WAH WAH WAH. Suri pulangnya ke mana nih? Ke pelukan Adnan atau ke pelukan orang lain ya? 😝😝😝😝 Aduhhh, maafkan aku update tengah malam beginiii (tapi kadang muncul notifnya baru besok pagi atau siang sih haha). Aku keasyikan mengagumi Choi Woo Sik di Jinny's Kitchen sampe lupa nggak nulis🤣🤣🤣
"Perhatikan jalan, Andaru!" Sembari menggeret koper besar yang terasa sangat berat, ibu dari bocah kecil yang tengah berlarian itu susah payah mengejar dengan melangkahkan kaki lebih cepat, ke arah pintu keluar bandara yang sudah terlihat dari kejauhan. "Ya Tuhan, anak itu benar-benar kelebihan energi!" keluhnya karena Andaru tak mengindahkan peringatannya. Di antara hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang di area penjemputan, Suri menemukan seseorang yang sangat ia kenali sudah menunggu. Pria itu bersandar santai di body mulus sebuah Toyota Land Cruiser berwarna hitam keluaran terbaru—di antara mobil-mobil lainnya yang berderet rapi di sepanjang sisi jalan. Senyum terulas tipis di wajah. Begitu pula sosok pria bertubuh tinggi tegap yang detik berikutnya menyadari kedatangan Suri. Pria itu mengenakan pakaian serba hitam, dilengkapi pula kacamata hitam yang menaungi matanya. Sosok itu melambaikan tangan. "Om Wirya!" Pekikan Andaru mencuri perhatian beberapa pasang mata di sana
"Jangan sekarang. Aku sedang bersama Wirya." Suri mengetikkan pesan itu dengan cepat lalu mengirimkannya kepada nomor Melisa setelah menolak panggilan dari istri mantan suaminya itu. Sebisa mungkin Suri mengatur ekspresinya agar tetap tenang karena tahu bahwa asisten pribadi Adnan itu sangat peka. Namun, ternyata usahanya gagal. "Ada masalah, Bu?" tegur pria itu. "Nggak ada," elak Suri. Wanita itu buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tasnya setelah menyalakan mode diam. "Kamu fokus menyetir saja, Wir." Lalu membuang muka ke jalanan yang masih padat merayap. Menghindari pertanyaan lebih banyak dari pria yang menatapnya serius, tetapi tersirat raut ingin tahu di sana. Empat puluh lima menit kemudian, Toyota Land Cruiser hitam yang disetiri Wirya berhenti di depan pagar rumah Suri. Wirya dengan cekatan menurunkan koper dari bagasi. Sementara Suri menggendong Andaru yang masih lelap. Wirya mengikuti langkah Suri melewati pekarangan seraya menggeret koper dan membantu wanita itu memb
"Aku tahu kalau anakmu yang diakui sebagai anak kandung Adnan itu adalah anak Mas Pram!" Dari mana Melisa mendapatkan semua foto-foto itu bukanlah hal yang ingin Suri ketahui. Sebab, jawabannya mudah saja. Hanya Pram yang memiliki seluruh file foto itu. Sementara Suri sendiri hanya memiliki beberapa file yang sebagian sudah dicetak dan ia simpan di kotak kenangan—yang belum sempat wanita itu buang. Namun, semua itu tidak lebih penting ketimbang fakta yang selama ini Melisa ketahui. Tentang semuanya. Suri mendadak ingin pingsan karena segala hal yang ia usahakan dengan Adnan ternyata sia-sia. Mereka bahkan sudah berencana untuk menikah sungguhan demi memberikan perlindungan penuh untuk Andaru. "Bagaimana bisa?" cicit Suri. Mencoba sebisa mungkin untuk tidak gentar. "Kamu pikir aku ini siapa, Suri?" Sudut bibir Melisa terangkat naik. "Aku adalah Melisa Tanureja! Yang sejak remaja sudah bersahabat baik dengan keluarga Danuarta. Aku mengenal Adnan jauh lebih baik daripada kamu yang se
"Menghilang katanya?" Keluar dari lift yang telah mengantarkannya turun sampai ke lobi, Suri tak bisa menahan dengusan. Wanita itu teringat perkataan Melisa beberapa menit lalu sebelum ia beranjak pergi dari kamar hotel mewah tempat pertemuan mereka. Sesungguhnya, Suri tidak terlalu kaget saat diminta untuk menghilang. Sebab, sudah sejak dulu ia melakukan itu. Demi membebaskan diri dari Pram, wanita itu memilih untuk pergi dari hidup mantan suaminya itu. Niatnya adalah kabur sejauh mungkin walaupun ujung-ujungnya malah bertemu Adnan dan berakhir tinggal di kota yang sama dengan pria itu. Hingga tak terasa sudah enam tahun lamanya. "Bukankah aku sudah mengajarimu untuk selalu menegakkan kepala dalam kondisi terlemahmu sekalipun, Suri?" Suri terperanjat kaget karena suara yang sangat familier menyapa telinganya dengan sapaan yang tidak biasa. Kepalanya yang tertunduk otomatis terangkat untuk memastikan bahwa ada seseorang yang memang bicara kepadanya. Tanpa bisa ditahan, matanya me
