Share

7. Publikasi

Author: Harmony^-
last update Last Updated: 2023-10-15 18:51:34

“Nona ....” Posy memanggil. Dia mendekati Sirena seraya suara kereta kuda terdengar.

Sirena menoleh pada kereta kediaman Arsenio yang datang dari arah barat menuju gerbang utama rumahnya. Dia segera bangkit. Begitu pula dengan Shafira yang hendak mengantarnya.

“Ibu.” Sirena berjalan berdampingan dengan Shafira menuju kereta kediaman Tuan Arsenio di depan pagar. “Maukah Anda minum teh bersama saya, besok?”

Shafira menatap ragu. Dia hanya tidak percaya putri tiri yang selama ini waspada kepadanya, mulai membuka hati. Bahkan mengajaknya minum teh lebih dulu.

“Aku tak keberatan. Datanglah ke tempatku besok. Aku akan meminta para pelayan menyiapkan jamuan untukmu,” jelas Shafira dengan mengulas senyum lembut.

Sirena mengangguk pelan. Dia mengalihkan tatapannya pada Arsenio yang keluar kereta kuda untuk menuntunnya masuk ke dalam kendaraan miliknya.

“Hati-hati.” Shafira mengulas senyum lembut ketika dia dan putri tirinya saling bertatapan.

Perubahan Sirena tampaknya tidak terlalu buruk.

“Ya, Ibu. Saya harap Anda tidak berada di luar terlalu lama. Angin musim gugur sudah mulai dingin.” Sirena membalas dengan lembut.

Hubungan keduanya terlihat baik. Itu membuat beberapa pelayan kediaman Sharon atau pihak Arsenio bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Sebab kabar tentang buruknya hubungan Nyonya Shafira dan Nona Sirena sudah menyebar ke segala penjuru kekaisaran. Maka pemandangan yang mereka lihat kali ini memang sangat langka.

“Kita berangkat," pinta Arsenio.

 

Lelaki tampan itu menatap Sirena yang tenang di kursi seberang. Gadis itu terus memejamkan mata seakan tak ingin bertatapan dengan dirinya.

“Kamu lelah?” Arsenio melempar sebuah pertanyaan.

“Ya. Cukup lelah.” Sirena membuang napas kasar seusai menjawab. “Para pelayan membangunkan saya pagi-pagi untuk bersiap. Mandi, SPA, memakai gaun bahkan harus memilih sepatu selama satu jam.”

Gadis itu mendongak. Dia melihat wajah Arsenio yang datang dan menatap dingin ke arahnya.

“Tapi yang paling menjengkelkan adalah mengingat saya hanya akan memakan beberapa potong kue kering dan secangkir teh setelah perang di pagi hari. Itu menyebalkan ... saya ingin makan sesuatu yang lebih kenyang setelah membuang korset di pinggang saya!” keluhnya lantang.

Arsenio sampai terdiam dengan wajah kaget mendengar kalimat panjang yang hanya berisikan protes tanpa kata kiasan itu.

“Kamu jadi sangat jujur, ya?” sindir Arsenio.

Sirena mengangguk sebelum kembali memejamkan matanya untuk beristirahat. “Tolong bangunkan saya jika kita sudah dekat.”

Arsenio tidak membalas dan hanya menatap Sirena yang benar-benar tertidur sepanjang waktu menuju Istana Kekaisaran.  

“Sampai kapan kamu akan tidur?” Arsenio mengetuk punggung tangan Sirena yang berpangku tangan di atas paha—dengan jari telunjuknya.

Sirena mulai membuka mata dan mengumpulkan kesadaran. “Selamat siang, Tuan ....” Dia tersenyum lembut.

Tampaknya kesadaran Sirena belum sepenuhnya pulih sampai dia berani mengucap salam dengan wajah polos seperti itu.

Arsenio membuang napas lembut dan geleng-geleng melihat kelakuannya. “Kita sudah hampir sampai. Jika kamu masih terus bertindak dengan gegabah, aku akan meninggalkan kamu di kereta.”

