“Nona Sophia Aland?”
Menarik napas dalam, wajah basah memerah sang pemilik nama mendongak dengan melempar tatapan bergetarnya ke pusat suara serak. “Benarkah kau salah satu putri Nyonya Belinda? Jadi, kau masih menunggu anak buah Tuan Jackson?” “Astaga, aku pas-pasti sedang mabuk ... haha, aku memang mabuk! Ka-kau sangat cantik, Nona,” sambung lelaki gemuk itu dengan nada terputus-putus akibat tawa kekehan mengejek untuk dirinya sendiri. Dia berjalan sempoyongan mendekati gadis yang terlihat menggoda di pantulan mata hijaunya. “Ja-jangan dekati aku!” pekik Sophia penuh peringatan, ketika mendadak ia merasai ada sentuhan menjijikkan dari punggung jemari gemuk lelaki separuh baya yang telah gadis itu sangka sebagai ‘Tuan Jackson’. “Cih! Jual mahal sekali dirimu, Nona. Kau tahu, Tuan Jackson tak pernah memedulikan seorang wanita. Apalagi gadis kecil sepertimu ini. Kau datang ke sini untuk menukar tubuh dengan hutang keluargamu, dan Tuan Simon memintaku memeriksa barang yang dikirim keluarga Aland. Kalau aku mengatakan, kau adalah barang buruk, kuyakin Tuan Jackson akan menghancurkan keluargamu,” tutur panjang lebar lelaki bertubuh gemuk itu, dengan sorot mata penuh minat ke arah tubuh Sophia. “Kamu menjijikkan!” Sophia memberang dengan nada melengking tinggi. “Ayolah, bergabung dengan para wanitaku. Mereka baru saja kupindahkan ke ruang sebelah. Setidaknya kau pulang tanpa penyesalan, aku juga akan coba membujuk orang di sisi Tuan Jackson untuk mau menikmatimu, yah... meski uang yang didapat tidak sebesar milik Tuan Jackson, tapi kau masih bisa membawa uang bukan?” Punggung jari lelaki separuh baya itu kembali beraksi, dan makin berani membelai kulit halus sisi wajah Sophia, yang terus bergerak menolak. Gadis ini sangat menarik, galak dan sekuat tenaga menjaga harga diri, membuat sesuatu yang sudah tegang di bawah sana menggeliat penuh gairah. ‘Aku yakin Tuan Jackson tak akan tahu kalau barang yang dikirim keluarga Aland ini ... sangat menawan! Dia masih di kamar itu, dan tak mungkin akan keluar, biar kubawa saja gadis ini ke ruangan sebelah. Setelah puas, baru kubuang ke depan kaki Tuan Jackson,’ batin culas lelaki separuh baya itu, dengan wajah kian merah panas menahan letupan hasrat, yang kian membuat pandangannya berkabut gairah. “Ti-tidak! Kubilang jangan sentuh aku, kamu sangat kotor!” “Brengsek! Dasar pria menjijikkan!” Terus saja seruan umpatan terlontar dari bibir bergetar Sophia, yang pula bergerak mundur menjauhi sentuhan lelaki gemuk ini. Gulungan ludah kasar yang coba ditelan dan hanyut di jakun, terlihat jelas di mata basah Sophia. Ia menggeleng berat, apa mungkin kehormatan yang telah dijaga mati-matian akan berakhir malam ini? Sangat jarang menemukan gadis muda nan cantik seperti Sophia. Namun, baru saja tangan lelaki itu berayun ingin menggapai pipi kecil Sophia, sebuah pukulan sudah lebih dulu menerjang cepat ke rahang berisinya sampai tubuh itu terlempar. Wajah memerah padam akibat dikuasai oleh gulungan hasrat serta kadar alkohol yang tinggi seketika meluncur menyapu lantai, membuat orang yang tersisa di ruangan itu berdiri terperanjat. “Lancang sekali tanganmu