Share

4. Janji Temu

Author: Harmony^-
last update Last Updated: 2023-09-26 22:36:25

Sirena memejamkan matanya. Ia benar-benar terlelap dengan nyaman di pangkuan Arsenio. Bahkan lelaki itu ikut tertidur sampai tidak kenal waktu.

“Pemandangan langka apa yang aku lihat ini Nona Posy?”

Tuan Sand, ajudan pribadi Duke Arsenio berdiri di tepi lorong terbuka yang menghubungkannya pada pemandangan taman bunga Gladius. Dia terpana melihat kedekatan Tuan dan tunangannya di depan sana.

Posy yang berdiri di samping Sand, juga menatap ke arah yang sama—dengan tatapan terkejut yang sama.

Tuan Duke Arsenio yang tidak pernah akur, atau bahkan tidak ingin berlama-lama menatap Nona Sirena, kini sedang tertidur pulas sambil memangku kepala Nona Sirena sedang tertidur?

“Pemandangan yang terlalu langka, Tuan Sand. Saya juga baru pertama kali melihat Nona Sirena dan Tuan Duke sangat akur seperti hari ini. Biasanya, mengharapkan ketenangan saat keduanya bertemu saja saya tidak berani. Tapi sekarang, sepertinya hubungan mereka telah membaik,” sahut Posy.

“Bagaimana ini?!” Tuan Sand melihat ke arah jam genggam yang dia ambil dari dalam saku kemejanya. “Tuan Duke harus pergi karena Tuan Frederick sudah menunggu di Ibu Kota.”

Posy menatap sedih. Tapi dia tidak akan menghalangi Sand jika lelaki itu ingin membangunkan Tuan Arsenio sekarang juga.

“Anda bisa membangunkan beliau jika ada urusan mendesak,” ucapnya dengan lembut.

Sand juga menyayangkan hal itu. Tapi itu dia tidak punya pilihan lain.  “Baiklah, maafkan saya Nona Posy.”

Sand mendekati Arsenio dan Sirena. Dengan berat hati dia membangunkan Tuannya. Namun orang pertama yang bangun adalah Sirena. Sementara Arsenio terlihat sangat pulas dalam tidurnya—untuk pertama kalinya setelah dia mendapat gelar Duke.

“Maafkan saya, Nona. Namun Tuan Duke Arsenio harus pergi sekarang,” ucap Sand dengan kikuk.

Sand yang tidak pernah memiliki hubungan baik dengan Sirena tentu saja canggung jika harus berbicara langsung dengannya.

“Begitukah?”

Sirena bangun dari pangkuan Arsenio. Saat itulah lelaki itu terbangun dan menatap Sirena yang telah berdiri di sampingnya.

“Tidurlah sebentar lagi.” Arsenio menahannya agar tidak pergi.

Tatapan Arsenio yang terlihat damai saat berbicara dengan Sirena cukup membuat Sand tertegun.

Karena ini pertama kalinya Sand melihat Tuannya tidak memusuhi Nona Sirena.

“Maafkan saya, Tuan Duke. Tapi Anda harus pergi karena itulah saya bangun.” Sirena menguap dan melihat Posy bergegas mendekat padanya. “Dayang saya akan mengantar saya ke kamar. Kalau begitu selamat tinggal.”

Sirena berjalan pergi tanpa beban. Langkah anggun yang ringan itu membuat pandangan Arsenio tidak bisa beralih pada hal lain.

“Mr. Sand. Apakah Nona Sirena memang sekurus itu? Dari tadi aku memangku kepalanya. Tapi kakiku terlihat baik-baik saja.”

Sand mengulas senyum masam. Tampaknya dugaan tentang Arsenio yang menaruh sedikit perhatian pada tunangannya memang tidaklah salah.

Orang cuek seperti Arsenio sekarang membahas berat badan seorang wanita? Bahkan setelah dia memilik dua puluh tiga mantan istri yang bahkan tidak pernah di urus dengan baik.

“Tampaknya Nona Sirena bukan wanita biasa," pikir Sand sangat yakin.

“Sand! Kau tidak mendengar perkataan Tuanmu?!” sentak Arsenio.

Sand terkejut dan segera menunduk untuk meminta maaf.

