Share

Bab 5: Kedatangan Kakak (Musuh Bebuyutan)

Pagi yang cerah menyambut, sinar matahari yang lembut menelusuri jendela, menerpa wajah cantik Revana yang perlahan terbangun dari tidurnya.

Sejenak, ia menatap wajah tampan Tristan yang masih terlelap di sampingnya, tampak damai seperti anak kecil yang tidak memiliki beban di dunia.

Dengan hati-hati, ia bangkit dari tempat tidur, memastikan tidak ada suara yang mengganggu kedamaian tidur suaminya.

Langkah-langkah kecilnya menuju kamar mandi terasa seperti melodi yang mengiringi pagi itu. Segera, air hangat dari shower membasuh tubuhnya, menghapus segala lelah dan penat yang mengendap.

"Segarnya," bisiknya pelan, merasakan kenikmatan yang begitu sederhana namun mendalam. Ia memejamkan mata, membiarkan air mengalir di wajahnya, membawa pergi segala kekhawatiran yang menyelinap di benaknya.

Namun, kenikmatan itu seketika terpecah saat ia merasakan tangan kekar Tristan melingkar di pinggangnya. Kejutannya tergambar jelas di wajahnya, tapi segera tergantikan oleh senyum lembut ketika ia melihat suaminya yang ternyata telah bangun.

"Kamu sudah bangun. Apa aku mengganggu tidurmu? Maafkan aku," kata Revana, suaranya lembut namun penuh kecemasan.

Tristan hanya tersenyum, senyum yang penuh makna dan ketenangan. Tanpa kata, ia membalikkan tubuh Revana, meraup bibir istrinya dengan ciuman yang penuh gairah.

Tangan Tristan mengangkat tangan Revana, menempelkannya ke dinding kamar mandi. Tangan lainnya mulai menyelinap ke bawah, memberikan sentuhan yang membuat Revana mendesah pelan, sebuah melodi yang indah di telinga Tristan.

"Hari ini kamu akan diantar oleh ajudanmu ke kantor. Jika ada yang menyakitimu, beri tahu aku. Termasuk mantan kekasihmu," bisik Tristan, suaranya rendah dan berat, namun penuh dengan otoritas yang tidak bisa dibantah. Ia kemudian melepaskan tangannya, tidak ingin terlalu jauh menyentuh istrinya saat itu.

Revana menatap Tristan dengan tatapan penasaran. "Kamu mengenal dia?" tanyanya, berharap ada penjelasan yang bisa meredakan kebingungannya.

Tristan hanya diam, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara. 'Apa yang Tristan tidak tahu.

Dia itu seperti mata-mata keluargaku. Jelas tahu Erza adalah mantan kekasihku,' gumamnya dalam hati. Ia memilih untuk melanjutkan mandinya, mempersiapkan diri untuk hari yang panjang di kantor.

Meski perusahaan itu milik Tristan, ia masih merasa tanggung jawabnya besar dan banyak yang belum tahu bahwa ia adalah istri dari bos besar itu.

**

Sementara itu, Tristan yang telah selesai bersiap-siap untuk hari itu, menghentikan langkahnya ketika melihat Alfrod, kakaknya, masuk ke dalam rumah.

"Halo, Tristan. Lama sekali tidak bertemu denganmu," ucap Alfrod, senyuman di bibirnya tampak penuh arti, seolah meledek Tristan karena telah berhasil mengambil Michael untuk menjadi anak buahnya.

Tristan melangkah lebar, mendekati Alfrod dengan amarah yang membara. Tanpa banyak kata, ia melayangkan satu tinju keras ke arah Alfrod, membuatnya terhuyung ke belakang. "Berengsek! Bajingan! Kamu pikir, kamu sudah berhasil, huh? Merebut apa yang sudah menjadi milikku?!" pekik Tristan, sorot matanya tajam seperti pisau.

Alfrod hanya tersenyum miring, mengusap darah yang mengalir di sudut bibirnya. "Michael sendiri yang memilih untuk berkhianat, Tristan. Harusnya kamu sadar diri, sebenarnya kamu hanya dimanfaatkan oleh adikmu itu," bisik Alfrod dengan senyum seringai penuh kemenangan. Baginya, Tristan bukanlah adik, melainkan saingan bisnis yang harus dihancurkan.

"Bohong! Justru kamu lah yang telah mengelabui Michael agar mau ikut denganmu. Michael akan semakin gila jika ikut denganmu, bodoh!" Tristan semakin emosi, amarahnya membara seperti api yang sulit dipadamkan.

Alfrod tertawa jahat. "Tristan, Tristan. Jangan hanya karena kamu sudah memberikan segalanya pada Michael, kamu merasa seolah Michael adalah milikmu? Itu tidak masuk akal, kamu tahu?" ucapnya, menambah bensin ke dalam api yang sudah membara.

Sementara itu, di kamar, Revana merasa terganggu oleh suara bising di luar. Ia memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang terjadi. "Kenapa ribut sekali? Siapa yang datang ke rumah ini?" bisiknya, membuka pintu kamar dan mengintip keluar.

Matanya membesar melihat pria bertubuh kekar yang sama tingginya dengan suaminya. "Siapa pria itu? Sepertinya kehadirannya tidak diinginkan oleh Tristan," gumamnya, ragu untuk keluar dan melihat lebih dekat.

"Pergi dari rumahku sekarang juga!" pekik Tristan, mengusir Alfrod dengan kemarahan yang tidak tertahankan.

"Oh, Tristan. Aku belum selesai bicara. Aku masih ingin menyampaikan sesuatu padamu," ucap Alfrod, suaranya tenang namun penuh dengan ancaman terselubung.

"Tidak ada yang perlu kamu sampaikan! Aku tidak ingin melihatmu lagi, Alfrod. Memangnya sejak kapan kamu menganggap aku adalah adikmu? Bukankah sejak dulu kamu hanya menganggapku musuh?" Tristan menyunggingkan senyum pahit, tatapan tajamnya menusuk ke arah kakaknya.

Tristan berbalik, matanya menangkap sosok Revana yang berdiri di ambang pintu kamar. "Apa yang kamu lakukan di sana, Revana?" pekik Tristan, suaranya penuh kemarahan dan kekhawatiran.

Revana terperanjat, tubuhnya gemetar melihat sang suami meneriakinya. "Ma--maafkan aku," ucapnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar.

"Masuk!" pekik Tristan lagi, suaranya tidak memberi ruang untuk penolakan.

Alfrod, yang melihat kejadian itu, menaikkan alisnya dengan penuh minat. Kecantikan dan kemolekan tubuh Revana membangkitkan rasa penasarannya.

"Siapa wanita cantik itu, Tristan? Wanita malammu? Boleh aku meminta giliran agar dilayani olehnya?" ucapnya dengan nada meledek, matanya tidak lepas dari Revana yang masih terpaku di ambang pintu kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status