menyentuh milik Tuan Jackson. Kau ingin mati?” Seorang lelaki yang sempat berdiri di depan Sophia tadi, kini terlihat begitu menyeramkan dengan tatapan dinginnya. “A-ampuni aku, Tu-Tuan Simon. Ampuni aku. Aku pikir gadis in ... aaaghhh!” Sebuah tendangan tak kalah cepat sudah menerjang rahang memar lelaki bertubuh gembul itu lagi, sampai membuatnya terlempar cukup jauh untuk kesekian kali hingga menyentuh batas pintu ruangan. Dengan susah payah, dia bangkit lantas merangkak penuh ketidakberdayaan ke arah sosok yang lebih mengerikan dari pemilik bogeman mentah dan tendangan tadi, yang hampir meruntuhkan seluruh tulang di tubuh. Suara roda bergulir berhenti. Di saat bersamaan, tubuh Simon berbalik dan membungkukkan tubuh. “Maaf sudah mengganggu kenyamanan Tuan Jackson. Sampah ini akan segera saya bereskan.” Lelaki gempal jelek akhirnya bersimpuh, mencoba mengemis ampunan. “Bangun.” Suara bariton penuh kuasa dari seorang lelaki terdengar seperti memberi perintah, membuat lelaki gemuk itu langsung mengangguk cepat penuh kelegaan. Dia tak jadi mati bukan? pikir lelaki gemuk itu. Dia berniat Ingin bergegas bangkit, tapi suara dingin yang kembali terdengar, kembali membawa tubuh berisi tersebut buru-buru bersimpuh dengan kepala terbentur kuat ke lantai. “Bukan kau. Tapi, dia ...” tambahnya sembari menunjuk ke arah Sophia yang seketika terhenyak tak percaya, dengan mata terbelalak lebar, “calon suamimu adalah aku. Kenapa kau diam saja disentuh pria itu?” “Ma-maaf, Tu-Tuan Jackson. Ini kesalahanku, mohon ampuni aku.” Lelaki bertubuh gembul tadi berulang kali menurun naikkan kepala, dengan penuh permohonan. Tak peduli sebanyak apa darah yang mengalir dari kening, “semoga Nyonya Hamilton bisa memaafkan kelancanganku.” “Ka-kamu ... benarkah, kamu Tuan Jackson yang sangat misterius itu?” “Ya. Aku Jackson Hamilton. Kau adalah barang yang ditukar keluarga Aland untuk membayar hutang padaku. Tapi, hutang keluargamu cukup banyak. Menurutmu, apa pria pebisnis sepertiku akan begitu saja menerima barang buruk sepertimu?” Hah? Lidah Sophia seketika kelu. Gadis cantik itu bingung harus menjawab seperti apa pertanyaan dari sosok misterius di balik kehebatan dan kejayaan dari Hamilton Group yang dipimpin langsung oleh tangan dingin Jackson Hamilton, yang tak pernah terlihat di ranah publik. Berbagai opini di tengah masyarakat Spanyol terus berkembang, menggambarkan sosok Jackson Hamilton sebagai lelaki tua yang kompeten, lelaki pemilik ambisius, hingga lelaki paruh baya yang gemar mengencani dan memanjakan para wanita dengan seluruh kekayaan. Nyatanya semua itu salah. Jackson Hamilton bukanlah lelaki tua. Dia justru sangat tampan, memiliki tubuh tegap serta bahu lebar. Begitu jauh dari pemikiran dangkal orang-orang. Termasuk Sophia. Sayangnya, lelaki hebat di depan Sophia harus terduduk di kursi roda. Terlihat celana panjang sisi kiri Jackson memiliki sisi berbeda dari satunya. Tampak lebih panjang, dan menutupi sepatu. Mungkinkah salah satu kakinya bermasalah? “Simon, serahkan berkas kontrak itu pada Nona Sophia Aland.” “Ya, Tuan Jackson.” Berbalik, menyambut kedatangan sang wakil asisten yang