Share

Bab 8: Ready for Tonight, Baby Girl?

Dua hari kemudian, Tristan membawa Revana ke Roma, Italia untuk berbulan madu, sebuah janji manis yang telah terlaksana dengan gemerlapnya kota tua yang mengundang dengan cahayanya yang keemasan.

“Woah! Pemandangan di sini luar biasa indah,” gumamnya saat membuka jendela Villa.

Revana terkesima oleh keindahan pemandangan villa yang mereka tempati, dikelilingi oleh gemerlap pantai yang berkilauan di bawah sinar matahari senja.

Tristan tersenyum tipis saat melihat mata istrinya yang bersinar-sinar dalam kekaguman yang tak tersembunyi.

"Dilarang kampungan, ya, Revana," ujar Tristan dengan nada lembut, namun kata-katanya terdengar seperti gurauan penuh arti.

Revana merasa terguncang. Ia tidak menyangka suaminya akan mengungkapkan sesuatu seperti itu.

Tristan menatapnya dengan hangat, berharap untuk meredakan ketegangan yang tiba-tiba muncul.

"Maksudmu?" tanya Revana dengan suara yang gemetar sedikit.

Tristan mengangguk, lalu menjelaskan dengan lembut, "Aku tahu ini pertama kalinya kamu keluar negeri, Revana. Maka dari itu, jangan kampungan."

Revana terdiam. Ia tidak bisa menyangkal fakta itu. Ini memang kali pertama baginya merasakan tanah asing di bawah telapak kakinya.

Ia memandang sekelilingnya, menghirup udara yang berbeda, menikmati aroma Italia yang begitu khas. Sungguh, ini adalah petualangan yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.

“Ya, aku tahu. Kamu memang benar. Tapi, jangan juga kamu mengatakan jika aku kampungan,” ucapnya dengan pelan. Sangat tersindir oleh ucapan pedas dari bibir Tristan.

“Bersiaplah untuk malam ini,” bisik Tristan sembari memegang kedua pundak Revana kemudian mencium lembut pipi wanita itu.

Yang berhasil membuat tubuh Revana meremang. Seolah merespon setiap sentuhan yang dilakukan oleh suaminya itu.

‘Oh, Revana. Sadarlah. Kamu terlalu terbawa suasana,’ ucapnya dalam hati.

Revana menoleh ke belakang saat Tristan perlahan meninggalkan dirinya, meninggalkan jejak kehangatan yang perlahan memudar di udara.

Keningnya mengerut saat matanya menangkap sosok dua pria bertubuh tinggi tegap yang tengah dihampiri oleh suaminya.

Pikirannya berkelana, bertanya-tanya siapa gerangan kedua pria itu, dan apa hubungan mereka dengan Tristan.

“Dengan siapa Tristan berbicara? Apakah dia mengenal seseorang di sini?” gumamnya.

“Oh, aku lupa. Pria yang kunikahi ini adalah bukan pria biasa,” lanjutnya.

Sinar matahari senja yang lembut memantul dari wajah Tristan saat ia berbicara dengan kedua pria itu dalam bahasa Italia yang fasih.

Setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar seperti musik asing bagi Revana, mengalir dengan irama dan harmoni yang membuatnya terpesona.

“Wah! Dia pandai sekali berbicara bahasa asing.”

Revana tidak menyangka bahwa suaminya, yang selama ini ia kenal sebagai pria yang dingin dan penuh perhitungan, ternyata memiliki sisi yang begitu cerdas dan penuh kharisma.

Namun, kenyataan yang menyakitkan segera menghantamnya. Ia mengingatkan dirinya sendiri dengan tegas.

"Ingat, Revana. Dia menikahimu hanya untuk memberinya anak. Tidak lebih dari itu!" Suara hatinya bergema dalam kesunyian yang tiba-tiba terasa pekat.

Revana menghela napas panjang, berusaha menenangkan gemuruh emosi yang berkecamuk dalam dadanya.

Pandangannya kembali tertuju pada Tristan, yang tampak begitu berbeda dalam sosok yang kini ia lihat.

Ia tahu bahwa ia tidak boleh menaruh hati pada pria yang tidak pernah benar-benar mencintainya.

Ia hanya seorang pion dalam rencana besar Tristan, alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar yang hanya diketahui oleh suaminya itu.

Matanya menatap tajam pada punggung Tristan yang sedang sibuk berbicara dengan kedua pria tersebut.

Ada sesuatu yang terasa asing dalam cara mereka berinteraksi, sesuatu yang membuat hatinya semakin curiga.

Tetapi ia tahu bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk mencari tahu lebih jauh. Yang perlu ia lakukan sekarang adalah tetap tenang dan tidak terlalu banyak berharap dari suami yang kejam dan penuh perhitungan itu.

Revana memejamkan mata sejenak, merasakan angin malam yang mulai berhembus pelan, membawa aroma laut yang segar.

Ia mengingatkan dirinya untuk tetap kuat dan tidak terjebak dalam ilusi kebahagiaan yang ditawarkan oleh Tristan.

Ia harus ingat bahwa pernikahannya hanyalah kontrak yang dingin, tanpa adanya kehangatan cinta yang sejati.

**

Malam hari tiba, menyelimuti villa dengan keheningan yang penuh rahasia. Langit Roma yang gelap dihiasi bintang-bintang yang bersinar redup, seakan menjadi saksi bisu dari segala peristiwa yang akan terjadi.

Tristan perlahan menghampiri Revana yang sudah duduk di tepi tempat tidur, tubuhnya yang dibalut lingerie tipis nan transparan berwarna hitam memancarkan kilauan samar di bawah cahaya lampu kamar yang temaram.

Desir hasrat mengalir dalam diri Tristan, membangkitkan naluri yang sudah lama terpendam.

Ia mendekati Revana dengan langkah yang mantap, setiap gerakan membawa serta merta keinginan yang membara untuk menjamah tubuh istrinya.

Tatapannya tajam, penuh gairah, menelusuri setiap lekuk tubuh Revana yang tampak begitu mempesona dalam balutan lingerie yang memikat.

Revana menatap Tristan dengan mata yang setengah tertutup, merasakan aura yang menggetarkan dari suaminya yang semakin mendekat.

Hati kecilnya berdebar-debar, bercampur antara rasa takut dan harapan yang tak terelakkan. Tristan berdiri di hadapannya, menundukkan kepala hingga wajah mereka hampir bersentuhan.

Napasnya yang hangat terasa di kulit wajah Revana, membawa sentuhan yang menggugah naluri terdalamnya.

"Are you ready for tonight, Baby Girl?" bisik Tristan dengan suara yang rendah dan serak, menggema dalam keheningan malam yang pekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status