“Maafkan saya, Tuan. Tapi sepertinya Nona Sirena memang kehilangan berat badannya. Beliau sudah tidak keluar dari kediaman Sharon selama satu bulan. Saya dengar, setelah insiden yang terjadi di istana Kaisar, Nona Sirena sempat mengurung diri di dalam kamarnya selama beberapa hari. Saya tahu beliau pasti mendapatkan pukulan berat setelah mendengar kata-kata baginda Kaisar dan Permaisuri. Wajar jika beliau tidak bersemangat,” jelas Sand.

Arsenio bangkit dari tempat duduknya. Dengan cepat dia memetik beberapa tangkai buka Lilac di belakangnya dan berlari mendekati Sirena.

“Hei!”

Arsenio memanggil dengan lantang.

Mendengar suara lelaki itu, Sirena dan Posy menoleh ke arahnya secara serempak.

“Apa?” Sirena menatap Arsenio yang mendekat dan memberikan enam tangkai bunga Lilac ke dalam pelukannya.

“Apa ini, Tuan Arsenio?”

“Pergilah denganku besok pagi. Aku akan menjemputmu.”

Alis Sirena bertemu, membentuk kerutan di dahinya. Dia selalu merengut saat melihat sikap baik Arsenio beberapa hari ini—lelaki itu  bertindak tidak seperti biasanya.

Dari saat lelaki itu menawarkan pahanya sebagai bantal sampai ajakan kencan yang mendadak ini. Tak ada satu pun tindakan Arsenio yang di mengerti Sirena.

Bukannya hubungan mereka buruk? Tapi kenapa lelaki ini terus berusaha menempel padanya? Aneh.

“Kenapa?” ujar Sirena dengan nada bingung dan sedikit emosi.

“Katanya kamu jarang keluar. Aku ingin mengajakmu berkeliling untuk menikmati angin pedesaan. Bukannya kamu suka mencari angin karena kamarmu terasa pengap?” dalih Arsenio.

Sirena masih mempertahankan ekspresi tidak sukanya. “Apa saya harus menyetujuinya?”

Arsenio mengangkat bahunya acuh tak acuh. “Aku tidak memaksa. Tapi, alangkah baiknya jika kamu mau.”

Posy menatap penuh harap. Dia ingin Sirena dan Arsenio berkencan. Itu akan sangat baik untuk perkembangan hubungan mereka.

“Nona, sesekali Anda harus keluar kediaman Count. Itu akan membantu Anda mengembalikan mood!” ujar Posy bersemangat.

Sirena membuang napas lembut secara perlahan-lahan. “Tidak ada alasan untuk menolaknya. Jadi baiklah, saya akan pergi.”

Arsenio terlihat senang. Dia menggapai tangan Sirena dan mengecup punggung tangannya dengan senyum menawan.

“Sampai jumpa besok, Nona ....”

“Iya.”

 

Sirena berdiri di depan gerbang rumahnya dengan menggenggam payung.

Sinar matahari yang terik akan membuat Senna dan Posy terus mengomel jika dia tidak menurut untuk membawa pelindung kulit nomor satu para Nona di Kekaisaran Firaz. Untungnya, kedua pelayan itu tidak ada di sini.

“Nona, Anda sudah menunggu lebih dari satu jam di sini. Tidakkah sebaiknya kita masuk dan menunggu beliau di dalam?” ucap Sir. Einar terlihat cemas.

Mereka berdua sudah berdiri cukup lama untuk menunggu kedatangan Duke Arsenio. Tapi kereta kedua kediaman Orlan tidak kunjung datang seakan sengaja terlambat untuk membuat Sirena kesulitan.

“Jangan cemas, Sir.”

Sirena menatap ksatria yang telah setia menunggu dengannya sejak awal seperti orang bodoh di depan gerbang karena perintah dari Tuan Orlando.

“Mereka akan datang satu jam lagi,” jelas Sirena dengan mudah.

Sir. Einar yang mendengar itu merasa sakit hati. Dia tahu jika kediaman Duke Orlan sangat membenci Nona Sirena karena beberapa alasan. Namun dia tetap menganggap tindakan mereka sangat keterlaluan.

“Bagaimana bisa mereka membiarkan Nona yang bertubuh lemah menunggu lebih dari satu jam? Anda bisa pingsan jika terus berdiri di sini, Nona.” Sir. Einar mendekat satu langkah. “Ayo kita masuk. Jika Tuan Count marah, saya akan menanggung hukumannya. Anda tidak perlu—“

“Ah ... mereka sudah datang, Sir.”