"Langsung beresi barang-barang kamu ya, Ri. Semua. Yang perlu kamu bawa ke Jakarta." Suri batal menarik handle pintu karena ucapan Adnan yang terdengar agak mengesalkan karena main perintah-perintah tanpa ada obrolan sebelumnya. Wanita itu memutar tubuh untuk menghadap Adnan yang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan bersedekap di dada. "Apa itu maksudnya?" Adnan mengendikkan bahu. "Kita pulang ke Jakarta. Kamu sudah aku beri waktu untuk berpikir dan sekarang waktumu sudah habis." Mulut Suri terbuka karena terperangah. "Kamu menemuiku hanya untuk itu?" Alis tebal pria itu terangkat naik. "Hanya? Jangan memancingku, Ri. Belakangan ini aku sudah sangat bersabar. Berhentilah membuatku pusing. Bisa?" "Nggak," balas Suri yang membuat tatapan Adnan menajam. "Kamu nggak bisa tiba-tiba muncul di hadapanku, ngomel-ngomel, terus nyuruh aku ini itu—" Omelan Suri terhenti karena Adnan tiba-tiba bergerak maju hingga tubuh mereka nyaris bertabrakan. Wanita itu sudah akan melayangkan prot
WARNING!! Ada adegan 18+. Nggak eksplisit, tapi bisa di skip aja kalau nggak nyaman ya --------- "Kenapa harus tengah malam gini, sih, Nan? Andaru pasti akan sangat bingung besok karena terbangun di tempat asing." Suri tak bisa menahan diri untuk bertanya saat pesawat pribadi milik Danuarta Group sudah lepas landas meninggalkan bandara sejak lima belas menit yang lalu. "Sudah kubilang, kan? Mulai besok kita akan sangat sibuk." Adnan mengecek arloji di pergelangan tangannya sekilas dan mendapati waktu sudah beranjak lebih malam dari yang ia perkirakan. Lalu mengoreksi, "Lebih tepatnya hari ini... banyak hal penting yang perlu kita lakukan." "Kita atau kamu?" "Kita, Ri." Adnan bertopang dagu. Tatapannya tertuju lurus pada Suri yang duduk di kursi pesawat—yang lebih menyerupai tempat tidur mini—yang berhadap-hadapan dengannya. Senyum misterius terukir di bibirnya melihat Suri yang masih tampak awas meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi. "Sibuk apa?" geram Suri yang
WARNING!! Masih ada adegan 18+. Nggak eksplisit, tapi bisa di skip aja kalau nggak nyaman ya ----- "Aku... nggak masalah melakukannya bersamamu sekarang. Di sini." Terlalu terkejut mendengar pernyataan Suri yang begitu berani, tangan Adnan refleks memberikan remasan ringan di sana—di dada wanita itu yang tetap terlihat menantang meski tubuhnya tertutupi sweater. Memicu erangan lirih dari bibir wanita itu, yang sedikit bengkak karena sisa-sisa perang bibir mereka beberapa saat yang lalu. Adnan berdeham untuk menepis rasa canggung yang tiba-tiba hadir dan segera menguasai diri dengan menarik tangannya dari dada Suri. Sembari tersenyum, ia mencubit pipi Suri yang merona kemerah-merahan. "Kamu hanya boleh mengatakan kalimat berbahaya semacam itu padaku, Ri. Mengerti?" Ada sekelebat kecewa di mata Suri karena Adnan menjauhkan tubuh. Membuat pria itu seketika menyemburkan tawa. Adnan kembali menunduk, lalu menggesekkan pucuk hidungnya ke hidung Suri hingga wanita itu merintih kecil. Ter
WARNING!!! Masih ada adegan 18+. Bisa di skip kalo nggak nyaman yaaa (INI YANG TERAKHIR, JANJI WKWK) ------- "Sentuh aku, Nan. Di mana saja. Please...." Sweater di tangan Adnan terlepas saat pria itu menunduk untuk mengungkung tubuh Suri, lagi. Dari jarak yang begitu dekat, Suri bisa merasakan tatapan penuh damba di mata Adnan. Suri tersenyum senang karena ia tidak gila sendirian. Ia menunggu dengan sabar hingga perlahan-lahan Adnan mengangkat tangan kanannya untuk menyingkirkan anak-anak rambutnya—yang lepek karena keringat—yang menempel di wajah wanita itu lalu menyisipkannya di belakang telinga. Wanita itu tak bisa menahan rintihan sehalus desir angin saat tangan hangat Adnan menyentuh cuping telinganya dengan ringan. Lalu turun perlahan, bermain-main sebentar di leher dan kembali naik ke wajah. Alis yang terukir begitu cantik meski tanpa sentuhan alat-alat make up kekinian. Mata yang menyimpan banyak luka dan tekad kuat untuk bangkit. Hidungnya yang mungil dan membuat Adnan se