juga ada di ruangan itu, kini berkas kontrak pernikahan telah berpindah tangan. Simon mengayun langkah kembali ke arah Sophia yang masih terpaku pada apa yang saat ini gadis itu saksikan. Langkah terhenti, Simon sedikit membungkukkan tubuh di dekat Sophia yang menoleh dengan raut wajah muram saat terinterupsi derap sepatu lelaki itu. Pandangan Sophia perlahan turun pada sebuah dokumen yang baru saja dibuka. “Nona Sophia ... saya Simon, asisten pribadi Tuan Jackson. Seperti apa yang telah Anda dengar, ini kontrak pranikah yang telah dibuat oleh pengacara keluarga Hamilton Nona, bisa membaca lebih dulu isi kontrak pranikah ini. Jika tidak setuju. Nona, berhak tidak menanda tangani, dan seluruh konsekuensi pembatalan kesepakatan sudah tertera di sana.” Penjelasan Simon cukup dimengerti Sophia, meski tubuh gadis itu kian gemetar ketakutan, karena sejak tadi tatapan tajam Jackson tak pernah lepas dari wajah cantik Sophia. Entah apa yang tengah dipikirkan lelaki itu saat ini. “Nona Sophia, apa Anda merasa dalam keadaan tak baik saat ini?” imbuh Simon dengan salah satu ujung alis sedikit terangkat. “A-aku ....” Melihat keadaan tubuh Sophia tak stabil, Simon berinisiatif membacakan isi lembar perlembar halaman surat kontrak, setelah mendapat izin dari sang tuan yang masih bungkam. “Saya akan menjelaskan isi dalam perjanjian. Nona Aland cukup mendengar dan memahami untuk mengambil keputusan.” Simon berkata dengan nada profesional. Menit demi menit berlalu, Sophia mendadak mendorong kasar surat perjanjian yang dipegang asisten pribadi Jackson sampai kertas-kertas itu terbang berhamburan jatuh menghiasi lantai. “... kami butuh bank darah. Selain biaya pelunasan hutang. Nona Aland akan pula bekerja dan digaji sesuai gaji pelayan mansion Hamilton. Tidak akan dikurangi.” Simon mengakhiri kalimat terakhirnya, lantas menatap lurus pada mata berapi-api Sophia. “Apa bisa dimengerti poin-poin perjanjian ini, Nona Aland? Tanyakan. Jika ada yang belum Anda mengerti.” “Sebagai bank darah?!” “... aku bukan hidup untuk menghidupkan orang lain, jauhi aku. Aku tak akan segila itu untuk menumbalkan diriku sendiri, Tuan Jackson.” Perlahan dan pasti, Sophia dengan susah payah meluruskan punggung lemahnya. Kini Sophia dan Jackson berhadap-hadapan dengan sorot mata tajam saling beradu lekat. Dengan berani, jari telunjuk Sophia menodong ke arah wajah tampan sang industrialis misterius. “Nona Sophia, tolong jaga sikap Anda pada tuan kami,” tegur Simon tak kalah bernada dingin. Baru kali ini ada orang yang berani menatap berapi-api pada seorang Jackson Hamilton. “Saya akan menjelaskan sekali lagi, hutang, bunga, serta kerugian waktu kedatangan tuan kami malam ini harus dibayar lunas dalam satu kali dua puluh empat jam.” Bukan menjatuhkan diri, kemudian bersimpuh memohon ampunan di bawah kaki lumpuh lelaki yang berada di atas kursi roda, Sophia justru terkekeh getir membuat atensi Jackson kian tertuju pada gadis itu. “Selain mendapatkan kesuksesan di dunia bisnis, seorang pebisnis handal seperti Tuan Jackson, juga bisa mengancam gadis kecil sepertiku? Di dalam kontrak itu, jelas tertulis kamu telah memiliki