"Aku menerima pernikahan ini karena Nenek sudah terlalu tua untuk menjaga anakku."
Deg!
Alisa terdiam kala mendengar ucapan suami yang baru dinikahinya itu. Belum lagi, kala wanita itu harus mendengar kalimat selanjutnya.
"Setelah kepergian mamanya Aditya, aku tidak lagi bisa percaya dengan wanita manapun, tapi nyatanya sekarang aku harus menikah atas dasar pilihan Nenek."
Tanpa terasa, air mata berjatuhan di pipi wanita itu.
Bagaimana bisa pernikahan pertamanya begitu menyedihkan?
'Alisa, sabarlah!' batin Alisa menguatkan diri.
Darma tidak menatap Alisa sama sekali.
"Untuk saat ini, aku hanya ingin fokus pada perkembangan anakku dan perusahaan," ucapnya, "aku tahu, ini bukanlah salahmu, tapi salahku yang tidak bisa menolak. Hanya saja, aku tak bisa mencintaimu."
Setiap ucapan yang Darma lontarkan membuat wanita itu semakin terisak. Namun, pria itu seolah menulikan telinganya dengan pergi ke kemar mandi.
Rasanya, ia ingin kabur dari sini. Namun, bayangan anak berusia tiga tahun yang menyangangi Alisa--membuatnya berat.Drrt!Suara notifikasi pesan mengalihkannya dari lamunan. Ia segera mengecek ponselnya.
Namun ternyata, itu berasal dari ponsel Darma. Langsung saja, Alisa mengambil--hendak menyerahkannya. Hanya saja, ia tercenung kala melihat wallpaper suaminya itu. Darma terlihat bahagia dan serasi dengan seorang wanita lain dalam balutan pakaian pengantin.Alisa tidak tahu alasan Reni--mamanya Aditya--pergi, namun ... satu yang pasti: nenek Darma drop dan sakit parah setelahnya.
Tanpa sengaja, pesan Darma terlihat oleh matanya.
[ Mas, aku sudah sampai di Bandara, aku tunggu kamu ]
'Alisa, tenanglah! Jangan berfikir yang jauh, mungkin itu adalah teman atau saudaranya' batin Alisa--menguatkan diri.Hanya saja, wanita itu tak menyangka Darma akan sedingin itu padanya.
Malam-malam setelah malam pertama yang menyakitkan, menjadi awal pertarungan Alisa dengan perasaannya sendiri.
Mereka tinggal sekamar namun seperti orang asing: tidak pernah saling bicara, tidak saling menyapa, bahkan tersenyum pun Darma seolah enggan
Hanya di luar kamarlah, Alisa mendapatkan senyuman suaminya, terutama di hadapan keluarga Darma. Mereka seolah suami-istri yang saling menyayangi. Bahkan, Alisa dan Darma selalu terlihat serasi dalam pertemuan keluarga.
Banyak wanita yang merasakan iri dengan apa yang Alisa dapatkan.
Untungnya, ada Aditya yang selalu menguatkan Alisa sebulan ini. Setidaknya, ia merasa dibutuhkan di rumah itu.
"Mama," panggil anak kecil mendadak seraya memeluknya.
Alisa sontak tersenyum.
Akan tetapi, ucapan nenek sang suami membuat Alisa yang tadinya ingin membalas ucapan anak sambungnya terdiam.
"Sayang, biarkan Mama istirahat dulu," nasehatnya sambil memangku cucu pertamanya itu, "Bagaimana Sa, Apakah ada kabar bahagia?"Sebenarnya, Alisa mengerti dengan maksud pertanyaan sang mertua, tetapi ... Alisa tidak bisa berkata jujur dengan apa yang terjadi antara dirinya dan suaminya.
"Alisa?"
Wanita itu sontak tersadar dari lamunan. "Belum, Nek. Mungkin Alisa masih harus fokus merawat Aditya. "
"Kapan-kapan, ikutlah program kehamilan. Aditya sudah cukup besar untuk memiliki seorang adik, iya kan, Aditya?" tanya sang Nenek buyut mendadak.
"Adik?" beo bocah laki-laki itu panik, "Tidak! Aditya gak mau adik, nanti adik akan ambil Mama dariku."
Aditya lantas turun dan beralih ke pangkuan Alisa yang hanya bisa tersenyum sopan pada wanita tua di hadapannya itu.
