Beranda / Pernikahan / Istri Tuan Jackson / Bab 1 | Menikahi Pria Tua?

Share

Istri Tuan Jackson
Istri Tuan Jackson
Penulis: SenyaSSM

Bab 1 | Menikahi Pria Tua?

“Sophia, jangan melawan. Kamu harus melunasi hutang perusahaan dengan menukar tubuhmu. Jadi, layani Tuan Jackson sebaik mungkin!”

“Apa?” Langkah terseok-seok Sophia Aland seketika memaksa berhenti di tengah jalan. Ruangan besar milik sebuah klub malam di tengah kota Madrid membuat tubuhnya membeku dalam hitungan detik.

“Mama bilang, kamu harus nikah saat ini juga. Nikahi pria yang ada di foto ini. Kamu tak tuli bukan?” tandas jengah Belinda, sang mama tiri Sophia memperlihatkan foto di tangan penuh kedongkolan.

Raut wajah memerah padam dengan menekan gatal deretan gigi yang dilakukan sang mama tiri, sangat jelas tersaji di pantulan mata berkaca-kaca Sophia.

Perlahan, pandangan panas gadis itu turun, menamati dari ujung sepatu sampai pada gaun pendek cantik berwarna putih yang ia kenakan malam ini.

Ini semua pilihan sang mama tiri. Saat itu, tiba-tiba saja Sophia diberi kotak kado berisikan gaun cantik sepulang dari lokasi syuting, dan diminta untuk menemani ke acara kondangan tanpa melakukan pekerjaan rumah lebih dulu.

Dan betapa bodohnya Sophia, ia justru mengangguk setuju tanpa menilik kembali bagaimana sikap buruk Belinda pada Sophia sejak sang mama kandung tiada.

“Dengar, papamu terlilit hutang sangat besar, Sophia. Kamu jangan jadi anak tak berguna seperti ini.” Inilah sifat asli dari Belinda. Pemaksa dan tak pernah ingin dibantah, “Tuan Jackson ingin menikahi seorang wanita. Dan calon yang cocok dengan pria tua seperti dia ... ya, hanya kamu.”

“Ba-bagaimana bisa? Tidak, tidak. Ini tidak mungkin. Sophia harus pergi dari tempat ini.”

“Sophia!” hardik Belinda dengan mata melotot, “kamu harus setuju.”

Belinda tak pernah sekali pun tersenyum tulus, apalagi berbicara lembut pada Sophia. Dan ... entah mengapa, Sophia bisa tertipu dengan seluruh sikap manipulatif sang mama tiri?

Sophia memejam sendu, merutuki dirinya, yang sejujurnya juga ingin mendapat kasih sayang dari Belinda layaknya sang adik tiri.

Keinginan besar itu seperti ilusi. Bahkan tak ada satu pun orang di rumah keluarga Aland yang peduli pada Sophia, termasuk sang papa kandung.

“Sophia sudah memberi papa upah syuting. Dan juga tabungan yang ditinggalkan mendiang mama Sophia. Jumlahnya sangat cukup untuk menutupi hutang yang sudah akan jatuh tempo. Kenapa, kalian justru menjebak Sophia seperti ini?”

“... lalu fo-foto pria itu?” sambung gadis itu terbata lirih, saat lensa matanya menangkap wajah serta tampilan gembul lelaki separuh baya di foto tersebut.

Di saat itu juga, ayunan langkah Sophia reflek bergerak mundur. Kepala Sophia menggeleng berat dengan menahan napas kuat, hingga tulang selangkanya mengempis.

“Jawaban Sophia masih sama. Sophi—aaagghh!”

“Kamu mau ke mana, huh?” sentak murka Belinda, yang pula menarik lebih kencang pergelangan tangan Sophia, hingga tubuh gadis itu kembali melangkah maju dengan suara sesenggukan tertahan, “kamu pikir seluruh uang yang kamu beri bisa menutupi bunga hutang perusahaan? Jangan konyol, Sophia.”

“Apa maksud Mama?”

“Keluarga kita patut berbangga diri karena telah mengetahui identitas tersembunyi dari seorang Jackson Hamilton, Sophia!”