calon nyonyamu sendiri, kenapa harus menikahi gadis muda menyedihkan sepertiku, Tuan Jackson?” “... tidakkah kamu jijik pada diriku?” sambungnya penuh emosional, yang kian menipiskan garis lengkung getir di bibir, “seorang pria jenius seperti Tuan Jackson yang terus dielu-elukan semua orang, tak akan bertindak begitu licik bukan? Masalah hutang ... silakan ambil apa pun dari keluarga Aland. Aku bukan lagi Nona Pertama di keluarga itu. Permisi, aku harus pergi.” Putus Sophia berlalu meninggalkan ruangan itu, dengan mengumpulkan seluruh kekuatan yang tersisa. Ia sudah benar-benar mencapai ambang keputusasaan. Menyerahkan nyawa, demi menghidupkan nyawa wanita lain? Apakah otak Jackson Hamilton sudah dimakan anjing? “Nona Sophia!” pekik Simon berniat mencegah, yang hampir saja mengayun kaki untuk berlari, tapi seketika diurungkan saat mendengar suara rendah sang tuan. “Tidak perlu dikejar.”“Tapi, Tuan Jackson ... hanya darah gadis itu yang cocok.” Dengan sorot mata sendu, Simon mencicit ragu untuk mengingatkan kembali pada tuan mudanya.“Dia sudah memilih jalan mati lebih cepat.”“Kirim data hutang, pengakusisian perusahaan, dan seluruh aset keluarga Aland. Percepat proses dalam satu malam.” Sembari memberi perintah, ekor mata dingin Jackson menangkap hamburan beberapa kertas berkas kontrak pernikahan antara dirinya dan Sophia.‘Sejak kapan ada orang yang berani berteriak di depan wajahku? Brengsek!’ umpat tak terima Jackson dalam hati. Gadis itu sudah mulai menyulut api kemurkaan seorang Jackson Hamilton. Sungguh sangat bernyali besar, pikirnya geram.“Kau sangat berani, Sophia Aland ....”***Sementara itu, akhirnya Sophia mampu keluar dari klub malam menakutkan tersebut dengan berlari tergopoh-gopoh, sampai menemukan sebuah taksi.Kepala belakang dilempar kasar di sandaran kursi penumpang, sembari memejamkan mata basahnya. Lagi, dan lagi, bulir bening mencur
“Terus hancurkan kuburan itu, buat rata dengan tanah. Beraninya dia membuatku malu.”“... dasar anak sialan! Dia seharusnya menyusul mamanya ke Neraka!” Suara umpatan kebencian itu seketika membuat suasana di sana kian mencekam. Tak ada lagi udara dingin malam hari, semua menjadi panas dan mencekik.“Hapus jejak Nyonya Pertama!”“Ja-jangan!” teriak kencang Sophia dalam hati. Dadanya kembang kempis menahan rasa sesak, bersamaan dengan kepalan tangan gadis itu meremas kuat di sisi tubuh, “kenapa aku ... tidak bisa mengeluarkan suara?” sambungnya merintih lirih tak berdaya. “Tidak, tidak. Papa tidak boleh menyentuh kuburan mama.”“Shopia sudah membuat Tuan Jackson marah besar. Seharusnya aku sendiri yang menyeret anak pembangkang itu! Sialan, sialan.”“... hancurkan semuanya! Tanaman bunga-bunga busuk milik Sophia, juga hancurkan!” Kembali, titah itu meraung, dan terlihat para anak buah keluarga Aland mengangguk patuh dengan kompak.Nyawa dalam tubuh gadis itu terasa hampir ter