Jika orang-orang mengatakan bulan pertama pernikahan adalah hari-hari yang paling indah dan penuh hasrat, sayangnya tak berlaku untuk keduanya. Akan tetapi, Alisa jelas tak mungkin mengatakan itu.
Tanpa sadar, air matanya luruh. Hal itu jelas saja diketahui Aditya
"Ma, Mama kenapa nangis, apa Aditya berat?" tanya sang anak panik.
Ia bahkan langsung turun dari pangkuan Alisa, hingga wanita itu sadar jika diriya masih ada diantara nenek dan anak sambungnya.
"Alisa, Apakah ada masalah?" tanya nenek Ratih, "Kenapa kau terlihat sedih, Nak?"Alisa menggeleng. "Bukan begitu, Nek. Alisa hanya kangen adik-adik Alisa di panti, sudah lama Alisa gak nengok mereka," ucap Alisa berbohong.
"Sekali-kali ajak suamimu berkunjung ke sana," ucap wanita tua itu prihatin, "Biar bagaimanapun, kau adalah kakak mereka. Nanti, kalau Darma datang, ajaklah dia, sekali-kali kalian keluar rumah berdua."Lagi-lagi, Alisa hanya bisa mengangguk dan tersenyum--tak berani berbicara banyak karena ia pun takut berharap.
Kriet
Suara pintu terdengar mengalihkan fokus ketiganya."Papa....!" teriak Aditya seketika begitu ia melihat Darma datang.Pria itu sontak tersenyum. "Anaknya Papa, jangan lari. Nanti, kalau jatuh bagaimana?" ucap Darma seraya menggendong anaknya itu.
"Pa, nanti Aditya mau beli sosis Kenzle ya, Pa. Di kulkas sudah habis," ucap Aditya mengadu pada sang Papa."Nanti kita beli bareng ya, Sayang.""Sekali-kali bawa Alisa juga, walau bagaimana pun, Alisa sekarang adalah ibu dari Aditya," ucap Nenek Ratih.
"Apakah kau mau ikut?" tanya Darma.Meski tak melihat ke arahnya, tentu Alisa tahu jika itu adalah pertanyaan untuknya.
"Tidak usah, Mas. Saya nunggu dirumah saja," ucap Alisa seraya tersenyum."Loh, kenapa, Lis? Sekali-kali, kalian jalan berdua," ucap neneknya."Nek, dia sudah jawab tidak, jadi gak usah paksa. Sayang... Papa mau keatas dulu ya, nanti kita main bareng, oke jagoan Papa," ucap Darma seraya menurunkan tubuh Aditya.
"Oke, Papa...."
Melihat Darma ke atas, Alisa langsung mengikutinya.
Meskipun mereka berperang dingin, tetapi Alisa selalu melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Alisa segera menyiapkan air hangat, lalu menyiapkan baju ganti.Setelahnya, wanita itu hendak keluar.
Namun, ringtone dari ponsel suaminya itu membuat Alisa penasaran.
Ada panggilan masuk dari kontak bernama Reni Anjani. Bahkan, lengkap dengan gambar cantiknya.Detak jantung Alisa berdetak dengan begitu cepat, ia hendak mengambil ponsel itu.
Namun, suara kran air tiba-tiba mati--membuat Alisa mengurungkan niatnya.
Brak!