“Hem ....” Sirena hanya bergumam. Kini kedua matanya sudah terbuka lebar dan menatap ke luar jendela kereta kuda. Kesadarannya telah kembali sepenuhnya.

Matahari sudah hampir di tengah. Padahal mereka berangkat sangat pagi. Namun ternyata jarak Istana Kekaisaran dengan wilayah Sharon memang cukup jauh.

“Sadarlah. Jangan sampai membuat keributan!" tegas Arsenio bangkit dari kursi untuk membuka pintu, lalu berjalan keluar.

Mereka sudah sampai di depan gerbang gedung perjamuan dan harus segera turun agar tidak membuat bangsawan yang menunggu di belakang kereta kuda mereka menunggu terlalu lama.

“Jika masih mengantuk, kamu bisa menggenggam tanganku sepanjang jalan menuju aula pesta.”

Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Sirena. Sudah menjadi kewajiban seorang lelaki untuk menuntun keluar Lady yang pergi bersama dengannya. Itu sebuah etika kesopanan untuk ksatria terhadap lady.

“Terima kasih. Namun kebaikan Anda terlalu berlebihan kepada musuh,” celetuk Sirena sambil menggenggam tangan Arsenio dan melangkah keluar dengan susah payah karena model gaun yang cukup berlebihan.

“Lady Sirena!” Beberapa nona bangsawan mendekat Sirena dengan wajah cerah.

Senyum yang mereka perlihatkan cukup tulus sampai Sirena tidak harus waspada atau curiga pada mereka.

Sirena membalas senyum mereka dengan ramah dan menyapa, “Selamat siang, Lady ... Florentina?”

“Ah ... kenapa Anda memanggil begitu. Bukankah kita sudah semakin dekat?!” Wanita muda bersurai pirang itu terlihat kecewa. “Tolong panggil saya Lista, Nona Sirena.”

Sirena mengangguk ambigu dan menatap Arsenio yang diam di sebelahnya—memperhatikannya dengan tatapan intens.

“Kami akan memberi salam kepada Yang Mulia Permaisuri terlebih dahulu.” Sirena tersenyum lembut. Dia yang harus tersenyum sepenjang hari mulai merasa muak dengan kebiasaan para wanita bangsawan. “Kalau begitu kami permisi lebih dulu.”

“Baiklah, Nona Sirena. Cepatlah kembali agar kita bisa mengobrol,” ucap Lady Maya, wanita bersurai merah dengan kulit yang sedikit gelap, dengan ramah.

“Saya akan segera kembali," balas Sirena.

Kedua pasangan itu meninggalkan kerumunan para Lady dan berjalan cepat meninggalkan taman gedung perjamuan.

“Kamu terlihat tidak nyaman bersama mereka. Bukannya empat orang gadis bangsawan  itu adalah teman dekatmu?” tanya Arsenio.

Sirena mendongak agar dia bisa menatap Arsenio dengan baik. “Memang. Mereka adalah teman baik saya ... namun saya cukup lelah terus tersenyum di depan mereka. Bibir saya bisa sobek jika terus di paksakan,” jelasnya tak acuh.

Arsenio kembali di buat termenung dengan perkataan to the poin tersebut. Kepribadian, cara berjalan dan caranya berbicara sangat berbeda dengan Sirena yang pernah dia temui.

“Jika kamu merasa sakit, kamu bisa katakan padaku.” Lelaki itu menatap tunangannya dengan lekat. “Aku akan mengantar kamu pulang.”

Sirena tak langsung menjawab. Dia termenung melihat sikap baik Arsenio yang tak pernah bisa dia terima dengan lapang dada. Kebaikan dari Arsenio masih terasa aneh walau Sirena tahu Arsenio tulus memperlakukannya.

“Saya akan berusaha untuk tidak menyusahkan Anda, Tuan ....”

