah itu.Bella sedang asik-asiknya menatapi ketamp
“Sophia, jangan melawan. Kamu harus melunasi hutang perusahaan dengan menukar tubuhmu. Jadi, layani Tuan Jackson sebaik mungkin!”“Apa?” Langkah terseok-seok Sophia Aland seketika memaksa berhenti di tengah jalan. Ruangan besar milik sebuah klub malam di tengah kota Madrid membuat tubuhnya membeku dalam hitungan detik.“Mama bilang, kamu harus nikah saat ini juga. Nikahi pria yang ada di foto ini. Kamu tak tuli bukan?” tandas jengah Belinda, sang mama tiri Sophia memperlihatkan foto di tangan penuh kedongkolan. Raut wajah memerah padam dengan menekan gatal deretan gigi yang dilakukan sang mama tiri, sangat jelas tersaji di pantulan mata berkaca-kaca Sophia.Perlahan, pandangan panas gadis itu turun, menamati dari ujung sepatu sampai pada gaun pendek cantik berwarna putih yang ia kenakan malam ini. Ini semua pilihan sang mama tiri. Saat itu, tiba-tiba saja Sophia diberi kotak kado berisikan gaun cantik sepulang dari lokasi syuting, dan diminta untuk menemani ke acara kondangan t
“Nona Sophia Aland?” Menarik napas dalam, wajah basah memerah sang pemilik nama mendongak dengan melempar tatapan bergetarnya ke pusat suara serak. “Benarkah kau salah satu putri Nyonya Belinda? Jadi, kau masih menunggu anak buah Tuan Jackson?” “Astaga, aku pas-pasti sedang mabuk ... haha, aku memang mabuk! Ka-kau sangat cantik, Nona,” sambung lelaki gemuk itu dengan nada terputus-putus akibat tawa kekehan mengejek untuk dirinya sendiri. Dia berjalan sempoyongan mendekati gadis yang terlihat menggoda di pantulan mata hijaunya. “Ja-jangan dekati aku!” pekik Sophia penuh peringatan, ketika mendadak ia merasai ada sentuhan menjijikkan dari punggung jemari gemuk lelaki separuh baya yang telah gadis itu sangka sebagai ‘Tuan Jackson’. “Cih! Jual mahal sekali dirimu, Nona. Kau tahu, Tuan Jackson tak pernah memedulikan seorang wanita. Apalagi gadis kecil sepertimu ini. Kau datang ke sini untuk menukar tubuh dengan hutang keluargamu, dan Tuan Simon memintaku memeriksa barang yang
“Tapi, Tuan Jackson ... hanya darah gadis itu yang cocok.” Dengan sorot mata sendu, Simon mencicit ragu untuk mengingatkan kembali pada tuan mudanya.“Dia sudah memilih jalan mati lebih cepat.”“Kirim data hutang, pengakusisian perusahaan, dan seluruh aset keluarga Aland. Percepat proses dalam satu malam.” Sembari memberi perintah, ekor mata dingin Jackson menangkap hamburan beberapa kertas berkas kontrak pernikahan antara dirinya dan Sophia.‘Sejak kapan ada orang yang berani berteriak di depan wajahku? Brengsek!’ umpat tak terima Jackson dalam hati. Gadis itu sudah mulai menyulut api kemurkaan seorang Jackson Hamilton. Sungguh sangat bernyali besar, pikirnya geram.“Kau sangat berani, Sophia Aland ....”***Sementara itu, akhirnya Sophia mampu keluar dari klub malam menakutkan tersebut dengan berlari tergopoh-gopoh, sampai menemukan sebuah taksi.Kepala belakang dilempar kasar di sandaran kursi penumpang, sembari memejamkan mata basahnya. Lagi, dan lagi, bulir bening mencur