Share

Istri Sederhana Sang Duda
Istri Sederhana Sang Duda
Penulis: Fiah msi

Bab 1 Kenyataan

"Aku menerima pernikahan ini karena Nenek sudah terlalu tua untuk menjaga anakku."

Deg!

Alisa terdiam kala mendengar ucapan suami yang baru dinikahinya itu.  Belum lagi, kala wanita itu harus mendengar kalimat selanjutnya.

"Setelah kepergian mamanya Aditya, aku tidak lagi bisa percaya dengan wanita manapun, tapi nyatanya sekarang aku harus menikah atas dasar pilihan Nenek."

Tanpa terasa, air mata berjatuhan di pipi wanita itu.

Bagaimana bisa pernikahan pertamanya begitu menyedihkan?

'Alisa, sabarlah!' batin Alisa menguatkan diri.

Darma tidak menatap Alisa sama sekali. 

"Untuk saat ini, aku hanya ingin fokus pada perkembangan anakku dan perusahaan," ucapnya, "aku tahu, ini bukanlah salahmu, tapi salahku yang tidak bisa menolak. Hanya saja, aku tak bisa mencintaimu."

Setiap ucapan yang Darma lontarkan membuat wanita itu semakin terisak. Namun, pria itu seolah menulikan telinganya dengan pergi ke kemar mandi.

Rasanya, ia ingin kabur dari sini. Namun, bayangan anak berusia tiga tahun yang menyangangi Alisa--membuatnya berat.

Drrt!

Suara notifikasi pesan mengalihkannya dari lamunan. Ia segera mengecek ponselnya.

Namun ternyata, itu berasal dari ponsel Darma. Langsung saja, Alisa mengambil--hendak menyerahkannya. Hanya saja, ia tercenung kala melihat wallpaper suaminya itu. Darma terlihat bahagia dan serasi dengan seorang wanita lain dalam balutan pakaian pengantin.

Alisa tidak tahu alasan Reni--mamanya Aditya--pergi, namun ... satu yang pasti: nenek Darma drop dan sakit parah setelahnya.

Tanpa sengaja, pesan Darma terlihat oleh matanya.

[ Mas, aku sudah sampai di Bandara, aku tunggu kamu ] 

'Alisa, tenanglah! Jangan berfikir yang jauh, mungkin itu adalah teman atau saudaranya' batin Alisa--menguatkan diri.

Hanya saja, wanita itu tak menyangka Darma akan sedingin itu padanya. 

Malam-malam setelah malam pertama yang menyakitkan, menjadi awal pertarungan Alisa dengan perasaannya sendiri.

Mereka tinggal sekamar namun seperti orang asing: tidak pernah saling bicara, tidak saling menyapa, bahkan tersenyum pun Darma seolah enggan

Hanya di luar kamarlah, Alisa mendapatkan senyuman suaminya, terutama di hadapan keluarga Darma. 

Mereka seolah suami-istri yang saling menyayangi. Bahkan, Alisa dan Darma selalu terlihat serasi dalam pertemuan keluarga. 

Banyak wanita yang merasakan iri dengan apa yang Alisa dapatkan.

Untungnya, ada Aditya yang selalu menguatkan Alisa sebulan ini. Setidaknya, ia merasa dibutuhkan di rumah itu.

"Mama," panggil anak kecil mendadak seraya memeluknya.

Alisa sontak tersenyum. 

Akan tetapi, ucapan nenek sang suami membuat Alisa yang tadinya ingin membalas ucapan anak sambungnya terdiam.

"Sayang, biarkan Mama istirahat dulu," nasehatnya sambil memangku cucu pertamanya itu, "Bagaimana Sa, Apakah ada kabar bahagia?"

Sebenarnya, Alisa mengerti dengan maksud pertanyaan sang mertua, tetapi ... Alisa tidak bisa berkata jujur dengan apa yang terjadi antara dirinya dan suaminya.

"Alisa?"

Wanita itu sontak tersadar dari lamunan. "Belum, Nek. Mungkin Alisa masih harus fokus merawat Aditya. "

"Kapan-kapan, ikutlah program kehamilan. Aditya sudah cukup besar untuk memiliki seorang adik, iya kan, Aditya?" tanya sang Nenek buyut mendadak.