“Sophia!” Tuan Felix memekik dengan intonasi sangat tinggi. Dia benar-benar tersulut api amarah pada jawaban sang putri sulung. “Sejak kapan kau jadi gadis pembantah seperti ini?”Garis senyum getir ditunjukkan ke arah sang papa, yang terlihat semakin berapi-api menghadapi pemberontakan Sophia.“Sejak Mama Belinda membodohi Papa dan masuk ke keluarga kita.”“Beraninya kau, Sophia!”PLAK!Ayunan tangan kencang Tuan Felix menghempas salah satu pipi Sophia, membuat gadis itu jatuh tersungkur memeluk batu nisan yang sudah setengah hancur.Sophia tertunduk dengan sorot mata muram. Ini bukan lagi kali pertama sang papa menampar Sophia, dan ... kali ini tamparan itu terjadi karena Sophia menyinggung si wanita licik.“Sophia, Papa sudah berkali-kali memperingatkanmu, jangan lagi menyalahkan Mama Belinda. Tapi, kau tetap mempersulit hidupmu sendiri.”‘Tamparan hari ini, sudah cukup membuatku sadar. Jika rumah ini ... sudah bukan lagi tempat ternyamanku. Maafkan Sophia, Ma ....’ Sophia
Brug! “Cepat beri hormat pada Tuan Jackson, Sophia.” “Aaagghh!” Tubuh kecil Sophia didorong kasar oleh Tuan Felix sampai jatuh dengan lutut tersentak ke lantai. Sophia bersimpuh tepat di depan barisan tubuh kekar para lelaki yang mengenakan jas hitam legam. Mereka membentuk barisan bak pilar-pilar tinggi guna menyembunyikan sosok misterius Jackson Hamilton. Ini adalah aturan yang telah diketahui semua orang jika akan menemui seorang Jackson, tapi sikap arogan Tuan Felix merasa tak terima. “Biarkan putriku bertemu Tuan Jackson,” imbuh Tuan Felix dengan sorot mata memaksa. Jika dihalangi seperti ini, dia jelas tak bisa mengambil keuntungan lebih. Brengsek! “Dia akan jadi Nyonya Hamilton. Minggir kalian semua!” “Lancang!” berang salah seorang pengawal. Tanpa aba-aba, stik baseball diayun lantas dengan cepat menghantam rahang Tuan Felix hingga lelaki itu jatuh tersungkur dengan mulut penuh darah. Di saat itu juga Tuan Felix melepeh sesuatu dari mulut, kemudian jemarinya
“Sophia ... kamu yakin mau hidup di tempat ini?” “Wajahmu nggak pantas jadi pelayan seperti kami.” Bibi Ella tampak tak tega pada gadis secantik Sophia, yang harus tinggal di tempat tak layak seperti gudang tua ini. Todongan pertanyaan itu membuat Sophia mengulum senyum getir di tengah rasa lelah yang membakar punggung kecilnya. Andai ia bisa memilih, tentu saja jawabannya tidak. Namun, apa Sophia memiliki pilihan? “Aku budak yang dibeli Tuan Jackson, Bibi Ella. Jadi aku memang harus hidup sampai mati di sini.” “Ya Tuhan ....” Bibi Ella menutup mulut yang terbuka terkejut dengan satu tangan. Wanita separuh baya itu buru-buru melepas gagang sapu, lantas berlari kecil ke arah Sophia. Air mata pilunya menganak pinak di sudut mata. “Jangan katakan itu lagi.” Sebuah pelukan hangat menyergap tubuh dingin Sophia yang terhenyak, tapi di detik itu juga bahu kecilnya ikut bergetar. Sophia membalas pelukan hangat Bibi Ella dengan erat. Sejak kematian sang mama, So