Sirena membalik tubuhnya dan menghadap ke jalanan. Ia melihat kereta kuda berlambangkan keluarga Orlan mendekati gerbang rumahnya dengan kecepatan sedang.

Pintu kereta kuda terbuka. Seorang lelaki keluar dengan membawa sebuah surat. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Arsenio di dalam sana. Hanya ada seorang ajudan yang membawa pesan dari Tuannya.

Sirena menatap Mr. Sand dengan tatapan lurus nan datar. “Ke mana lelaki itu?”

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
yess akhirnya pecah telor.. kencan buta donk.hahaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Tawanan Duke Utara    5. Partner Pesta Teh

    Sirena melihat Mr. Sand turun dari kereta kuda dan mendekat. Lelaki itu sedikit membungkuk untuk memberi salam. "Selamat siang, Nona. Semoga Dewa El selalu memberkati Anda." Dia kembali pada posisi tegap tanpa mengangkat kepala. “Maaf atas keterlambatan kami, Nona. Namun Tuan Duke tidak bisa menepati janji karena ada pekerjaan mendesak.” Lelaki itu berbicara dalam sikap hormat. Dia bahkan tidak berani melirik ke arah Sirena dan Sir. Einar yang terlihat geram. “Jadi begitu.” Sirena membuang napas panjang dan melihat beberapa peti yang di turunkan oleh kusir. Raut wajahnya yang terlihat tenang membuat Sir. Einar berperasangka jika Tuannya sudah tahu hal ini akan terjadi. “Lalu apa yang datang bersamamu, Mr. Sand?” tanya Sirena. “Duke Arsenio merasa tidak enak hati karena tidak bisa menepati janji. Karena itu beliau mengirimkan beberapa hadiah dan sepucuk surat untuk Anda.” “Dasar gila!” Sir. Einar memekik kesal. “Kau tahu berapa lama Nona menunggu kedatangan Tuan Duke?” Mr. S

    Last Updated : 2023-09-26
  • Istri Tawanan Duke Utara    6. Gagal

    “Yang Mulia, saya harap Anda tidak lupa janji Anda kemarin.” Tuan Sand tersenyum penuh arti. Sementara lelaki muda berusia dua puluh satu tahun yang baru saja bangun dan langsung di todong dengan fakta menyakitkan itu hanya menguap, lalu menatap datar ajudannya. “Jika kau mengingatkan aku tanpa bergerak, aku akan membuat wanita itu menunggu lama seperti kemarin.” Arsenio beranjak turun dari ranjang. Ia berjalan mendekat meja kecil di samping ranjang dan menuang segelas air untuk dia minum. Tuan Sand tersenyum melihat respons datar tanpa niat itu. “Baik. Saya akan segera panggil pelayan untuk membantu Anda bersiap dan menyiapkan kereta kuda.” Arsenio mengangguk. Dia melihat kepergian Sand dengan acuh tak acuh. “Vian.” Arsenio memanggil. Seorang lelaki berpakaian serba hitam dengan topeng menutup sebagian wajahnya berdiri tepat di balik pintu kaca yang menyekat antara balkon luar dan sisi dalam kamar. “Anda memanggil saya, Tuan?” Lelaki itu menjawab panggilan. Dia berlutut laya

    Last Updated : 2023-10-15
  • Istri Tawanan Duke Utara    7. Publikasi

    “Nona ....” Posy memanggil. Dia mendekati Sirena seraya suara kereta kuda terdengar. Sirena menoleh pada kereta kediaman Arsenio yang datang dari arah barat menuju gerbang utama rumahnya. Dia segera bangkit. Begitu pula dengan Shafira yang hendak mengantarnya. “Ibu.” Sirena berjalan berdampingan dengan Shafira menuju kereta kediaman Tuan Arsenio di depan pagar. “Maukah Anda minum teh bersama saya, besok?” Shafira menatap ragu. Dia hanya tidak percaya putri tiri yang selama ini waspada kepadanya, mulai membuka hati. Bahkan mengajaknya minum teh lebih dulu. “Aku tak keberatan. Datanglah ke tempatku besok. Aku akan meminta para pelayan menyiapkan jamuan untukmu,” jelas Shafira dengan mengulas senyum lembut. Sirena mengangguk pelan. Dia mengalihkan tatapannya pada Arsenio yang keluar kereta kuda untuk menuntunnya masuk ke dalam kendaraan miliknya. “Hati-hati.” Shafira mengulas senyum lembut ketika dia dan putri tirinya saling bertatapan. Perubahan Sirena tampaknya tidak terlalu bur