"Adik?" beo bocah laki-laki itu panik, "Tidak! Aditya gak mau adik, nanti adik akan ambil Mama dariku."

Aditya lantas turun dan beralih ke pangkuan Alisa yang hanya bisa tersenyum sopan pada wanita tua di hadapannya itu. 

Jika orang-orang mengatakan bulan pertama pernikahan adalah hari-hari yang paling indah dan penuh hasrat, sayangnya tak berlaku untuk keduanya. Akan tetapi, Alisa jelas tak mungkin mengatakan itu.

Tanpa sadar, air matanya luruh. Hal itu jelas saja diketahui Aditya

"Ma, Mama kenapa nangis, apa Aditya berat?" tanya sang anak panik.

Ia bahkan langsung turun dari pangkuan Alisa, hingga wanita itu sadar jika diriya masih ada diantara nenek dan anak sambungnya.

"Alisa, Apakah ada masalah?" tanya nenek Ratih, "Kenapa kau terlihat sedih, Nak?"

Alisa menggeleng. "Bukan begitu, Nek. Alisa hanya kangen adik-adik Alisa di panti, sudah lama Alisa gak nengok mereka," ucap Alisa berbohong.

"Sekali-kali ajak suamimu berkunjung ke sana," ucap wanita tua itu prihatin, "Biar bagaimanapun, kau adalah kakak mereka. Nanti, kalau Darma datang, ajaklah dia, sekali-kali kalian keluar rumah berdua."

Lagi-lagi,  Alisa hanya bisa mengangguk dan tersenyum--tak berani berbicara banyak karena ia pun takut berharap. 

Kriet

Suara pintu terdengar mengalihkan fokus ketiganya.

"Papa....!" teriak Aditya seketika begitu ia melihat Darma datang.

Pria itu sontak tersenyum. "Anaknya Papa, jangan lari. Nanti, kalau jatuh bagaimana?" ucap Darma seraya menggendong anaknya itu.

"Pa, nanti Aditya mau beli sosis Kenzle ya, Pa. Di kulkas sudah habis," ucap Aditya mengadu pada sang Papa.

"Nanti kita beli bareng ya, Sayang." 

"Sekali-kali bawa Alisa juga, walau bagaimana pun, Alisa sekarang adalah ibu dari Aditya," ucap Nenek Ratih.

"Apakah kau mau ikut?" tanya Darma.

Meski tak melihat ke arahnya, tentu Alisa tahu jika itu adalah pertanyaan untuknya.

"Tidak usah, Mas. Saya nunggu dirumah saja," ucap Alisa seraya tersenyum.

"Loh, kenapa, Lis? Sekali-kali, kalian jalan berdua," ucap neneknya.

"Nek, dia sudah jawab tidak, jadi gak usah paksa. Sayang... Papa mau keatas dulu ya, nanti kita main bareng, oke jagoan Papa," ucap Darma seraya menurunkan tubuh Aditya.

"Oke, Papa...." 

Melihat Darma ke atas, Alisa langsung mengikutinya.

Meskipun mereka berperang dingin, tetapi Alisa selalu melakukan tugasnya sebagai seorang istri.

Alisa segera menyiapkan air hangat, lalu menyiapkan baju ganti.

Setelahnya, wanita itu hendak keluar.

Namun, ringtone dari ponsel suaminya itu membuat Alisa penasaran.

Ada panggilan masuk dari kontak bernama Reni Anjani. Bahkan, lengkap dengan gambar cantiknya.

Detak jantung Alisa berdetak dengan begitu cepat, ia hendak mengambil ponsel itu.

Namun, suara kran air tiba-tiba mati--membuat Alisa mengurungkan niatnya.

Brak!

Ia pun keluar. Hanya saja, ia tak tahu Darma melihatnya begitu terburu-buru. "Ada apa dengan perempuan itu?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Salsabilla Kim
semangat... lanjut terusss...
goodnovel comment avatar
Adnan Khiar
Bab pertama bagus, lanjut
goodnovel comment avatar
Kolom Jembatan
Keren banget kak karyanya. semangat lanjutkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status