 

“Kami memberikan salam pada bulan Kekaisaran Firaz. Semoga Anda panjang umur dan sehat selalu.”

Sirena dan Arsenio membungkuk sesuai etika. Semua pandangan para bangsawan tertuju pada mereka. Entah baik atau buruk, yang jelas Arsenio atau Sirena tak pernah nyaman dengan hal tersebut.

“Lihat siapa yang datang!” Permaisuri Lister menyambut gembira kedatangan mereka.

Wanita bersurai merah dengan kulit seputih susu itu tampak sangat gembira melihat pasangan keponakannya. Dia bahkan sampai bangun dari kursi untuk menyambut kedatangan keduanya secara langsung.

“Aku tidak sabar mendengar kabar pesta pernikahan kalian diadakan. Kalian sangat cocok. Apa lagi nanti saat memakai gaun pernikahan. Iya, kan?!" ucap sang Permaisuri dengan lantang.

Suasana yang tadinya terasa damai, kini mulai terasa mencengkeram dan canggung karena perkataan permaisuri Lister yang tidak pernah peka dengan situasi sekitarnya. Pertanyaan sensitif itu membuat raut wajah Arsenio tampak kusut.

“Anda bisa menantikannya, Permaisuri.” Sirena menjawab dengan tegas. Dia mengambil alih perhatian yang tertuju pada calon suaminya. “Kami akan segera mengirim undangannya dalam satu minggu.”

Arsenio membulatkan mata. Dia menatap tajam ke arah Sirena yang mengutarakan hal mengejutkan tanpa sempat berdiskusi dengannya lebih dulu.

“Kami akan segera mengirim undangan pernikahan secepatnya kepada Anda dan Baginda Kaisar.” Sirena tersenyum cantik. “Mohon nantikan hari itu, Yang Mulia ... dan tolong berkati kami sebagai pengantin saat upacara pernikahan.”

“Tentu saja, Lady. Kau adalah menantuku ... aku akan memberikan berkat padamu. Kau tak perlu khawatir hohoho ...," sahut Permaisuri Lister gembira.

Sementara Arsenio membulatkan mata sambil menatap tidak percaya interaksi keduanya. Lebih tepatnya pada Sirena yang menatapnya dengan senyum lebar nan cantik.

“A-apa kau sudah gila, Sirena?!” cicit Arsenio geram.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
baru nih aku baca genre Apa2 bangsawan . keren. lnjut thur
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Tawanan Duke Utara    8. Pengakuan Identitas Dua Orang

    Permaisuri Lister kagum dengan kelakuan kurang ajar Sirena yang mengundang kemeriahan dalam pesta teh yang membosankan. Lister tersenyum lembut. Dia melihat tatapan gelap Arsenio mengardh pada Sirena dengan tajam. “Sekarang nikmatilah pestanya. Semoga kamu bisa berbaur dengan baik, Lady Sirena.” Lister meminta keduanya pergi. Sirena dan Arsenio menunduk hormat untuk terakhir kalinya. Mereka berjalan meninggalkan Permaisuri Lister dengan langkah cepat—lebih tepatnya, Arsenio menarik tangan Sirena keluar dari area perjamuan. Mereka masuk ke dalam taman labirin yang ditumbuhi tanaman bunga mawar merah yang menjalar di sepanjang dinding labirin. “Anda mau pergi sejauh apa, Yang Mulia?” Sirena berucap dengan suara gemetar. Tangannya sakit karena di genggam terlalu kuat oleh Arsenio. Namun tak ada rasa bersalah atau ketakutan dalam mata Sirena. Padahal Arsenio tahu jika wanita itu mengerti akan kemarahan dirinya. Tapi kenapa dia tidak gentar dan meminta maaf? Arsenio melempar diri Si