    Last Updated : 2023-10-15
  • Istri Tawanan Duke Utara    8. Pengakuan Identitas Dua Orang

    Permaisuri Lister kagum dengan kelakuan kurang ajar Sirena yang mengundang kemeriahan dalam pesta teh yang membosankan. Lister tersenyum lembut. Dia melihat tatapan gelap Arsenio mengardh pada Sirena dengan tajam. “Sekarang nikmatilah pestanya. Semoga kamu bisa berbaur dengan baik, Lady Sirena.” Lister meminta keduanya pergi. Sirena dan Arsenio menunduk hormat untuk terakhir kalinya. Mereka berjalan meninggalkan Permaisuri Lister dengan langkah cepat—lebih tepatnya, Arsenio menarik tangan Sirena keluar dari area perjamuan. Mereka masuk ke dalam taman labirin yang ditumbuhi tanaman bunga mawar merah yang menjalar di sepanjang dinding labirin. “Anda mau pergi sejauh apa, Yang Mulia?” Sirena berucap dengan suara gemetar. Tangannya sakit karena di genggam terlalu kuat oleh Arsenio. Namun tak ada rasa bersalah atau ketakutan dalam mata Sirena. Padahal Arsenio tahu jika wanita itu mengerti akan kemarahan dirinya. Tapi kenapa dia tidak gentar dan meminta maaf? Arsenio melempar diri Si

    Last Updated : 2023-10-15
  • Istri Tawanan Duke Utara    9. Rival

    Arsenio selalu tahu apa yang ingin dia lakukan, dan sekarang yang dia inginkan adalah memukul kepala Arion—putra mahkota kekaisaran Firaz, sekaligus adik sepupu yang telah berani bertindak kurang ajar pada Kakaknya. Terutama karena seorang wanita yang sudah jelas adalah tunangan Arsenio. “Kamu meninggikan suaramu? Di depanku?” Arsenio menatap geram. “Ya, kenapa memangnya? Aku adalah Putra Mahkota Kekaisaran ini. Memang apa yang tidak bisa aku lakukan? Kau hanya seorang Duke, sementara aku—plak!” Arsenio melalukannya. Dia merasa puas melihat wajah kaget Arion setelah mendapatkan pukulan darinya. “Kau memukulku?!” Arion memelototkan mata. Dia melihat beberapa prajurit mulai memasang wajah garang ke arah Arsenio. “Kau—kau kurang ajar!” Pedang di tarik dari sarungnya. Empat orang prajurit menghunuskan pedang ke arah leher Arsenio. “Apa ini?” Sirena terkejut melihat pemandangan runyam di depannya. Dia baru keluar ruangan untuk berpamitan pulang. Namun apa yang dix lihat sekarang? Du

    Last Updated : 2023-10-17
  • Istri Tawanan Duke Utara    10. Seperti Orang Asing

    “Anda tidak bisa melakukannya, kan?" Arsenio tersenyum penuh kemenangan. Melihat wajah kebingungan Elvira membuatnya sangat bahagia. “Karena Anda tak bisa menghukum Putra Mahkota negeri ini, jadi saya akan pamit lebih dulu bersama dengan tunangan saya.” Arsenio menunduk sejenak. “Semoga berkat Dewa Zeus menyertai bintang kekaisaran.” Setelah mengucap hal itu, Arsenio membalik tubuhnya dan mengajak Sirena pergi meninggalkan lorong utama bangunan paviliun bulan—tempat perjamuan teh milik Putri Elvira di adakan. “Bukannya Anda terlalu keras pada Putri Evira? Bagaimana pun juga, dia masih belum dewasa.” Sirena berusaha membela dan mencari simpatik Arsenio. Setelah mereka keluar dari bangunan perjamuan, wajah Arsenio benar-benar berubah menjadi flat seakan dia tak memiliki emosi. “Umurmu dan Putri Elvira itu selaras. Jika kamu bisa bertindak dewasa, harusnya dia juga bisa melakukan hal yang sama.” Arsenio membantah dengan pandai. Dia bahkan mematahkan semangat Sirena untuk menyatukan