“Ak ... ah, maaf. Maksudnya, saya?” Jari telunjuk Sophia menunjuk kaku ke diri sendiri.Merasa tak percaya diri, gadis itu mulai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata.Sophia tak salah dengar kan?“Iya, itu kamu yang dipanggil,” timpal berbisik lirih Bella, yang sengaja berpura berdempetan dengan lengan Sophia.Menarik napas perlahan, kemudian menahan di dada. Bella ini mengapa sangat bawel? Apa dia pikir cara berbisiknya tak didengar Tuan Simon?Astaga!“Namamu jelas Sophia. Cepat bilang, iya. Nanti Tuan Jackson jadi marah.” Tambah Bella mengimbuhi.Dia sengaja memprovokasi sembari berakting menatap ke depan.Sophia meringis tak enak hati ke arah Tuan Simon, yang ikut tersenyum dengan melirik Bella dari sudut mata.“Nona rupanya sudah akrab dengan pelayan lain.”“Begitulah, Tuan Simon,” jawab Sophia canggung.Siku Sophia terus menyenggol lengan Bella yang tak peka, agar segera memberi sapaan.Namun, ternyata memang tak semudah itu.Bella sedang asik-asiknya menatapi ketamp
“Sophia, jangan melawan. Kamu harus melunasi hutang perusahaan dengan menukar tubuhmu. Jadi, layani Tuan Jackson sebaik mungkin!”“Apa?” Langkah terseok-seok Sophia Aland seketika memaksa berhenti di tengah jalan. Ruangan besar milik sebuah klub malam di tengah kota Madrid membuat tubuhnya membeku dalam hitungan detik.“Mama bilang, kamu harus nikah saat ini juga. Nikahi pria yang ada di foto ini. Kamu tak tuli bukan?” tandas jengah Belinda, sang mama tiri Sophia memperlihatkan foto di tangan penuh kedongkolan. Raut wajah memerah padam dengan menekan gatal deretan gigi yang dilakukan sang mama tiri, sangat jelas tersaji di pantulan mata berkaca-kaca Sophia.Perlahan, pandangan panas gadis itu turun, menamati dari ujung sepatu sampai pada gaun pendek cantik berwarna putih yang ia kenakan malam ini. Ini semua pilihan sang mama tiri. Saat itu, tiba-tiba saja Sophia diberi kotak kado berisikan gaun cantik sepulang dari lokasi syuting, dan diminta untuk menemani ke acara kondangan t
“Ak ... ah, maaf. Maksudnya, saya?” Jari telunjuk Sophia menunjuk kaku ke diri sendiri.Merasa tak percaya diri, gadis itu mulai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata.Sophia tak salah dengar kan?“Iya, itu kamu yang dipanggil,” timpal berbisik lirih Bella, yang sengaja berpura berdempetan dengan lengan Sophia.Menarik napas perlahan, kemudian menahan di dada. Bella ini mengapa sangat bawel? Apa dia pikir cara berbisiknya tak didengar Tuan Simon?Astaga!“Namamu jelas Sophia. Cepat bilang, iya. Nanti Tuan Jackson jadi marah.” Tambah Bella mengimbuhi.Dia sengaja memprovokasi sembari berakting menatap ke depan.Sophia meringis tak enak hati ke arah Tuan Simon, yang ikut tersenyum dengan melirik Bella dari sudut mata.“Nona rupanya sudah akrab dengan pelayan lain.”“Begitulah, Tuan Simon,” jawab Sophia canggung.Siku Sophia terus menyenggol lengan Bella yang tak peka, agar segera memberi sapaan.Namun, ternyata memang tak semudah itu.Bella sedang asik-asiknya menatapi ketamp
“Sophia ... kamu yakin mau hidup di tempat ini?” “Wajahmu nggak pantas jadi pelayan seperti kami.” Bibi Ella tampak tak tega pada gadis secantik Sophia, yang harus tinggal di tempat tak layak seperti gudang tua ini. Todongan pertanyaan itu membuat Sophia mengulum senyum getir di tengah rasa lelah yang membakar punggung kecilnya. Andai ia bisa memilih, tentu saja jawabannya tidak. Namun, apa Sophia memiliki pilihan? “Aku budak yang dibeli Tuan Jackson, Bibi Ella. Jadi aku memang harus hidup sampai mati di sini.” “Ya Tuhan ....” Bibi Ella menutup mulut yang terbuka terkejut dengan satu tangan. Wanita separuh baya itu buru-buru melepas gagang sapu, lantas berlari kecil ke arah Sophia. Air mata pilunya menganak pinak di sudut mata. “Jangan katakan itu lagi.” Sebuah pelukan hangat menyergap tubuh dingin Sophia yang terhenyak, tapi di detik itu juga bahu kecilnya ikut bergetar. Sophia membalas pelukan hangat Bibi Ella dengan erat. Sejak kematian sang mama, So