    Last Updated : 2023-10-15
  • Istri Tawanan Duke Utara    9. Rival

    Arsenio selalu tahu apa yang ingin dia lakukan, dan sekarang yang dia inginkan adalah memukul kepala Arion—putra mahkota kekaisaran Firaz, sekaligus adik sepupu yang telah berani bertindak kurang ajar pada Kakaknya. Terutama karena seorang wanita yang sudah jelas adalah tunangan Arsenio. “Kamu meninggikan suaramu? Di depanku?” Arsenio menatap geram. “Ya, kenapa memangnya? Aku adalah Putra Mahkota Kekaisaran ini. Memang apa yang tidak bisa aku lakukan? Kau hanya seorang Duke, sementara aku—plak!” Arsenio melalukannya. Dia merasa puas melihat wajah kaget Arion setelah mendapatkan pukulan darinya. “Kau memukulku?!” Arion memelototkan mata. Dia melihat beberapa prajurit mulai memasang wajah garang ke arah Arsenio. “Kau—kau kurang ajar!” Pedang di tarik dari sarungnya. Empat orang prajurit menghunuskan pedang ke arah leher Arsenio. “Apa ini?” Sirena terkejut melihat pemandangan runyam di depannya. Dia baru keluar ruangan untuk berpamitan pulang. Namun apa yang dix lihat sekarang? Du

    Last Updated : 2023-10-17
  • Istri Tawanan Duke Utara    10. Seperti Orang Asing

    “Anda tidak bisa melakukannya, kan?" Arsenio tersenyum penuh kemenangan. Melihat wajah kebingungan Elvira membuatnya sangat bahagia. “Karena Anda tak bisa menghukum Putra Mahkota negeri ini, jadi saya akan pamit lebih dulu bersama dengan tunangan saya.” Arsenio menunduk sejenak. “Semoga berkat Dewa Zeus menyertai bintang kekaisaran.” Setelah mengucap hal itu, Arsenio membalik tubuhnya dan mengajak Sirena pergi meninggalkan lorong utama bangunan paviliun bulan—tempat perjamuan teh milik Putri Elvira di adakan. “Bukannya Anda terlalu keras pada Putri Evira? Bagaimana pun juga, dia masih belum dewasa.” Sirena berusaha membela dan mencari simpatik Arsenio. Setelah mereka keluar dari bangunan perjamuan, wajah Arsenio benar-benar berubah menjadi flat seakan dia tak memiliki emosi. “Umurmu dan Putri Elvira itu selaras. Jika kamu bisa bertindak dewasa, harusnya dia juga bisa melakukan hal yang sama.” Arsenio membantah dengan pandai. Dia bahkan mematahkan semangat Sirena untuk menyatukan

    Last Updated : 2023-10-17
  • Istri Tawanan Duke Utara    11. Tidak Berharap

    Sirena merasakan tarikan kuat diujung rambutnya. Dia yang semula tertidur pulas sontak membuka mata lebar melihat seorang anak kecil tanpa bola mata terkikik menertawakan wajah terkejutnya. Oh, ini pertama kalinya baik “Lonie” atau tubuh Sirena melihat hal mengerikan. Biasanya tak pernah. Bukan! Tapi memang tak bisa melihat hal mengerikan seperti “hantu” ini. “A-akkhhhhhh ....” Brak! Sir. Einar dan dua orang penjaga bawahannya masuk dengan wajah setengah sadar. Mereka yang tak sengaja tertidur seketika itu sadar setelah mendengar teriakan Sirena yang lantang. Bahkan setelah tiga pengawal itu masuk, kini Gracio dan Ozias menyusul masuk dengan wajah panik. “Kenapa?” Gracio menatap Sirena yang duduk di atas ranjang dengan wajah pucat. Meringkuk memeluk tubuhnya yang gemetar ketakutan. Sirena menatap lima orang lelaki yang berdiri di depan pintu kamar bagian dalam. Melihat wajah mereka yang murni khawatir pada dir