Ia pun keluar. Hanya saja, ia tak tahu Darma melihatnya begitu terburu-buru. "Ada apa dengan perempuan itu?"Setelah itu, Alisa melihat Darma masih bersikap biasa, hingga ia pun merasa lega. Namun, ia melihat Darma seperti mencari sesuatu. Pria itu terus saja bolak-balik ke laci nakas, bawah meja, bahkan laci meja rias. Semua Darma buka satu per satu, tanpa ada niatan bertanya pada Alisa. Padahal, pria itu tahu jika semua yang ada dalam kamar itu sudah Alisa kuasai karena hanya dialah yang membereskan kamar itu tanpa bantuan seorang pembantu pun."Mas cari apa, mungkin aku bisa bantu?" tanya lembut Alisa. "Berkas yang tadi malam aku letakkan di atas meja," jawabnya ketus, tetapi wanita itu tak memedulikannya. Segera saja, Alisa ke laci nakas Ia langsung mengambil berkas yang Darma maksud. "Apakah ini berkasnya?" T Pria itu sontak mendekati Alisa dan mengambil berkas itu dengan kasar. "Aku sudah mengatakan, jangan pernah sentuh barang-barangku," ucap Darma seraya berlalu. Alisa tertegun dengan kalimat yang Darma lontarkan. Bukankah semua barang-barangnya, Alisa yang menyimpannya,
"Saya akan menyiapkan air hangat dan pakaian anda tuan, " Ucap Alisa seraya berlalu. Alisa bergegas menyiapkan handuk dan air hangat di kamar mandi. Mengganti keset lama dengan keset yang baru dan menyiapkan baju ganti untuk Darma. Alisapun menunggu Darma datang dan memastikan airnya masih hangat. Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka membuat perhatian Alisa teralihkan. Alisa langsung bangkit seperti biasanya dan menunggu hingga Darma masuk ke kamar mandi. Alisa mengambil pakaian kotor Darma dan meletakkan di ranjang kotor. Setelah memastikan semua tugasnya sudah selesai, Alisa-pun keluar dari kamarnya. Alisa sudah bertahan selama beberapa bulan namun sampai detik ini, Darma belum bisa menerima Alisa sebagai istri seutuhnya. Bukankan kita akan dikatakan suami istri jika kita sudah saling menyatu. 'Aditya, Mungkin mama jahat, sayang. Tapi sekarang mama kandungmu sudah datang sayang, jadi Mama harus sadar diri dan pergi, Mama sayang Aditya, tapi mama juga tidak bisa menghalan
"Alisa, kau sudah datang? Loh, kamu mau kemana cah ayu? " Tanya Neneknya Darma. "Nenek, Mama, Alisa mau pulang sebentar, " Ucap Alisa seraya terus berusaha untuk tersenyum. Alisa tidak menyangka jika kedua orang tua itu bisa melihat dirinya. "Pulang? Malam-malam seperti ini kau mau pulang?tanya sang Mama. " Iya ma, Alisa sudah membicarakan ini dengan mas Darma, beliau mengijinkan, Nek, Ma" ucap Alisa seraya terus menampilkan senyumannya. Dengan cepat, Alisa mencium punggung tangan Neneknya dan mamanya. Setelah itu Alisa segara berlalu ia tidak ingin neneknya bertanya yang lebih jauh lagi. Ketika Alisa sudah sampai di gerbang rumahnya, Tiba-tiba tangannya dicekal oleh seseorang yang tak lain lagi adalah Darma.'Dia disini, Apakah dia mengejarku? ' bathin Alisa ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Darma. Sosok laki-laki yang sudah berhasil membuat hatinya berbunga namun berhasil pula meluluh lantahkan hatinya. Ia bahagia karena melihat Darma pulang, tapi ia tidak boleh berhara
Alisa melihat kearah sekitar, malam yang gelap membuatnya sedikit merasa takut untuk melangkah. Namun ia ingat akan semua hal yang terjadi selama pernikahannya. ****** "Sial! Kau pergi meninggalkan aku karena ingin mengejar wanita itu, Mas. Tidak akan aku tidak akan membiarkan kau di miliki siapapun, kamu dan Aditya adakan milikku dan akan tetap menjadi milikku, " ucap kesal Reni yang kini sudah berada di apartemennya. "Kau kenapa? datang-datang sudah marah seperti ini, bukankah kau mengatakan kalau kau bertemu dengan Darma?" Tanya tantenya Reni yang kini bermalam di apartemen Reni. "Aku bertemu dengan Darma dan istrinya tante, Apakah tante tahu, Darma meninggalkan aku sendirian di restoran karena dia mengejar wanita itu, bukankah tante bilang kalau selama ini Darma tidak pernah terlihat bersamanya, tapi kenapa sekarang seperti ini tante, bukankah tante bilang kalau Darma masih tergila-gila denganku? " tanya Reni dengan nada kesal, terlihat jelas kemarahan dari sorot matanya. "It