Brug! “Cepat beri hormat pada Tuan Jackson, Sophia.” “Aaagghh!” Tubuh kecil Sophia didorong kasar oleh Tuan Felix sampai jatuh dengan lutut tersentak ke lantai. Sophia bersimpuh tepat di depan barisan tubuh kekar para lelaki yang mengenakan jas hitam legam. Mereka membentuk barisan bak pilar-pilar tinggi guna menyembunyikan sosok misterius Jackson Hamilton. Ini adalah aturan yang telah diketahui semua orang jika akan menemui seorang Jackson, tapi sikap arogan Tuan Felix merasa tak terima. “Biarkan putriku bertemu Tuan Jackson,” imbuh Tuan Felix dengan sorot mata memaksa. Jika dihalangi seperti ini, dia jelas tak bisa mengambil keuntungan lebih. Brengsek! “Dia akan jadi Nyonya Hamilton. Minggir kalian semua!” “Lancang!” berang salah seorang pengawal. Tanpa aba-aba, stik baseball diayun lantas dengan cepat menghantam rahang Tuan Felix hingga lelaki itu jatuh tersungkur dengan mulut penuh darah. Di saat itu juga Tuan Felix melepeh sesuatu dari mulut, kemudian jemarinya
“Sophia!” Tuan Felix memekik dengan intonasi sangat tinggi. Dia benar-benar tersulut api amarah pada jawaban sang putri sulung. “Sejak kapan kau jadi gadis pembantah seperti ini?”Garis senyum getir ditunjukkan ke arah sang papa, yang terlihat semakin berapi-api menghadapi pemberontakan Sophia.“Sejak Mama Belinda membodohi Papa dan masuk ke keluarga kita.”“Beraninya kau, Sophia!”PLAK!Ayunan tangan kencang Tuan Felix menghempas salah satu pipi Sophia, membuat gadis itu jatuh tersungkur memeluk batu nisan yang sudah setengah hancur.Sophia tertunduk dengan sorot mata muram. Ini bukan lagi kali pertama sang papa menampar Sophia, dan ... kali ini tamparan itu terjadi karena Sophia menyinggung si wanita licik.“Sophia, Papa sudah berkali-kali memperingatkanmu, jangan lagi menyalahkan Mama Belinda. Tapi, kau tetap mempersulit hidupmu sendiri.”‘Tamparan hari ini, sudah cukup membuatku sadar. Jika rumah ini ... sudah bukan lagi tempat ternyamanku. Maafkan Sophia, Ma ....’ Sophia
“Terus hancurkan kuburan itu, buat rata dengan tanah. Beraninya dia membuatku malu.”“... dasar anak sialan! Dia seharusnya menyusul mamanya ke Neraka!” Suara umpatan kebencian itu seketika membuat suasana di sana kian mencekam. Tak ada lagi udara dingin malam hari, semua menjadi panas dan mencekik.“Hapus jejak Nyonya Pertama!”“Ja-jangan!” teriak kencang Sophia dalam hati. Dadanya kembang kempis menahan rasa sesak, bersamaan dengan kepalan tangan gadis itu meremas kuat di sisi tubuh, “kenapa aku ... tidak bisa mengeluarkan suara?” sambungnya merintih lirih tak berdaya. “Tidak, tidak. Papa tidak boleh menyentuh kuburan mama.”“Shopia sudah membuat Tuan Jackson marah besar. Seharusnya aku sendiri yang menyeret anak pembangkang itu! Sialan, sialan.”“... hancurkan semuanya! Tanaman bunga-bunga busuk milik Sophia, juga hancurkan!” Kembali, titah itu meraung, dan terlihat para anak buah keluarga Aland mengangguk patuh dengan kompak.Nyawa dalam tubuh gadis itu terasa hampir ter