    Last Updated : 2023-10-19
  • Istri Tawanan Duke Utara    12. Cara Licik

    Posy berjalan dengan tergesa. Kereta kuda Duke Arsenio sudah standby di depan pintu gerbang kediamannya. Sementara si Tuan pemilik kereta itu sedang berjalan memasuki kediaman Sharon—tempat kamar Tunangannya berada. “Nona Posy, kenapa Anda terlihat terburu-buru?” Arsenio mengerutkan kening. Dia melihat pelayan Sirena tampak bingung melihat Tuannya tak ada di tempat yang seharusnya. Bahkan tak ada seorang pun pengawal di sekitar kamar tersebut. “Apakah Sirena sudah pergi?” tanya Arsenio, hanya menebak. Posy menggeleng kuat. “Tidak, Tuan. Saya yakin Nona tidak akan pergi sangat pagi. Dia sangat pemalas ... eh, maksud saya ... Nona tidak akan bisa bangun jika saya tidak membantunya di pagi hari. Jadi, tidak mungkin Nona meninggalkan tempat tidurnya sebelum itu.” Arsenio menatap kamar Sirena yang sedikit berantakan di bagian ranjang—seakan wanita itu sudah meninggalkannya dalam waktu yang lama. “Apakah tidak ada anggota keluarg

    Last Updated : 2023-10-19
  • Istri Tawanan Duke Utara    13. Pengganggu

    Sirena terdiam beberapa saat. Dia menatap wajah Arsenio yang tersenyum mengejek dengan mata menyipit. “Kamu tidak—“ Cup .... Bukan pipi. Namun bibir Arsenio-lah yang mendapatkan kecupan. Itu karena Arsenio yang tidak sabaran, sudah bergerak secara tidak sengaja dan membuat Sirena tak bisa menghentikan kesalahan fatal yang dia perbuat. Arsenio membulatkan mata. Dia terkejut. Namun juga canggung melihat Sirena yang tampak tak keberatan dengan “kesalahan” itu. “Jangan salahkan saya.” Sirena menarik napas dalam. Dia memandang beberapa pengemis yang sedari tadi menarik perhatiannya. “Anda yang bergerak. Jadi ‘kesalahan’ itu adalah kesalahan Anda.” Usai mengucap hal tersebut, Sirena pergi ke arah para pengemis di ikuti Tuan Sand yang melangkah dengan tergesa untuk mengejar langkahnya. Sementara Arsenio masih termangu di tempatnya sambil menatap takjub pada sikap Sirena yang tenang walau sudah membuatnya berdebar. “Wah, lihat wajahnya yang tersenyum.” Arsenio berucap dalam hati. “Cant

    Last Updated : 2023-10-19
  • Istri Tawanan Duke Utara    14. Sad Fact

    Mendengar teriakan Arion, Sirena yang tadinya meringis kesakitan, kini langsung menepis kasar tangan besar yang mengekang pergelangan tangannya. “Anda tidak waras?” Sirena menatap geram. Pergelangan tangannya merah, nyaris lebam. Rasanya lebih sakit karena tubuh “Sirena” sangat lemah untuk sekarang. “Anda marah untuk apa? Aih, lelaki gila!” pekiknya jengkel dalam keadaan sadar. Bahkan gaun pernikahannya yang indah kini telah sedikit sobek. Sayang sekali, itu gaun yang Sirena suka walau bagian belakangnya sedikit terbuka. Lalu yang paling membuat Sirena marah adalah lukisannya—kacau balau dengan sobekkan besar di bagian tengahnya. “Kau!” Sirena mengeratkan kedua kepalan tangannya. Dia menatap Arion dengan geram—aura membunuh menyeruak dalam dirinya. Arion tercekat. Sirena terlihat mengerikan. Lalu, juga terlihat asing baginya. Tatapan penuh kebencian yang selama ini selalu di tunjukkan pada Arsenio seorang, kini malah mengarah padanya—bahkan ta

    Last Updated : 2023-10-20
  • Istri Tawanan Duke Utara    15. Penyihir Dan Assassin