“... dia seorang pengusaha terhebat, industriawan yang memiliki prestasi gemilang di berbagai negara. Banyak orang ingin mengungkapkan identitasnya,

tapi apa yang mereka dapat? Hanya kegagalan. Dan sebentar lagi, kamu akan menikah dengan dia, Sophia. Bukankah itu sangat hebat?” Belinda mengungkapkan dengan sorot mata berbinar. Khayalan menumpang hidup mewah pada anak tiri bodohnya ini melambai menggoda di ujung mata.

“Berbangga diri dengan menjual kehidupan putri kalian sendiri?” Senyum getir sangat tipis terukir di bibir lembab bergetar Sophia.

Tak habis pikir, mengapa ia harus tumbuh di sekitar orang-orang berisikan perenggut masa depan. Jikalau waktu dapat diputar, Sophia akan lebih memilih ikut mati bersama mendiang sang mama.

Belinda tertawa mengejek di tengah kerasnya dentuman musik, yang menyebar ke seluruh tempat.

“Sophia, oh... Sophia. Sejak kapan kamu dianggap anak di rumah keluarga Aland? Coba kamu pikir, apakah ada Nona Pertama yang melakukan seluruh aktivitas pelayan rumah?”

‘Benar ....’ Sophia menjawab dalam hati sembari mengepalkan kedua telapak tangan di sisi tubuh, hingga kuku jemari menancap bak duri bunga mawar hitam di telapak tangan.

‘Apa yang dikatakan Mama memang benar. Aku nona pertama, tapi aku selalu menjadi pelayan rumah sampai larut malam,’ sambungnya dengan napas memburu menahan sesak dalam dada.

“Sekarang kamu sudah paham di mana posisimu ‘kan? Ayo pergi, Tuan Jackson sudah menunggu.” Belinda yang sempat mengukir lebih dalam senyum culasnya, kini kembali mencekal kasar tangan Sophia.

Sepanjang jalan yang dilalui Sophia dan Belinda, ternyata mengantarkan mereka di sebuah ruangan VIP. Terlihat sofa mahal berwarna coklat gelap telah dihiasi dengan pemandangan tak senonoh.

Mata kecil Sophia membulat sempurna, tatkala memastikan ingatan di dalam memori otak gadis itu, jikalau lelaki yang saat ini sedang sengaja mempertontonkan dada berlemak pada para wanita di sisi tubuhnya, memang lelaki yang sama, seperti di foto yang ditunjukkan sang mama tiri.

“Tambah lagi minumannya! Minum sampai mati. Haha. Sebentar lagi, aku akan kaya raya!” seru lelaki separuh baya itu mengangkat gelas kaca, bersama dengan para wanita bayaran.

“Ugh, Tuan memang sangat hebat. Mana bisa kami menolak niat baik Tuan.” Suara mendayu menggoda penuh desis manja dari salah satu wanita pendamping di sana, terdengar menggelikan di telinga Sophia, yang berdiri berjarak sangat jauh.

“Ini mimpi buruk, Ma! Kenapa Mama mau menikahkan Sophia dengan pria tua yang suka menciumi para wanita seksi di sana?! Sophia, tak mau. Sophia, mau pulan—”

“Pilihanmu hanya setuju, Anak Bodoh! Tuan Jackson menginginkan salah satu dari dua putri Keluarga Aland. Dan itu tak mungkin adikmu. Jadi, cepat pergi!”

“Tidak! Aku tidak mau pergi.” Meronta, dan hampir berniat kabur, tapi kedua lengannya mendadak sudah ditahan oleh tangan dua lelaki asing, yang membuat tulang leher Sophia memanjang, “ka-kalian siapa? Lepaskan aku! Lepas.”

“Pastikan Sophia tidak keluar dari ruangan ini. Dan kalian bisa berikan Sophia pada Tuan Jackson ... yang duduk di sana, saat dia sudah selesai bermain dengan para wanitanya.” Kepala Belinda sengaja ditolehkan sedikit ke belakang, melirik ke arah wajah memerah gembul lelaki yang sedang menikmati cumbuan panas dari para wanitanya.

“Baik, Nyonya Belinda. Kami mengerti.”

“Mamaaa, jangan tinggalkan Sophia di sini!” teriak kencang Sophia yang tak digubris Belinda, “ke-kenapa jadi begini ....”

Bahu kecil Sophia seketika jatuh, saat senyum miring dipamerkan sang mama tiri sebelum meninggalkan ruangan penuh desahan ini.