“Tapi, Tuan Jackson ... hanya darah gadis itu yang cocok.” Dengan sorot mata sendu, Simon mencicit ragu untuk mengingatkan kembali pada tuan mudanya.“Dia sudah memilih jalan mati lebih cepat.”“Kirim data hutang, pengakusisian perusahaan, dan seluruh aset keluarga Aland. Percepat proses dalam satu malam.” Sembari memberi perintah, ekor mata dingin Jackson menangkap hamburan beberapa kertas berkas kontrak pernikahan antara dirinya dan Sophia.‘Sejak kapan ada orang yang berani berteriak di depan wajahku? Brengsek!’ umpat tak terima Jackson dalam hati. Gadis itu sudah mulai menyulut api kemurkaan seorang Jackson Hamilton. Sungguh sangat bernyali besar, pikirnya geram.“Kau sangat berani, Sophia Aland ....”***Sementara itu, akhirnya Sophia mampu keluar dari klub malam menakutkan tersebut dengan berlari tergopoh-gopoh, sampai menemukan sebuah taksi.Kepala belakang dilempar kasar di sandaran kursi penumpang, sembari memejamkan mata basahnya. Lagi, dan lagi, bulir bening mencur
“Nona Sophia Aland?” Menarik napas dalam, wajah basah memerah sang pemilik nama mendongak dengan melempar tatapan bergetarnya ke pusat suara serak. “Benarkah kau salah satu putri Nyonya Belinda? Jadi, kau masih menunggu anak buah Tuan Jackson?” “Astaga, aku pas-pasti sedang mabuk ... haha, aku memang mabuk! Ka-kau sangat cantik, Nona,” sambung lelaki gemuk itu dengan nada terputus-putus akibat tawa kekehan mengejek untuk dirinya sendiri. Dia berjalan sempoyongan mendekati gadis yang terlihat menggoda di pantulan mata hijaunya. “Ja-jangan dekati aku!” pekik Sophia penuh peringatan, ketika mendadak ia merasai ada sentuhan menjijikkan dari punggung jemari gemuk lelaki separuh baya yang telah gadis itu sangka sebagai ‘Tuan Jackson’. “Cih! Jual mahal sekali dirimu, Nona. Kau tahu, Tuan Jackson tak pernah memedulikan seorang wanita. Apalagi gadis kecil sepertimu ini. Kau datang ke sini untuk menukar tubuh dengan hutang keluargamu, dan Tuan Simon memintaku memeriksa barang yang
“Sophia, jangan melawan. Kamu harus melunasi hutang perusahaan dengan menukar tubuhmu. Jadi, layani Tuan Jackson sebaik mungkin!”“Apa?” Langkah terseok-seok Sophia Aland seketika memaksa berhenti di tengah jalan. Ruangan besar milik sebuah klub malam di tengah kota Madrid membuat tubuhnya membeku dalam hitungan detik.“Mama bilang, kamu harus nikah saat ini juga. Nikahi pria yang ada di foto ini. Kamu tak tuli bukan?” tandas jengah Belinda, sang mama tiri Sophia memperlihatkan foto di tangan penuh kedongkolan. Raut wajah memerah padam dengan menekan gatal deretan gigi yang dilakukan sang mama tiri, sangat jelas tersaji di pantulan mata berkaca-kaca Sophia.Perlahan, pandangan panas gadis itu turun, menamati dari ujung sepatu sampai pada gaun pendek cantik berwarna putih yang ia kenakan malam ini. Ini semua pilihan sang mama tiri. Saat itu, tiba-tiba saja Sophia diberi kotak kado berisikan gaun cantik sepulang dari lokasi syuting, dan diminta untuk menemani ke acara kondangan t