*Ardian POV
Aku mengekori langkah Mama Sufia ke luar ruang rawat Naura."Kita ngobrol di kantin sebentar, Ar," ajak Mama."Oke," sahutku singkat.Sesampai kami di kantin rumah sakit, aku dan mama memesan kopi."Mmm ... Mama bingung mau ngomongin ini sama kamu."Aku mengernyitkan dahi ketika mama memulai pembicaraan. "Ngomong aja, Ma. Ada apa? Soal biaya rumah sakit?" tebakku, "soal itu Mama tenang aja, biar aku yang beresin."Akan tetapi, Mama menggeleng. Membuatku semakin heran."Bukan itu. Soal biaya rumah sakit sudah Hendra yang urus," ujar Mama Sufia sembari menundukkan pandangan. Kemudian beliau meraih cangkir kopi, lantas menyesap cairan hangat itu sedikit. Setelahnya kembali meletakkan cangkir itu ke atas meja."Kalau bukan soal biaya apa, Ma?" tanyaku penasaran."Ar ... sebenarnya ...."Aku menanti apa yang akan Mama Sufia sampaikan dengan sabar sekaligus penasaran. Mengapa mam"Iya, dia ngegodain para karyawati di kantor," jawab Ardian atas pertanyaan sang istri.Natasya mendengkus dan menyeringai. "Kebiasaan. Sok kegantengan sih, adekmu itu, Ar!" cibirnya.Teringat dulu dia juga sering digoda oleh Arya. Namun, karena tidak pernah menggubris, bahkan Natasya selalu memasang wajah jutek kepada pria itu, akhirnya Arya pun mundur teratur."Aku mau nyamperin dia dulu, Sya. Ini nggak bisa dibiarin!" pamit Ardian sambil memasang kembali sepatu yang tadi sempat dilepas. Namun, Ardian tidak lagi mengenakan jasnya."Bilang sama dia. Kalau buat masalah, biar dipecat!" seru Tasya sebelum kaki suaminya keluar dari pintu unit."Iya. Aku pergi dulu, Sayang." Ardian kembali sebentar mengarahkan kaki ke arah Tasya dan mengecup pelipis wanita itu singkat, "assalamualaikum," lanjut Ardian. Kemudian pria itu segera berbalik dan keluar dari pintu.*"Ck! Abang percaya aja? Gosip ituuu." Arya membantah apa yang Ard
"Jadi Kak Hendi beneran mau cerai sama Nisa, Bu?" tanya Tasya tambah penasaran.Nay mencebikkan bibir dan menaikkan alisnya sembari mengangguk. "Ya gitulah. Ibu nggak tahu harus ngomong apa lagi. Maunya Ibu ya jangan sampailah mereka cerai," ujarnya sembari mengunyah makanan."Mereka berdua yang lebih paham harus gimana. Soalnya mereka yang menjalani," timpal Steven datar, "ngomong-ngomong nasi goreng buatanmu lumayan juga, Sya," pujinya pada masakan sang putri."Ah, heheh ... enak gitu, Dad. Malah bilang lumayan." Natasya yang tadinya tertegun dengan ungkapan sang ibu memilih menanggapi ayahnya. Wanita cantik itu tidak mau terlihat begitu tertarik dalam perseteruan di dalam rumah tangga Hendi. Meskipun sebenarnya itulah kenyataannya. Ia masih belum yakin dengan perasaannya sendiri. Apakah benar-benar sudah bisa menggantikan posisi Hendi dengan Ardian di dalam hatinya, ataukah belum.***Tidak lama setelah Ardian selesai rapat,
Ardian menghela napas berat. Ia berusaha sabar menghadapi Natasya yang sering keras kepala itu. Ia sadar, mungkin ini yang disebut dengan, 'firasat seorang istri'. "In syaa Allah nanti acara lamarannya bakal dilanjutkan," ujar Ardian. Bahkan perkataan itu adalah untuk menenangkan hatinya sendiri, bukan sekadar menjawab Natasya."Memang mereka bilang begitu?" Natasya memicingkan mata. Sungguh ia masih curiga dengan sikap dan gelagat dari Naura selama ini.Ardian mengangguk pelan. Ia tidak sedang berbohong, karena memang Naura berkata bakal mau melanjutkan hubungannya dengan Hendra tadi. Meskipun wanita itu belum mengatakan kepastian kapan akan diadakan lagi acara lamarannya."Dia itu kalau sama kamu sering curi-curi pandang. Aku tahu, Ar. Jadi, pas kemarin aku denger dia mau lamaran, ya aku pikir lagi mungkin aku salah. Eeh, tahunya lamarannya nggak jadi. Malah dia sakit, dia sakit cinta kaleee sama kamu, tuh!" tuding Natasya tepat sasaran.Sang suami hanya bisa menghela napas berat d
