Selamat siang! Maaf, aku nggak update 3 hari dan nggak kasih info sama sekali🙏🏻 Ada sanak saudara yang meninggal dunia, jadi aku baru sempat nulis lagi hari ini. Hmm hmm hmmm~~~ ternyata Melisa bukan lawan yang mudah guyssss. Pinter dia manfaatin privilege-nya😏 Haduh, terus gimana nih, Suri? 😮😮😮
"Aku tahu kalau anakmu yang diakui sebagai anak kandung Adnan itu adalah anak Mas Pram!" Dari mana Melisa mendapatkan semua foto-foto itu bukanlah hal yang ingin Suri ketahui. Sebab, jawabannya mudah saja. Hanya Pram yang memiliki seluruh file foto itu. Sementara Suri sendiri hanya memiliki beberapa file yang sebagian sudah dicetak dan ia simpan di kotak kenangan—yang belum sempat wanita itu buang. Namun, semua itu tidak lebih penting ketimbang fakta yang selama ini Melisa ketahui. Tentang semuanya. Suri mendadak ingin pingsan karena segala hal yang ia usahakan dengan Adnan ternyata sia-sia. Mereka bahkan sudah berencana untuk menikah sungguhan demi memberikan perlindungan penuh untuk Andaru. "Bagaimana bisa?" cicit Suri. Mencoba sebisa mungkin untuk tidak gentar. "Kamu pikir aku ini siapa, Suri?" Sudut bibir Melisa terangkat naik. "Aku adalah Melisa Tanureja! Yang sejak remaja sudah bersahabat baik dengan keluarga Danuarta. Aku mengenal Adnan jauh lebih baik daripada kamu yang se
"Menghilang katanya?" Keluar dari lift yang telah mengantarkannya turun sampai ke lobi, Suri tak bisa menahan dengusan. Wanita itu teringat perkataan Melisa beberapa menit lalu sebelum ia beranjak pergi dari kamar hotel mewah tempat pertemuan mereka. Sesungguhnya, Suri tidak terlalu kaget saat diminta untuk menghilang. Sebab, sudah sejak dulu ia melakukan itu. Demi membebaskan diri dari Pram, wanita itu memilih untuk pergi dari hidup mantan suaminya itu. Niatnya adalah kabur sejauh mungkin walaupun ujung-ujungnya malah bertemu Adnan dan berakhir tinggal di kota yang sama dengan pria itu. Hingga tak terasa sudah enam tahun lamanya. "Bukankah aku sudah mengajarimu untuk selalu menegakkan kepala dalam kondisi terlemahmu sekalipun, Suri?" Suri terperanjat kaget karena suara yang sangat familier menyapa telinganya dengan sapaan yang tidak biasa. Kepalanya yang tertunduk otomatis terangkat untuk memastikan bahwa ada seseorang yang memang bicara kepadanya. Tanpa bisa ditahan, matanya me
"Langsung beresi barang-barang kamu ya, Ri. Semua. Yang perlu kamu bawa ke Jakarta." Suri batal menarik handle pintu karena ucapan Adnan yang terdengar agak mengesalkan karena main perintah-perintah tanpa ada obrolan sebelumnya. Wanita itu memutar tubuh untuk menghadap Adnan yang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan bersedekap di dada. "Apa itu maksudnya?" Adnan mengendikkan bahu. "Kita pulang ke Jakarta. Kamu sudah aku beri waktu untuk berpikir dan sekarang waktumu sudah habis." Mulut Suri terbuka karena terperangah. "Kamu menemuiku hanya untuk itu?" Alis tebal pria itu terangkat naik. "Hanya? Jangan memancingku, Ri. Belakangan ini aku sudah sangat bersabar. Berhentilah membuatku pusing. Bisa?" "Nggak," balas Suri yang membuat tatapan Adnan menajam. "Kamu nggak bisa tiba-tiba muncul di hadapanku, ngomel-ngomel, terus nyuruh aku ini itu—" Omelan Suri terhenti karena Adnan tiba-tiba bergerak maju hingga tubuh mereka nyaris bertabrakan. Wanita itu sudah akan melayangkan prot
WARNING!! Ada adegan 18+. Nggak eksplisit, tapi bisa di skip aja kalau nggak nyaman ya --------- "Kenapa harus tengah malam gini, sih, Nan? Andaru pasti akan sangat bingung besok karena terbangun di tempat asing." Suri tak bisa menahan diri untuk bertanya saat pesawat pribadi milik Danuarta Group sudah lepas landas meninggalkan bandara sejak lima belas menit yang lalu. "Sudah kubilang, kan? Mulai besok kita akan sangat sibuk." Adnan mengecek arloji di pergelangan tangannya sekilas dan mendapati waktu sudah beranjak lebih malam dari yang ia perkirakan. Lalu mengoreksi, "Lebih tepatnya hari ini... banyak hal penting yang perlu kita lakukan." "Kita atau kamu?" "Kita, Ri." Adnan bertopang dagu. Tatapannya tertuju lurus pada Suri yang duduk di kursi pesawat—yang lebih menyerupai tempat tidur mini—yang berhadap-hadapan dengannya. Senyum misterius terukir di bibirnya melihat Suri yang masih tampak awas meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi. "Sibuk apa?" geram Suri yang