    Last Updated : 2023-10-17
  • Istri Tawanan Duke Utara    11. Tidak Berharap

    Sirena merasakan tarikan kuat diujung rambutnya. Dia yang semula tertidur pulas sontak membuka mata lebar melihat seorang anak kecil tanpa bola mata terkikik menertawakan wajah terkejutnya. Oh, ini pertama kalinya baik “Lonie” atau tubuh Sirena melihat hal mengerikan. Biasanya tak pernah. Bukan! Tapi memang tak bisa melihat hal mengerikan seperti “hantu” ini. “A-akkhhhhhh ....” Brak! Sir. Einar dan dua orang penjaga bawahannya masuk dengan wajah setengah sadar. Mereka yang tak sengaja tertidur seketika itu sadar setelah mendengar teriakan Sirena yang lantang. Bahkan setelah tiga pengawal itu masuk, kini Gracio dan Ozias menyusul masuk dengan wajah panik. “Kenapa?” Gracio menatap Sirena yang duduk di atas ranjang dengan wajah pucat. Meringkuk memeluk tubuhnya yang gemetar ketakutan. Sirena menatap lima orang lelaki yang berdiri di depan pintu kamar bagian dalam. Melihat wajah mereka yang murni khawatir pada dir

    Last Updated : 2023-10-19
  • Istri Tawanan Duke Utara    12. Cara Licik

    Posy berjalan dengan tergesa. Kereta kuda Duke Arsenio sudah standby di depan pintu gerbang kediamannya. Sementara si Tuan pemilik kereta itu sedang berjalan memasuki kediaman Sharon—tempat kamar Tunangannya berada. “Nona Posy, kenapa Anda terlihat terburu-buru?” Arsenio mengerutkan kening. Dia melihat pelayan Sirena tampak bingung melihat Tuannya tak ada di tempat yang seharusnya. Bahkan tak ada seorang pun pengawal di sekitar kamar tersebut. “Apakah Sirena sudah pergi?” tanya Arsenio, hanya menebak. Posy menggeleng kuat. “Tidak, Tuan. Saya yakin Nona tidak akan pergi sangat pagi. Dia sangat pemalas ... eh, maksud saya ... Nona tidak akan bisa bangun jika saya tidak membantunya di pagi hari. Jadi, tidak mungkin Nona meninggalkan tempat tidurnya sebelum itu.” Arsenio menatap kamar Sirena yang sedikit berantakan di bagian ranjang—seakan wanita itu sudah meninggalkannya dalam waktu yang lama. “Apakah tidak ada anggota keluarg

    Last Updated : 2023-10-19

Latest chapter

  • Istri Tawanan Duke Utara    56. Siluman

    “Nyonya Sirena. Bolehkah saya masuk?” Posy berdiri di depan kamar Sirena dengan membawa nampan berisikan sarapan untuk Nyonyanya. Sementara wanita muda yang berada di dalam kamarnya hanya menunduk dalam tanpa bisa menegakkan punggung dan lehernya dengan baik. Hantu Sirena merasa cemas. Dia tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Padahal ini adalah tubuhnya. Namun dia seperti berada di dalam tubuh orang asing yang tak mau menuruti perintahnya. “Tubuh sialan! Milik siapa kau sebenarnya? Aku adalah pemilik aslimu.” Sirena menghardik dalam hati. “Cih, sekarang kau lebih nyaman di isi jiwa wanita kurang ajar itu dari pada diriku? Yang benar saja.” “Nyonya?” Posy mengerutkan kening samar. Dia mendengar seseorang bergumam sendiri di dalam kamar. Dia yakin itu suara Tuannya. Namun jika benar begitu, kenapa Sirena tak menjawab panggilannya? “Apakah Anda membutuhkan bantuan saya?” tanya Posy, sekali lagi. “Letakkan d

  • Istri Tawanan Duke Utara    55. Kontraktor

    “Terima kasih sudah mengantarku.” Pelayan perempuan itu menunduk hormat dan melihat kepergian Ozias beberapa saat, sebelum meninggalkan tempat. Dari kejauhan Ozias bisa melihat lelaki berambut coklat dengan mata biru melihatnya dengan tatapan tertegun. “Ozias?” gumam lelaki itu, senang melihat kawannya. Berbeda dengan lawan bicaranya yang terus menatap dingin—seakan melihat musuh. Melihat itu, Theo paham jika sekarang bukan saatnya berbincang ramah dengan seorang teman. “Aku datang untuk bertemu Kakakku. Dia di dalam, kan?” tanya Ozias, dingin. Theo mengangguk.  “Silakan masuk, Tuan. Saya akan mengantar Anda." Ozias hanya mengangguk dan mengikuti langkah Theo yang membawanya masuk ke dalam menara. Mereka menaiki tangga yang akan membawa keduanya ke puncak menara. “Bagaimana keadaan Kakakku?” Nada bicara Ozias melunak. Kini dia tak perlu memasang kewaspadaan tinggi karena hanya ada dirinya dan T