Ardian baru saja sampai di kantor pukul setengah sembilan pagi. Kemudian Santi bilang, kalau Arya sedang menunggu di dalam ruang kerjanya."Bang, aku minta bantuan lagi, dong!" tukas Arya setiba kakak laki-lakinya di dalam ruangan itu."Bantuan apa? Jangan minta naik jabatan. Kamu belum ada setengah tahun kerja di sini," ujar Ardian tegas seraya mendaratkan bokongnya ke sofa dan meletakkan tas di atas meja."Ck! Bukan itu. Justru aku mau berhenti kerja sementara ini ...."Kontan saja Ardian mengernyitkan dahinya keras sembari memicingkan mata ke arah Arya. "Maksud kamu?""Iya, aku mau lanjutin kuliah S-2 ke Singapur. Abang bantu aku biayain, gitu," ungkap Arya sembari menggaruk-garuk tengkuknya sendiri."Kamu mau lanjutin kuliah S-2?" Ardian mendengkus dan tertawa kecil, "serius kamu?" tanyanya tidak yakin.Ya, Ardian merasa sangsi. Hal itu disebabkan karena untuk menyelesaikan kuliah S-1 saja waktu itu Arya seperti maling dikejar-kejar hansip. Sekarang malah mau kuliah lagi? Tentu saj
Ardian sendiri tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan Naura dengan Hendra. Sudah dua bulanan ini belum ada kedengaran informasi kelanjutannya, apakah mereka akan melanjutkan rencana pernikahan ataupun tidak.Sepasang suami-istri itu kemudian saling mengobrol bahasan lain sampai tidak terasa hampir pukul sebelas siang. Perut Ardian terasa sangat kenyang, karena sang istri membawakan juga beberapa camilan lain selain kwetiau untuknya. Ia pikir siang ini tidak perlu pergi ke luar kantor lagi untuk mencari makan seperti biasanya. Pagi tadi Ardian sarapan di sebuah kafe sembari melakukan pertemuan bersama seorang klien. Pekerjaan lainnya di perusahaan belum sempat ia kerjakan karena meladeni Arya juga sang istri. Untung saja deadline pekerjaannya masih lama."Kamu hari ini pulang jam berapa?" tanya Natasya kepada sang suami."Belum tahu. Kerjaan masih numpuk sih, tapi aku usahakan pulang nggak terlalu larutlah," sahut Ardian menerangkan. Beberapa hari ini memang pria tampan itu sedang
*Ardian POV"Pak Ardian, pabrik yang berlokasi di Kalimantan Barat sudah beres, dan sudah mulai beroperasi," lapor Pak Sanjaya. Beliau adalah teman Daddy yang saat ini mengurus cabang perusahaan di Kalimantan."Oke, Pak. Terima kasih Bapak sudah datang kemari. Laporan ini akan saya pelajari terlebih dahulu sebelum saya benar-benar terjun ke sana. Saya senang bekerjasama dengan Bapak selama ini. Untuk ke depan, saya masih sangat membutuhkan bimbingan dari Bapak," ujarku."Ah, Pak Ardian tentu lebih memahami. Laporan ini dan hasil pertemuan kita nanti juga akan saya sampaikan ke Tuan Steven Arnold. Saya salut kepada Anda, Pak Ardian. Tidak salah Tuan Steven mempercayakan Anda untuk memimpin cabang perusahaannya di Kalimantan."Aku tersenyum simpul mendengar pujian dari Pak Sanjaya. "Terima kasih atas bantuan Bapak sebelum saya ke sana. In syaa Allah saya akan berusaha yang terbaik untuk memajukan perusahaan."Pak Sanjaya kemudian bangkit dari duduknya. "Kalau begitu saya pamit dulu, Pak
"Ck! Kok, lama banget, sih? Bilangnya tadi mau pulang!" kesal Natasya. Ia kembali melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Sang suami yang ditunggu-tunggu masih saja belum sampai.Sekali lagi Natasya menelepon Ardian, tetapi nihil, panggilannya sama sekali tidak diangkat."Baiknya aku susul aja," gumam Natasya pada diri sendiri.Dengan terburu-buru wanita cantik itu pun berkemas diri. Tadinya ia marah karena Ardian tidak langsung pulang, malah ke rumah mantan mertuanya. Akan tetapi, sekarang perasaan Natasya jadi berubah khawatir, ia takut terjadi apa-apa di jalan terhadap sang suami. Hatinya benar-benar tidak tenang.Dengan kecepatan sedang Natasya mengendarai mobilnya. Untung saja lalu lintas tidak begitu padat, sehingga hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit, ia pun sampai di halaman rumah orang tua Maira."Lah, Itu mama dan papanya Maira?" ucap Natasya ketika melihat Sufia menuruni sebuah mobil dan memapah suaminya yang memegang tongkat. Dengan