Tidak dapat Darma pungkiri, semua kacau setelah kepergian Alisa. Bahkan ia tadi kebingungan harus menyiapkan segalanya, dari baju dan semuanya. Bahkan ia harus di pusingkan dengan pertanyaan Aditya tentang Alisa. (Aditya masuk rumah sakit, dia jatuh dari tangga ketika mencari Alisa) pesan itu semakin membuat Darma gelisah. Melihat kegelisahan Darma, sang Asisten langsung menunda pertemuan penting itu. "Apakah ada masalah tuan? " Bisik Roby sang asisten. "Anakku masuk rumah sakit kau handle semuanya, " ucap Darma seraya menepuk lengan Roby setelah itu ia langsung berlalu. Ia pergi dengan hati gelisah dan takut, namun... keributan yang terjadi di tempat resepsionis, membuat langkah Darma terhenti. "Maaf nyonya, anda tidak bisa keruangan tuan Darma sebelum melakukan janji dengan beliau, "ucap resepsionis itu. "Kalian tidak tahu siapa aku, Hah! Aku istri pemilik perusahaan ini, jika suamiku tahu, aku pastikan kalian akan di pecat!" Reni begitu emosi karena resepsionis itu mas
"Untuk apa kamu kesini?" tanya Darma. "Tiidakkah kau melihat Aditya ketakutan melihatmu?" tanya Darma ketika menghampiri Reni. " Aku ibunya, Mas. Kau jangan lupa itu!" ucap Reni menatap tajam pada Darma. "Tapi kau sudah pergi sejak dia masih bayi, Reni! kau tidak berhak atas dirinya lagi, dari pada kamu membuat masalah dan membuat anakku semakin parah, sebaiknya kau pergi dari sini dengan baik-baik, " ucap Darma seraya menunjuk kearah pintu. "Sayang, ini mama, Nak! kamu pasti kangen mama kan, Sayang? " tanya Reni. Aditya tidak menjawab pertanyaan itu, ia terlihat begitu ketakutan hingga ia memeluk sang nenek dengan begitu erat. "Reni, lebih baik kau pergi, dia tidak mengenalmu," ucap neneknya Darma. "Lihatlah! Aditya sakit dan kau malah membuatnya ketakutan," imbuhnya seraya mengelus kepala Aditya. "Aku mamanya, kenapa dia harus takut denganku? " tanya Reni. "Mamaku hanya mama Alisa, bukan kamu, " ucap Aditya dari balik tubuh neneknya. Seketika Reni menatap Darma da
Tidak ada yang tahu akan hati dan perasaan seseorang. Alisa yang mulai dari kemaren menon-aktifkan ponselnya, kini menghidupkannya lagi. Banyak pesan yang masuk bahkan da puluhan panggilan dari Darma. Ia heran, Apakah laki-laki itu merasa kehilangan ketika ia pergi? Alisa tersenyum ketika memikirkan itu, namun nyatanya ia salah, Darma menghubunginya bukan karena ia kehilangan dirinya, melainkan karena Aditya sakit dan terus saja menanyakannya. Jam 6 pagi. (Assalamu'alaikum, Alisa) Jam 8 (Dari tadi, Aditya selalu menanyakanmu, kamu ada dimana biar nanti aku jemput) Jam 9 (Kau masih belum aktif, kamu dimana? Aditya sampai jatuh karena mencarimu) Jam 10 (Alisa, ayolah... kamu ada dimana, anakku sedang membutuhkanmu, aku telepon tapi gak ada yang aktif, di panti kamu juga gak ada katanya, kamu ada dimana, Lis?) Jam 11 (Aku membutuhkanmu, Lis) (Lisa, anakku membutuhkanmu, kabari mas secepatnya) Jam 12 (Ya Allah, Lis. Kamu dimana?) Alisa meneteskan air mata ketika
"Bi, bawakan barang-barang saya ke kamar tuan Darma, dan singkirkan barang-barang wanita itu dari kamar mas Darma! " perintah Reni pada pembantu rumah Darma. Namun pembantu itu mengabaikan apa yang Reni katakan. "Bi, apa kamu tuli! " bentak tantenya Reni. "Maaf nyonya, tapi tuan Darma sudah menuju kemari dan beliau mengatakan jangan sentuh apapun sebelum beliau datang, " ucap pembantu itu yang berhasil membuat Reni dan tantenya terkejut, bahkan mereka terlihat begitu ketakutan. "Reni, bagaimana ini, bukankah kau bilang kalau Darma saat ini pulang malam? " tanya tantenya. "Itu yang aku dengar dari asistennya, Tante. Bisa gagal rencanaku, pikirkan tante, pikirkan cara agar Darma tidak mengusir kita, " bisik Reni pada tantenya. "Sial! ckkkk, " tantenya Reni berdecak dengan kesal. "Kamu kan yang melaporkan kedatangan kami kesini? " tanya Reni dengan mata melotot. "Maaf, nyonya. Tapi itu memanglah tugas saya," ucap pembantu itu. "Awas saja kamu, kalau aku kembali menjadi nyon