WARNING!! Masih ada adegan 18+. Nggak eksplisit, tapi bisa di skip aja kalau nggak nyaman ya ----- "Aku... nggak masalah melakukannya bersamamu sekarang. Di sini." Terlalu terkejut mendengar pernyataan Suri yang begitu berani, tangan Adnan refleks memberikan remasan ringan di sana—di dada wanita itu yang tetap terlihat menantang meski tubuhnya tertutupi sweater. Memicu erangan lirih dari bibir wanita itu, yang sedikit bengkak karena sisa-sisa perang bibir mereka beberapa saat yang lalu. Adnan berdeham untuk menepis rasa canggung yang tiba-tiba hadir dan segera menguasai diri dengan menarik tangannya dari dada Suri. Sembari tersenyum, ia mencubit pipi Suri yang merona kemerah-merahan. "Kamu hanya boleh mengatakan kalimat berbahaya semacam itu padaku, Ri. Mengerti?" Ada sekelebat kecewa di mata Suri karena Adnan menjauhkan tubuh. Membuat pria itu seketika menyemburkan tawa. Adnan kembali menunduk, lalu menggesekkan pucuk hidungnya ke hidung Suri hingga wanita itu merintih kecil. Ter
WARNING!!! Masih ada adegan 18+. Bisa di skip kalo nggak nyaman yaaa (INI YANG TERAKHIR, JANJI WKWK) ------- "Sentuh aku, Nan. Di mana saja. Please...." Sweater di tangan Adnan terlepas saat pria itu menunduk untuk mengungkung tubuh Suri, lagi. Dari jarak yang begitu dekat, Suri bisa merasakan tatapan penuh damba di mata Adnan. Suri tersenyum senang karena ia tidak gila sendirian. Ia menunggu dengan sabar hingga perlahan-lahan Adnan mengangkat tangan kanannya untuk menyingkirkan anak-anak rambutnya—yang lepek karena keringat—yang menempel di wajah wanita itu lalu menyisipkannya di belakang telinga. Wanita itu tak bisa menahan rintihan sehalus desir angin saat tangan hangat Adnan menyentuh cuping telinganya dengan ringan. Lalu turun perlahan, bermain-main sebentar di leher dan kembali naik ke wajah. Alis yang terukir begitu cantik meski tanpa sentuhan alat-alat make up kekinian. Mata yang menyimpan banyak luka dan tekad kuat untuk bangkit. Hidungnya yang mungil dan membuat Adnan se
'Jakarta. Aku benar-benar kembali,' dengusnya dalam hati Tatapan wanita itu menerawang ke langit ibukota yang gelap dan tak berbintang. Benaknya diserang banyak sekali ingatan yang tumpah tindih tentang kota kelahirannya yang telah bertahun-tahun ia tinggalkan. Dan segala kenangan yang indah maupun yang buruk, yang pernah ia miliki di sana. 'Semoga... ini pilihan yang benar.' Lagi-lagi ia berbisik dari sudut hatinya yang terdalam. Mencoba meyakinkan diri bahwa ia tak salah langkah. Hal-hal menyenangkan yang ia bagi dengan Adnan beberapa saat lalu hanya terasa seperti mimpi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Kepalanya kini dipenuhi oleh berbagai masalah yang telah menunggu di kota itu, yang sepenuhnya membawa dirinya kembali pada kewarasan. "Kenapa, Ri?" Teguran itu memutus lamunan singkat Suri yang masih mematung di pintu pesawat, tepat di ujung tangga. Pandangannya beralih kepada Adnan yang menatapnya dengan raut bertanya. "Nggak papa," balas Suri tersenyum singkat
"Waktuku nggak banyak, Ri. Ayo turun!" Kepala Suri tertoleh ke kiri karena seruan itu dan mendapati pintu mobil di sisinya telah terbuka lebar. Adnan berada di balik pintu, sedikit menundukkan kepala untuk memastikan Suri tidak terus berlarut dalam lamunan kosong. "Kita mau ngapain sih, Nan?" tanya Suri. Sejak Adnan muncul satu jam yang lalu di apartemen untuk menjemputnya, wanita itu sudah dibuat bertanya-tanya ke mana gerangan dirinya akan dibawa pergi. Tetapi Adnan bersikukuh tidak mengatakan apa-apa untuk membunuh rasa penasaran wanita itu. "Nanti aku kasih tahu. Makanya kamu turun dulu. Yuk!" Adnan tersenyum dan mengulurkan tangan. Suri nampak ogah-ogahan, tetapi tangannya terulur juga untuk menyambut tangan Adnan. Lalu keduanya berjalan dengan langkah seirama. Lipatan di kening wanita itu bertambah banyak setelah matanya bertumbukan dengan sebuah plang bertuliskan "QUEEN'S BOUTIQUE" dengan huruf-huruf latin yang terukir cantik pada sebuah toko bercat putih di seberang jalan