  • Istri Tawanan Duke Utara    54. Kedatangan Ozias

    BRAK! Arsenio menghantam meja. Beberapa puing kayu kokoh itu rontok ke atas karpet berbulu. Martell menatap takut. Dia tak pernah melihat Arsenio semarah ini selama satu tahun terakhir. Melihatnya kembali temperamental, tampaknya Nyonya Duchess yang baru selalu berhasil mengendalikan Duke mereka yang pandai mengontrol emosi. “Bisa-bisanya wanita itu membuatku kesal.” Arsenio mengepalkan tangannya semakin kencang. Dua urat menonjol di bawah dagu Arsenio membuat Martell menelan ludahnya susah—dia sangat tegang sekarang. “Yang Mulia, Tuan Frederick akan pergi ke desa untuk mencari informasi kemunculan pada monster.” Martell berusaha mengalihkan topik. Dia berharap Arsenio melupakan masalah Sirena dan fokus pada pekerjaan saja. Setidaknya itu lebih baik dari pada mengingat kenangan buruk yang membuat Tuannya menjadi emosional. “Aku sudah tahu. Frederick menyampaikannya padaku kemarin. Lalu, bagaimana dengan

  • Istri Tawanan Duke Utara    53. Intimidasi

    Posy terdiam beberapa saat. Melihat reaksi Vian dan Cavan yang cukup kebingungan, tampaknya hanya Theo yang bisa melihat sosok menyeramkan itu. “Anda, bisa melihatnya?” tanya Posy, terlihat cukup terusik. Lelaki bermata biru laut itu menganggukkan kepala. “Dari awal. Dalam wujud yang nyata.” Dia melirik ke arah sudut ruangan. “Bahkan sekarang, dia ada di sini—mengawasi kita.” Posy menatap ke beberapa sudut, termasuk sudut yang di lihat oleh Theo dengan tatapan waspada. Sayangnya, dia tidak bisa melihat wanita itu kecuali wanita itu menampakkan diri di hadapannya. “Besok saya akan mengaturkan pertemuan Anda dengan Nyonya.” Posy menatap waspada. “Yang bisa melihat wanita itu secara berkala hanya Nyonya ... jadi, bisakah Anda membicarakan hal ini kembali bersama dengan Nyonya besok?” Theo mengangguk. “Baiklah.”   “Nyonya.” Posy membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Na

  • Istri Tawanan Duke Utara    52. Hadiah

    Sirena berjalan masuk ke dalam menara tempatnya tinggal dengan langkah sempoyongan. Seperti yang dia duga, Arsenio telah menempatkan banyak pengawal untuk mengawasinya. Bahkan mereka bukanlah pengawal biasa. Karena baik Sirena atau Posy dapat merasakan kekuatan besar di dalam tiga lelaki berpakaian serba hitam itu. “Yang Mulia, Anda kembali?” Vian bergegas mendekat. Sayangnya, langkah Vian harus berhenti saat Posy menghalanginya dari Sirena. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Vian?” Posy menatap tajam. Dia terlihat waspada. “Apa Anda di tugaskan menjaga Nyonya Duchess?” Vian menatap dalam diam beberapa saat. Lalu dia tersenyum setelah mengetahui pikiran lawannya. “Ya. Tuan Duke memerintahkan kami—“ “Posy. Sudahlah. Jangan berdebat.” Sirena memijat pelipisnya. “Pergilah ... kamu ingin bertemu dengan Lucas, kan?” Posy menatap ragu. Meninggalkan Tuannya sendirian dalam pengawasan tiga serigala cukup membu