“Diam, dan menurut. Nona akan baik-baik saja, jika memahami keinginan Tuan Jackson.” Wajah basah memerah sembab Sophia menoleh ke arah kanan. Salah satu anak buah sang mama tiri tampak menerbitkan senyum meledek ke arah lelaki bertubuh gemuk di sana.

“Dia benar, Nona. Lihat saja para wanita yang di samping Tuan Jackson, bukankah mereka sangat menikmati sentuhan Tuan Jackson?” Sekali lagi, anak buah sang mama tiri di sisi kiri tubuh Sophia, ikut menimpali dengan nada penuh cibiran sembari tertawa terkekeh.

Sepasang kepalan tangan Sophia kian mengepal kuat tak terima. Secara tak langsung, dua lelaki yang berdiri di sisi tubuh Sophia tengah menginjak-nginjak harga dirinya.

Menarik napas dalam, mencoba tenang. Sophia perlahan mengangkat kembali wajah sembabnya.

“Tolong lepaskan aku. Aku akan memberi kalian uang lebih banyak dari apa yang diberikan mamaku. Dengar? Kumohon ... biarkan aku pergi,” mohon gadis cantik itu dengan air mata terus meluruh membasahi pipi yang terlapisi polesan riasan tipis.

“Nona, ingin menyogok kami?” tebak lelaki di sisi kanan Sophia, dengan wajah sedikit dimiringkan.

“Kalau begitu, Nona bisa bayar kami sekarang juga. Dan kami akan membantu Nona pergi. Bagaimana? Ayo bayar kami,” tambah menodong si rekan kerja satunya, yang membuat Sophia kembali menunduk dengan raut muka muram sembari menggigit bibir bawah kuat-kuat, hingga meninggalkan jejak di sana.

Uang? Bahkan satu koin pun saat ini Sophia tak punya. Bagaimana ia bisa membayar mereka berdua agar mau melepaskan dirinya?

Belum mampu membuka mulut, tawa kekehan meledek remeh kembali menyeruak ke gendang telinga Sophia.

“Haha ... Nona, Nona. Nona, tidak bisa membayar kami kan? Jadi jangan pernah bermimpi bisa pergi dari tempat ini, mengerti?” Tanpa disadari, perkataan itu bersamaan dengan suara derap langkah seseorang, yang baru saja menghentikan langkah tepat di depan tubuh Sophia hingga mencuri atensi dua anak buah sang mama tiri.

Lelaki ini terlihat sangat rapi, dengan setelan jas hitam membalut tubuh proporsionalnya. Berbeda sekali dengan tampilan kacau Tuan Jackson di sana.

“Kalian dari keluarga Aland bukan? Aku orang kepercayaan Tuan Jackson. Di mana putri Tuan Felix?”

“Ah, iya, Bos. Be-benar sekali. Ini ... Nona Pertama Aland.” Tubuh ramping Sophia begitu saja didorong, sampai jatuh melantai, “urusan kita sudah selesai. Ayo kita pergi, menemui Nyonya Belinda untuk minta bonus.” Lanjutnya penuh semangat, mereka membalik tubuh bergegas pergi.

Tak hanya dua lelaki itu yang pergi, tapi tiba-tiba lelaki asing yang mengaku bawahan dari si lelaki tua di sana, juga ikut berlalu tanpa meninggalkan kata.

“Ada apa ini, kenapa dia tidak membawaku ke pria mabuk itu?” cicit bingung Sophia, dengan suara serak.

Kini Sophia sendirian di antara samar-samar suara bising musik dari arah luar ruangan, yang sangat enggan didengar. Gadis itu terduduk jongkok lemas dengan tubuh menggigil.

Di tempat lain, lelaki yang baru saja menemui Sophia, kini berdiri di depan sang tuan.

“Tuan Jackson, putri pertama keluarga Aland sudah datang.” Sophia tanpa sadar mengikuti suara yang mendadak mampu ia dengar. Di detik itu pula, tubuh Sophia kembali jatuh tersentak di lantai, saat menangkap sosok yang dipanggil hormat ‘Tuan Jackson’.

“Bawa dia kemari.”

“... hah?! A-apa aku tidak salah lihat?” cicit lirih Sophia terperangah. Ia dengan cepat kembali menoleh ke arah sudut ruangan, “p-pria gemuk itu masih duduk di sana. Ja-jadi ... Tuan Jackson bukan dia?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status