“Tapi, Tuan Jackson ... hanya darah gadis itu yang cocok.” Dengan sorot mata sendu, Simon mencicit ragu untuk mengingatkan kembali pada tuan mudanya.
“Dia sudah memilih jalan mati lebih cepat.”“Kirim data hutang, pengakusisian perusahaan, dan seluruh aset keluarga Aland. Percepat proses dalam satu malam.” Sembari memberi perintah, ekor mata dingin Jackson menangkap hamburan beberapa kertas berkas kontrak pernikahan antara dirinya dan Sophia.‘Sejak kapan ada orang yang berani berteriak di depan wajahku? Brengsek!’ umpat tak terima Jackson dalam hati. Gadis itu sudah mulai menyulut api kemurkaan seorang Jackson Hamilton. Sungguh sangat bernyali besar, pikirnya geram.“Kau sangat berani, Sophia Aland ....”***Sementara itu, akhirnya Sophia mampu keluar dari klub malam menakutkan tersebut dengan berlari tergopoh-gopoh, sampai menemukan sebuah taksi.Kepala belakang dilempar kasar di sandaran kursi penumpang, sembari memejamkan mata basahnya.Lagi, dan lagi, bulir bening mencuri keluar dari sudut mata, saat Sophia terpaksa mengingat kembali isi barisan kalimat di dalam kertas perjanjian pranikah yang dibuat Jackson.‘Tuan Jackson hanya akan menikahiku sampai calon nyonya Hamilton yang asli sembuh total dari penyakit mematikan itu. Dia ingin aku terus-menerus menjadi boneka pendonor demi penyakit yang diderita wanitanya. Sungguh konyolbahkan dia juga menginginkan ginjalku untuk wanita itu juga, dan ... seorang anak laki-laki dariku? Gila! Dasar kamu pria tidak waras, Tuan Jackson!’ jerit kencang Sophia dalam hati, sembari memukul kuat di kedua sisi kosong tempat duduknya.Ini sama saja Jackson ingin membunuh Sophia untuk membangkitkan kematian wanita lain. Sebelum melalui penderitaan yang lebih berat dan pahit, Sophia harus segera kabur dari rumah keluarga Aland.“Nona, kita sudah sampai.” Suara sopir taksi membuyarkan tangis lirih yang sesekali tak bisa dicegah keluar dari sela bibir rapat Sophia, “Nona, kenapa kau menangis? Apa kau dilecehkan oleh pria yang ada di dalam klub?”Penampilan kacau dan wajah sembab menyedihkan Sophia cukup membuat orang lain berpikiran negatif, dan juga berbelas kasih.Kerutan di dahi sang sopir taksi kian kentara saat dia menoleh ke belakang, membuat Sophia buru-buru mengusap kasar sepasang sisi pipi basahnya.“A-aku ... tidak, aku tidak apa-apa. Maafkan aku sudah membuat Paman menunggu lama. Tapi, aku tidak punya uang untuk membayarmu sekarang.”“Tapi, rumahmu itu sangat besar. Mana mungkin—”“Ambillah ini.” Cincin satu-satunya yang melingkar di salah satu jari lentik Sophia ditarik, lantas diserahkan pada sang sopir taksi, “ini bukan cincin palsu. Aku hanya memiliki ini untuk membayar taksi Paman.”“Astaga, tidak-tidak. Bawalah kembali, Nona.” Dengan wajah terkejut, lelaki itu mendorong kembali cincin dengan kerlip lembut di tengah-tengah lingkaran ke tangan gemetar Sophia.Sang sopir kembali berkata pelan, “Nona, bisa membayar taksi saya saat takdir mempertemukan kita kembali. Dan ketika waktu itu tiba, saya harap Nona tidak menangis seperti ini lagi. Pulanglah, Nona. Semoga masalahmu cepat selesai.”“Te-terima kasih, Paman ....”Dan benar saja, Sophia kini telah keluar dari taksi dengan pandangan tertegun memandangi kepergian taksi itu hingga benar-benar menghilang dari pantulan mata.“Benarkah kita akan bertemu lagi, paman? Apa paman sangat mempercayai takdir jahat itu?” lirih Sophia sembari meremas kuat kain gaun pendek depannya.Melangkah kian memasuki ke kediaman keluarga Aland yang cukup luas dengan langkah penuh waspada. Namun, kelengangan atas penjagaan, membuat Sophia sedikit merasa aneh.Akan tetapi, hal itu seketika ditepis jauh-jauh. Sophia kembali memfokuskan pada rencana awal untuk pergi sejauh mungkin dari keluarga ini agar ... ia juga tak lagi berhubungan dengan Jackson Hamilton.Tak ingin kembali tertangkap oleh Belinda, gadis itu mencoba mencuri masuk dari pintu samping.Namun, belum juga langkah Sophia kembali terayun, kepala Sophia dengan cepat menoleh ke sisi kiri. Ia melebarkan mata sempurna. Ketika suara bising orang-orang tengah berbicara, yang seketika membuat dadanya bergemuruh penuh emosi.