    Arion dan Arsenio membulatkan matanya. “Kau berpikir terlalu jauh!” Arsenio tampak marah. Begitu pula dengan Arion. “Jangan mengatakan hal buruk. Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja?” Arsenio mendekat—semakin mengikis jarak mereka. Dia memeluk wanitanya dengan erat. Bahkan tatapan yang tampak dalam itu bisa membuat wanita mana pun mabuk akan pesonanya. “Jangan pernah berpikir pergi tanpa seizinku, Lady ... pernikahan ini berlangsung karena keluargamu—menjual putrinya pada Duke Utara yang kaya tapi kejam! Bahkan setelah mendengar tentangku yang buruk ... mereka masih mendorongmu ke sisiku.” “Tak ingatkah kamu, inilah alasan kamu berusaha keras untuk mati berulang kali?!” tegas Arsenio, mengancam. Sirena diam. Dia yang membuat suasananya menjadi keruh. Namun dia juga yang bingung harus bagaimana menghadapinya. Terlebih lagi, saat melihat tatapan Sir. Einar yang kecewa membuat hatinya lebih ngilu. Sire

    Last Updated : 2023-10-20

Latest chapter

  • Istri Tawanan Duke Utara    56. Siluman

    “Nyonya Sirena. Bolehkah saya masuk?” Posy berdiri di depan kamar Sirena dengan membawa nampan berisikan sarapan untuk Nyonyanya. Sementara wanita muda yang berada di dalam kamarnya hanya menunduk dalam tanpa bisa menegakkan punggung dan lehernya dengan baik. Hantu Sirena merasa cemas. Dia tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Padahal ini adalah tubuhnya. Namun dia seperti berada di dalam tubuh orang asing yang tak mau menuruti perintahnya. “Tubuh sialan! Milik siapa kau sebenarnya? Aku adalah pemilik aslimu.” Sirena menghardik dalam hati. “Cih, sekarang kau lebih nyaman di isi jiwa wanita kurang ajar itu dari pada diriku? Yang benar saja.” “Nyonya?” Posy mengerutkan kening samar. Dia mendengar seseorang bergumam sendiri di dalam kamar. Dia yakin itu suara Tuannya. Namun jika benar begitu, kenapa Sirena tak menjawab panggilannya? “Apakah Anda membutuhkan bantuan saya?” tanya Posy, sekali lagi. “Letakkan d

  • Istri Tawanan Duke Utara    55. Kontraktor

    “Terima kasih sudah mengantarku.” Pelayan perempuan itu menunduk hormat dan melihat kepergian Ozias beberapa saat, sebelum meninggalkan tempat. Dari kejauhan Ozias bisa melihat lelaki berambut coklat dengan mata biru melihatnya dengan tatapan tertegun. “Ozias?” gumam lelaki itu, senang melihat kawannya. Berbeda dengan lawan bicaranya yang terus menatap dingin—seakan melihat musuh. Melihat itu, Theo paham jika sekarang bukan saatnya berbincang ramah dengan seorang teman. “Aku datang untuk bertemu Kakakku. Dia di dalam, kan?” tanya Ozias, dingin. Theo mengangguk.  “Silakan masuk, Tuan. Saya akan mengantar Anda." Ozias hanya mengangguk dan mengikuti langkah Theo yang membawanya masuk ke dalam menara. Mereka menaiki tangga yang akan membawa keduanya ke puncak menara. “Bagaimana keadaan Kakakku?” Nada bicara Ozias melunak. Kini dia tak perlu memasang kewaspadaan tinggi karena hanya ada dirinya dan T