Tiba-tiba Natasya duduk dan menghadap ke arah sang suami dengan wajah yang bersimbah air mata. Matanya bersorot nanar menatap dengan begitu tajam. "Jangan coba-coba kamu sentuh aku dengan tangan kotormu itu!" ujarnya dengan penuh penekanan.Ardian menekan gerahamnya sembari menahan emosi yang ada pada dirinya sendiri. Ia sudah habis-habisan disalahkan di rumah Maira sana. Di sini pun, Natasya kembali tidak menekannya. Pria itu merasa benar-benar bingung. Ia harus bicara apa sementara ia juga mewajarkan kalau Natasya marah besar dengan apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri."Selama ini aku kira aku yang salah. Aku berusaha berubah dan bersikap lebih baik pada kamu, Ar.... Setelah aku serahkan diri ini sepenuhnya, justru kamu khianatin aku. Bisa ya ada manusia setega dan sejahat kayak kamu?!" Natasya memicingkan mata menatap ke arah suaminya."Sya, sungguh! Aku yakin aku nggak ngapa-ngapain sama Naura. Kayaknya aku dijebak." Ardian berusaha menjelaskan."Jebakan yang ena
"Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge
"Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger
Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks
Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par
"Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea
"Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat
"Ma–Mama ...?" lirih Naura masih tampak terperanjat dengan kedatangan sang ibu. Tiba-tiba Arga menangis kencang. Bayi lelaki itu terkejut dengan suara keras dari Sufia. "Ya Allah, Nauraaa! Aryaaa! Kenapa kalian melakukan perbuatan setan ini ...?!" pekik Sufia lagi. Arya tampak bingung sekaligus kelabakan karena di depan ada Sufia yang marah-marah, dan di sebelahnya Arga yang terus menangis kencang. Sementara dirinya masih dalam keadaan naked di balik selimut bersama Naura. "Mama Naura, i–ini nggak seperti yang Mama Naura pikirkan," ujar Arya gugup. Ia meraih celananya yang terserak di sana, dan dengan terburu-buru ia berusaha mengenakannya lagi. "Nauraaa ... Mama nggak nyangka bisa kejadian hal seperti ini lagiii? Otak kalian ke mana?!!" bentak Sufia dengan linangan air mata serta tatapan yang nanar. Arya yang sudah mengenakan kembali celananya, dengan cepat mendatangi Arga, lantas meraih bayi kecil itu. "Cup cup cup, diam, Sayang ...." Naura tertunduk dalam sembari terus
Akan tetapi, dua detik kemudian ponselnya berdering. Itu nomor Ardian lagi. Namun, itu sebuah panggilan video, bukan suara."Tuuuh, lo liat! Ardian tidur dan dia memang lagi sakit ... biar lo percaya ...." Suara Natasya terdengar lirih dan geram sambil men-zoom gambar di kamera ponsel itu mengarah ke pembaringan Ardian. Lelaki itu terlihat meringkuk di dalam selimut. Sepertinya Tasya mengambil video dari luar kamarnya. Memang ia sengaja mengambil gambar dari jarak jauh agar jangan sampai Ardian terganggu karena mendengar suaranya yang sedang bicara dengan Naura.Naura menekan kedua rahangnya dengan keras. "Sudah, 'kan? Lo udah percaya sama gue sekarang? Sorry, ini bikin lo kecewa. Bye!" Kembali Natasya memutuskan sambungan telepon mereka."Aaaaaarrrgh ...!!!" Naura melempar ponselnya ke tempat tidur.Dengan gerakan cepat wanita itu mengambil kimono lingerie-nya, lantas mengenakannya. Kemudian ia melangkah lebar keluar kamar dan menggedor kamar Arga.Brak! Brak! Brak!Tidak butuh wak
"Dek, Arya cuma bilang dia minta masakin sama kamu," tukas Ardian menjelaskan sembari menatap lekat ke arah sang istri muda. Ia juga heran dengan Naura yang seakan tengah melantur dan tidak fokus terhadap pertanyaan Arya.Dahi Naura terlihat mengernyit kencang. Ia berusaha mencerna maksud suaminya."Yaaa, kalau nggak mau masakin aku juga nggak apa-apa. Nggak perlu ngegas juga," ucap Arya cuek. Ia lanjut mengunyah makanannya."Kamu kenapa, Nak? Memangnya kamu pikir Arya bicara apa tadi?" tanya Sufia heran.Bola mata Naura berlari ke sana kemari. Ia juga bingung mengapa pendengaran dan pikirannya jadi ke mana-mana. Sungguh, dia tadi menyangka kalau Arya membicarakan masa lalu mereka berdua di hadapan semua orang dan tentu saja dia mau membantahnya."Hmm, aku udah kenyang. Makasih banyak Tasya dan Bik Jum udah masak makanan yang enak banget siang ini. Tadi aku benar-benar lapar karena dari tadi malam belum sempat menyentuh makanan apa pun," tutur Ardian mengalihkan bahasan. Lelaki itu m