“Hancurkan kuburan Nyonya Pertama!”“Hah?! Jangan. Mamaaa!”“Terus hancurkan kuburan itu, buat rata dengan tanah. Beraninya dia membuatku malu.”“... dasar anak sialan! Dia seharusnya menyusul mamanya ke Neraka!” Suara umpatan kebencian itu seketika membuat suasana di sana kian mencekam. Tak ada lagi udara dingin malam hari, semua menjadi panas dan mencekik.“Hapus jejak Nyonya Pertama!”“Ja-jangan!” teriak kencang Sophia dalam hati. Dadanya kembang kempis menahan rasa sesak, bersamaan dengan kepalan tangan gadis itu meremas kuat di sisi tubuh, “kenapa aku ... tidak bisa mengeluarkan suara?” sambungnya merintih lirih tak berdaya. “Tidak, tidak. Papa tidak boleh menyentuh kuburan mama.”“Shopia sudah membuat Tuan Jackson marah besar. Seharusnya aku sendiri yang menyeret anak pembangkang itu! Sialan, sialan.”“... hancurkan semuanya! Tanaman bunga-bunga busuk milik Sophia, juga hancurkan!” Kembali, titah itu meraung, dan terlihat para anak buah keluarga Aland mengangguk patuh dengan kompak.Nyawa dalam tubuh gadis itu terasa hampir ter
“Sophia!” Tuan Felix memekik dengan intonasi sangat tinggi. Dia benar-benar tersulut api amarah pada jawaban sang putri sulung. “Sejak kapan kau jadi gadis pembantah seperti ini?”Garis senyum getir ditunjukkan ke arah sang papa, yang terlihat semakin berapi-api menghadapi pemberontakan Sophia.“Sejak Mama Belinda membodohi Papa dan masuk ke keluarga kita.”“Beraninya kau, Sophia!”PLAK!Ayunan tangan kencang Tuan Felix menghempas salah satu pipi Sophia, membuat gadis itu jatuh tersungkur memeluk batu nisan yang sudah setengah hancur.Sophia tertunduk dengan sorot mata muram. Ini bukan lagi kali pertama sang papa menampar Sophia, dan ... kali ini tamparan itu terjadi karena Sophia menyinggung si wanita licik.“Sophia, Papa sudah berkali-kali memperingatkanmu, jangan lagi menyalahkan Mama Belinda. Tapi, kau tetap mempersulit hidupmu sendiri.”‘Tamparan hari ini, sudah cukup membuatku sadar. Jika rumah ini ... sudah bukan lagi tempat ternyamanku. Maafkan Sophia, Ma ....’ Sophia
Brug! “Cepat beri hormat pada Tuan Jackson, Sophia.” “Aaagghh!” Tubuh kecil Sophia didorong kasar oleh Tuan Felix sampai jatuh dengan lutut tersentak ke lantai. Sophia bersimpuh tepat di depan barisan tubuh kekar para lelaki yang mengenakan jas hitam legam. Mereka membentuk barisan bak pilar-pilar tinggi guna menyembunyikan sosok misterius Jackson Hamilton. Ini adalah aturan yang telah diketahui semua orang jika akan menemui seorang Jackson, tapi sikap arogan Tuan Felix merasa tak terima. “Biarkan putriku bertemu Tuan Jackson,” imbuh Tuan Felix dengan sorot mata memaksa. Jika dihalangi seperti ini, dia jelas tak bisa mengambil keuntungan lebih. Brengsek! “Dia akan jadi Nyonya Hamilton. Minggir kalian semua!” “Lancang!” berang salah seorang pengawal. Tanpa aba-aba, stik baseball diayun lantas dengan cepat menghantam rahang Tuan Felix hingga lelaki itu jatuh tersungkur dengan mulut penuh darah. Di saat itu juga Tuan Felix melepeh sesuatu dari mulut, kemudian jemarinya