  • Istri Tawanan Duke Utara    54. Kedatangan Ozias

    BRAK! Arsenio menghantam meja. Beberapa puing kayu kokoh itu rontok ke atas karpet berbulu. Martell menatap takut. Dia tak pernah melihat Arsenio semarah ini selama satu tahun terakhir. Melihatnya kembali temperamental, tampaknya Nyonya Duchess yang baru selalu berhasil mengendalikan Duke mereka yang pandai mengontrol emosi. “Bisa-bisanya wanita itu membuatku kesal.” Arsenio mengepalkan tangannya semakin kencang. Dua urat menonjol di bawah dagu Arsenio membuat Martell menelan ludahnya susah—dia sangat tegang sekarang. “Yang Mulia, Tuan Frederick akan pergi ke desa untuk mencari informasi kemunculan pada monster.” Martell berusaha mengalihkan topik. Dia berharap Arsenio melupakan masalah Sirena dan fokus pada pekerjaan saja. Setidaknya itu lebih baik dari pada mengingat kenangan buruk yang membuat Tuannya menjadi emosional. “Aku sudah tahu. Frederick menyampaikannya padaku kemarin. Lalu, bagaimana dengan

  • Istri Tawanan Duke Utara    53. Intimidasi

    Posy terdiam beberapa saat. Melihat reaksi Vian dan Cavan yang cukup kebingungan, tampaknya hanya Theo yang bisa melihat sosok menyeramkan itu. “Anda, bisa melihatnya?” tanya Posy, terlihat cukup terusik. Lelaki bermata biru laut itu menganggukkan kepala. “Dari awal. Dalam wujud yang nyata.” Dia melirik ke arah sudut ruangan. “Bahkan sekarang, dia ada di sini—mengawasi kita.” Posy menatap ke beberapa sudut, termasuk sudut yang di lihat oleh Theo dengan tatapan waspada. Sayangnya, dia tidak bisa melihat wanita itu kecuali wanita itu menampakkan diri di hadapannya. “Besok saya akan mengaturkan pertemuan Anda dengan Nyonya.” Posy menatap waspada. “Yang bisa melihat wanita itu secara berkala hanya Nyonya ... jadi, bisakah Anda membicarakan hal ini kembali bersama dengan Nyonya besok?” Theo mengangguk. “Baiklah.”   “Nyonya.” Posy membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Na

  • Istri Tawanan Duke Utara    52. Hadiah

    Sirena berjalan masuk ke dalam menara tempatnya tinggal dengan langkah sempoyongan. Seperti yang dia duga, Arsenio telah menempatkan banyak pengawal untuk mengawasinya. Bahkan mereka bukanlah pengawal biasa. Karena baik Sirena atau Posy dapat merasakan kekuatan besar di dalam tiga lelaki berpakaian serba hitam itu. “Yang Mulia, Anda kembali?” Vian bergegas mendekat. Sayangnya, langkah Vian harus berhenti saat Posy menghalanginya dari Sirena. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Vian?” Posy menatap tajam. Dia terlihat waspada. “Apa Anda di tugaskan menjaga Nyonya Duchess?” Vian menatap dalam diam beberapa saat. Lalu dia tersenyum setelah mengetahui pikiran lawannya. “Ya. Tuan Duke memerintahkan kami—“ “Posy. Sudahlah. Jangan berdebat.” Sirena memijat pelipisnya. “Pergilah ... kamu ingin bertemu dengan Lucas, kan?” Posy menatap ragu. Meninggalkan Tuannya sendirian dalam pengawasan tiga serigala cukup membu

  • Istri Tawanan Duke Utara    51. Balas Dendam

    Sirena menatap kaget tumpukan mayat di depan mereka. Begitu pula dengan Posy yang memperlihatkan reaksi yang sama. “Para pelayan mengatakan, bahwa di desa ini terkena wabah hitam. Tiap malam satu keluarga akan mati. Mayat mereka berlumuran darah walau tidak di temukan luka di tubuh mereka,” jelas Posy. Wanita berambut coklat tua dengan mata hijau itu menatap nanar tumpukan mayat manusia dengan bau yang menyengat. “Sungguh aneh,” gumamnya, tidak habis pikir. Suara langkah kaku seseorang membuat kedua wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat lelaki bertudung hitam ada di dekat tumpukan orang-orang, seakan bersiap membakar mayat-mayat itu dengan obor di tangannya. “Ternyata ada penonton yang datang.” Lelaki berjubah hitam itu menoleh. Dia memperlihatkan wajah tampannya dengan berani. Bahkan tersenyum lembut pada Posy dan Sirena. Posy maju selangkah, menghalangi pandangan lelaki itu dari