  • Istri Tawanan Duke Utara    51. Balas Dendam

    Sirena menatap kaget tumpukan mayat di depan mereka. Begitu pula dengan Posy yang memperlihatkan reaksi yang sama. “Para pelayan mengatakan, bahwa di desa ini terkena wabah hitam. Tiap malam satu keluarga akan mati. Mayat mereka berlumuran darah walau tidak di temukan luka di tubuh mereka,” jelas Posy. Wanita berambut coklat tua dengan mata hijau itu menatap nanar tumpukan mayat manusia dengan bau yang menyengat. “Sungguh aneh,” gumamnya, tidak habis pikir. Suara langkah kaku seseorang membuat kedua wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat lelaki bertudung hitam ada di dekat tumpukan orang-orang, seakan bersiap membakar mayat-mayat itu dengan obor di tangannya. “Ternyata ada penonton yang datang.” Lelaki berjubah hitam itu menoleh. Dia memperlihatkan wajah tampannya dengan berani. Bahkan tersenyum lembut pada Posy dan Sirena. Posy maju selangkah, menghalangi pandangan lelaki itu dari

  • Istri Tawanan Duke Utara    50. Setumpuk Mayat

    “Sepertinya Anda harus bermalam di sini, Nona Posy. Langit mendung tidak mendukung. Jika Anda keluar sekerang, takutnya ... hujan akan turun di tengah jalan.” Oriel berucap dengan cemas. Dia menatap wanita bermata hijau itu naik ke atas kuda sambil memeluk Tuannya yang selesai mendapat pengobatan—walau dia belum sadar sepenuhnya. “Tidak.” Posy menjawab dengan tegas. Dia menatap lembut pada wanita muda berusia satu tahun lebih muda darinya. Lantas tersenyum. “Duke akan mencari kami jika seperti itu ... dan bisa saja, kalian dalam bahaya setelahnya.” Oriel tidak memaksa. Keadaannya memang tidak terlalu baik setelah dia memaksakan diri menyembuhkan Sirena dalam satu waktu. “Kalau begitu, izinkan saya mengantar Anda sampai keluar Hutan.” Ivander keluar dari dalam dengan membawa tombak. “Saat malam, hutan ini akan tetap berbahaya untuk seorang wanita yang cukup kuat. ” Posy tidak membantah. Saat bahaya menimpa, dia tid

  • Istri Tawanan Duke Utara    49. Penunggu Hutan Kutukan

    “Ke mana kau akan membawanya?” Sosok wanita bersurai pirang dengan mata hitam mengikuti laju kuda Posy dengan kaki melayang. Sosok menyeramkan itu kembali menampakkan diri. Lagi-lagi juga terlihat perhatian pada Sirena. “Kenapa Anda selalu menunjukkan perasaan khawatir?” Posy tak menatapnya. Dia takut. Tapi juga penasaran dengan identitasnya. Hantu bukan hal yang mudah di percaya. Namun setelah melihatnya beberapa kali, Posy yakin jika mereka memang ada—hidup berdampingan dengan kita—seperti yang pernah di katakan oleh Sirena kecil enam tahun yang lalu. “Karena aku mengkhawatirkannya.” Wanita itu menjawab dengan nada serak—suaranya tidak terlalu jelas, namun Posy masih mengerti apa yang sedang dia katakan. “Begitukah?” Posy menatapnya beberapa saat—dengan harapan hantu itu tidak menoleh dan menampakkan wajahnya. “Kenapa Anda memiliki perasaan seperti itu pada Nyonya?” Hantu perempuan itu tertawa. Tawa ya

  • Istri Tawanan Duke Utara    48. Stronger Lady

    Ivander mendengar tapak kaki kuda dari kejauhan. Kali ini dia sedang memungut kayu untuk membuat kayu bakar dan memasak. Namun saat dia mendengar suara tak kaki kuda yang mendekat ke arahnya, dia segera memasang posisi bertarung—mengarahkan belati yang dia genggam ke arah depan. “Nona Posy?” Ivander bergumam saat melihat wanita itu melewatinya dengan wajah muram. Wanita muda itu tampak tergesa. Dia memacu kudanya sangat kencang sampai mendatangkan badai debu di sepanjang jalan yang telah dia lalui. “Apa yang membuatnya seperti itu?” gumam Ivander, bergegas mengumpulkan kayu dan menyusul Posy. “Tampaknya dia datang untuk bertemu Kakak,” gumam Ivander, mempercepat langkahnya. Sesampainya di pondok, Ivander melihat dua wanita muda itu tampak tergesa-gesa menyiapkan beberapa barang dan hendak pergi meninggalkan tempat. Ivander menatap keduanya dengan tatapan bertanya-tanya. “Apa yang kalian lakukan? Apa kalian ingin p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status