“Sophia ... kamu yakin mau hidup di tempat ini?” “Wajahmu nggak pantas jadi pelayan seperti kami.” Bibi Ella tampak tak tega pada gadis secantik Sophia, yang harus tinggal di tempat tak layak seperti gudang tua ini. Todongan pertanyaan itu membuat Sophia mengulum senyum getir di tengah rasa lelah yang membakar punggung kecilnya. Andai ia bisa memilih, tentu saja jawabannya tidak. Namun, apa Sophia memiliki pilihan? “Aku budak yang dibeli Tuan Jackson, Bibi Ella. Jadi aku memang harus hidup sampai mati di sini.” “Ya Tuhan ....” Bibi Ella menutup mulut yang terbuka terkejut dengan satu tangan. Wanita separuh baya itu buru-buru melepas gagang sapu, lantas berlari kecil ke arah Sophia. Air mata pilunya menganak pinak di sudut mata. “Jangan katakan itu lagi.” Sebuah pelukan hangat menyergap tubuh dingin Sophia yang terhenyak, tapi di detik itu juga bahu kecilnya ikut bergetar. Sophia membalas pelukan hangat Bibi Ella dengan erat. Sejak kematian sang mama, So
“Ak ... ah, maaf. Maksudnya, saya?” Jari telunjuk Sophia menunjuk kaku ke diri sendiri.Merasa tak percaya diri, gadis itu mulai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata.Sophia tak salah dengar kan?“Iya, itu kamu yang dipanggil,” timpal berbisik lirih Bella, yang sengaja berpura berdempetan dengan lengan Sophia.Menarik napas perlahan, kemudian menahan di dada. Bella ini mengapa sangat bawel? Apa dia pikir cara berbisiknya tak didengar Tuan Simon?Astaga!“Namamu jelas Sophia. Cepat bilang, iya. Nanti Tuan Jackson jadi marah.” Tambah Bella mengimbuhi.Dia sengaja memprovokasi sembari berakting menatap ke depan.Sophia meringis tak enak hati ke arah Tuan Simon, yang ikut tersenyum dengan melirik Bella dari sudut mata.“Nona rupanya sudah akrab dengan pelayan lain.”“Begitulah, Tuan Simon,” jawab Sophia canggung.Siku Sophia terus menyenggol lengan Bella yang tak peka, agar segera memberi sapaan.Namun, ternyata memang tak semudah itu.Bella sedang asik-asiknya menatapi ketamp
“Sophia, jangan melawan. Kamu harus melunasi hutang perusahaan dengan menukar tubuhmu. Jadi, layani Tuan Jackson sebaik mungkin!”“Apa?” Langkah terseok-seok Sophia Aland seketika memaksa berhenti di tengah jalan. Ruangan besar milik sebuah klub malam di tengah kota Madrid membuat tubuhnya membeku dalam hitungan detik.“Mama bilang, kamu harus nikah saat ini juga. Nikahi pria yang ada di foto ini. Kamu tak tuli bukan?” tandas jengah Belinda, sang mama tiri Sophia memperlihatkan foto di tangan penuh kedongkolan. Raut wajah memerah padam dengan menekan gatal deretan gigi yang dilakukan sang mama tiri, sangat jelas tersaji di pantulan mata berkaca-kaca Sophia.Perlahan, pandangan panas gadis itu turun, menamati dari ujung sepatu sampai pada gaun pendek cantik berwarna putih yang ia kenakan malam ini. Ini semua pilihan sang mama tiri. Saat itu, tiba-tiba saja Sophia diberi kotak kado berisikan gaun cantik sepulang dari lokasi syuting, dan diminta untuk menemani ke acara kondangan t
“Nona Sophia Aland?” Menarik napas dalam, wajah basah memerah sang pemilik nama mendongak dengan melempar tatapan bergetarnya ke pusat suara serak. “Benarkah kau salah satu putri Nyonya Belinda? Jadi, kau masih menunggu anak buah Tuan Jackson?” “Astaga, aku pas-pasti sedang mabuk ... haha, aku memang mabuk! Ka-kau sangat cantik, Nona,” sambung lelaki gemuk itu dengan nada terputus-putus akibat tawa kekehan mengejek untuk dirinya sendiri. Dia berjalan sempoyongan mendekati gadis yang terlihat menggoda di pantulan mata hijaunya. “Ja-jangan dekati aku!” pekik Sophia penuh peringatan, ketika mendadak ia merasai ada sentuhan menjijikkan dari punggung jemari gemuk lelaki separuh baya yang telah gadis itu sangka sebagai ‘Tuan Jackson’. “Cih! Jual mahal sekali dirimu, Nona. Kau tahu, Tuan Jackson tak pernah memedulikan seorang wanita. Apalagi gadis kecil sepertimu ini. Kau datang ke sini untuk menukar tubuh dengan hutang keluargamu, dan Tuan Simon memintaku memeriksa barang yang