  • Istri Tawanan Duke Utara    50. Setumpuk Mayat

    “Sepertinya Anda harus bermalam di sini, Nona Posy. Langit mendung tidak mendukung. Jika Anda keluar sekerang, takutnya ... hujan akan turun di tengah jalan.” Oriel berucap dengan cemas. Dia menatap wanita bermata hijau itu naik ke atas kuda sambil memeluk Tuannya yang selesai mendapat pengobatan—walau dia belum sadar sepenuhnya. “Tidak.” Posy menjawab dengan tegas. Dia menatap lembut pada wanita muda berusia satu tahun lebih muda darinya. Lantas tersenyum. “Duke akan mencari kami jika seperti itu ... dan bisa saja, kalian dalam bahaya setelahnya.” Oriel tidak memaksa. Keadaannya memang tidak terlalu baik setelah dia memaksakan diri menyembuhkan Sirena dalam satu waktu. “Kalau begitu, izinkan saya mengantar Anda sampai keluar Hutan.” Ivander keluar dari dalam dengan membawa tombak. “Saat malam, hutan ini akan tetap berbahaya untuk seorang wanita yang cukup kuat. ” Posy tidak membantah. Saat bahaya menimpa, dia tid

  • Istri Tawanan Duke Utara    49. Penunggu Hutan Kutukan

    “Ke mana kau akan membawanya?” Sosok wanita bersurai pirang dengan mata hitam mengikuti laju kuda Posy dengan kaki melayang. Sosok menyeramkan itu kembali menampakkan diri. Lagi-lagi juga terlihat perhatian pada Sirena. “Kenapa Anda selalu menunjukkan perasaan khawatir?” Posy tak menatapnya. Dia takut. Tapi juga penasaran dengan identitasnya. Hantu bukan hal yang mudah di percaya. Namun setelah melihatnya beberapa kali, Posy yakin jika mereka memang ada—hidup berdampingan dengan kita—seperti yang pernah di katakan oleh Sirena kecil enam tahun yang lalu. “Karena aku mengkhawatirkannya.” Wanita itu menjawab dengan nada serak—suaranya tidak terlalu jelas, namun Posy masih mengerti apa yang sedang dia katakan. “Begitukah?” Posy menatapnya beberapa saat—dengan harapan hantu itu tidak menoleh dan menampakkan wajahnya. “Kenapa Anda memiliki perasaan seperti itu pada Nyonya?” Hantu perempuan itu tertawa. Tawa ya

  • Istri Tawanan Duke Utara    48. Stronger Lady

    Ivander mendengar tapak kaki kuda dari kejauhan. Kali ini dia sedang memungut kayu untuk membuat kayu bakar dan memasak. Namun saat dia mendengar suara tak kaki kuda yang mendekat ke arahnya, dia segera memasang posisi bertarung—mengarahkan belati yang dia genggam ke arah depan. “Nona Posy?” Ivander bergumam saat melihat wanita itu melewatinya dengan wajah muram. Wanita muda itu tampak tergesa. Dia memacu kudanya sangat kencang sampai mendatangkan badai debu di sepanjang jalan yang telah dia lalui. “Apa yang membuatnya seperti itu?” gumam Ivander, bergegas mengumpulkan kayu dan menyusul Posy. “Tampaknya dia datang untuk bertemu Kakak,” gumam Ivander, mempercepat langkahnya. Sesampainya di pondok, Ivander melihat dua wanita muda itu tampak tergesa-gesa menyiapkan beberapa barang dan hendak pergi meninggalkan tempat. Ivander menatap keduanya dengan tatapan bertanya-tanya. “Apa yang kalian lakukan? Apa kalian ingin p

DMCA.com Protection Status