Beranda / CEO / Istri Pengganti Untuk CEO Dingin / Bab 1, Kenyataan Tak Terduga

Share

Istri Pengganti Untuk CEO Dingin
Istri Pengganti Untuk CEO Dingin
Penulis: Adissutria Adiss

Bab 1, Kenyataan Tak Terduga

Sah!!

Ucapan hamdalah terdengar saat Dika Mahendra Jaya berhasil mengucapkan ijab qobul dengan baik dan benar. Dika mengeluarkan cincin kawin yang akan ia pasangkan di jari manis Tasya Andirani, lalu begitu juga dengan sebaliknya.

Setelah ijab qobul selesai, Dika nampak memilih pergi menghampiri para rekan-rekan kerjanya, tanpa menghiraukan Tasya Andirani yang sudah menjadi istri sah baik di mata hukum dan agama. Tasya nampak duduk seorang diri di kursi pelaminan dengan perasaan yang tidak bisa dijabarkan.

‘Ya Tuhan, aku sekarang sudah menjadi istri orang, pria yang sedang tertawa bersama teman-teman nya itu adalah suamiku, bagaimana caranya agar aku bisa menjadi istri yang baik, sementara aku tidak mengenal siapa dia.’

Batin Tasya bergejolak, ia bergeming dengan dirinya sendiri. Perasaan yang tidak bisa dijelaskan itu, membuat bulir air matanya tak terasa jatuh.

Sementara di tempat lain, Dika justru ikut bergabung bersama teman-temannya hingga akhirnya pesta itu selesai.

Tasya dan Dika kini sudah berada di ruangan yang sama, kamar hotel yang sudah disiapkan sebelumnya akan menjadi tempat tinggal mereka berdua.

“Tidur lah di ranjang, aku akan tidur di sofa,” ucap Dika setelah melepaskan jas pengantinnya.

“Tidak Mas, kau saja yang tidur di ranjang, biar aku tidur di sofa. Mungkin kau lebih tidak terbiasa istirahat di tempat yang tidak nyaman, biarkan aku tidur di sini.” Tolak Tasya mengambil alih tempat yang sebelumnya di pilih oleh Dika.

Dika tak bersuara lagi, ia memilih melangkahkan kaki menuju balkon dan berdiri seorang diri di sana, tatapannya lurus menembus kegelapan malam yang sepi, Dika baru saja melewati masa yang sulit, kepergian Zahra bersama pria lain dan kini tiba-tiba ia menikah dengan wanita yang sama sekali tidak ia kenal.

Ia memijit kepalanya yang terasa begitu sakit, di dalam kesendirian itu Tasya datang dan berdiri di samping Dika. Kehadirannya mengejutkan Dika yang menyadari bahwa ada orang lain di sampingnya.

“Ada apa, apa kau tidak bisa tidur di sofa yang kau pilih?” tanya Dika tanpa menatap wajah Tasya.

“Mas, aku ingin menjelaskan padamu satu hal, kalau pernikahan ini—” Tasya mencoba memberanikan diri untuk mengatakan sejujurnya pada Dika, tetapi Dika memotong perkataannya.

“Sudahlah, tidak ada gunanya untuk menjelaskan hal yang sudah terjadi.” telak, pernyataan Dika membungkam Tasya untuk menjelaskan apa yang telah terjadi, karena tidak ingin Dika salah paham kepada dirinya dan mengira bahwa Tasya memanfaatkannya.

Dika menghembuskan nafas pelan, lalu setelah itu ia memilih masuk kembali dan membiarkan Tasya mematung di sana sendirian. Tanpa jawaban apa pun, Dika justru mencari sesuatu di lemari lalu mengeluarkan sebuah selimut.

“Tidur lah, ini sudah larut malam,” singkat Dika menyerahkan selimut itu pada Tasya.

“I-iya Mas.” Jawab Tasya patuh.

Tasya membalikkan badan menuju sofa, lalu ia merebahkan tubuhnya di sana. Respon dan sikap Dika sangat dingin padanya, bahkan Dika seperti tidak mau mendengar alasan yang ia berikan.

Hampir jam 3 pagi, Tasya tidak dapat memejamkan kedua matanya walau sekejap, ia tidak dapat tidur bukan karena ia saat ini sedang berada di sofa, melainkan statusnya yang sudah menjadi seorang istri namun memiliki suami yang begitu bersikap dingin.

Tasya memutuskan untuk berdoa dan memohon kepada Tuhan-Nya pada malam itu, dan ia berharap bahwa apa yang ia lakukan akan membantu menenangkan hatinya yang gusar.

***

“Astagfirullah, sudah jam berapa ini?!”

Tasya terbangun dan sadar bahwa saat itu ia kesiangan, dan ia masih dalam keadaan memakai mukena.

‘Berarti semalam aku ketiduran di atas sajadah.’ Gumam Tasya bergeming.

Pasti semua itu karena perasaannya yang bercampur aduk, hingga membuat Tasya tidak sadar bahwa ternyata tubuhnya juga butuh istirahat. Cepat-cepat Tasya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, dan setelah beberapa saat, Tasya kembali dengan keadaan yang lebih segar.

‘Mas Dika belum bangun juga, mana aku lapar sekali.’ Batin Tasya kembali bergeming.

Tasya beberapa kali menoleh ke arah Dika, namun pria itu sama sekali tak bergerak, mungkin ia juga ketiduran lantaran sebenarnya semalam ia sangat sulit tidur, memikirkan perasaannya yang hancur berkeping-keping lantaran di tinggal pergi oleh wanita yang ia cintai.

‘Aku harus berani membangunkan mas Dika, aku bisa mati kelaparan kalau begini.’ Tekat Tasya bulat.

Perlahan Tasya berjalan mendekati ranjang dan mulai mengguncang tubuh Dika dengan pelan.

“Mas, Mas bangun, ini sudah siang,” panggil Tasya masih berusaha.

“Ada apa, Zahra... Aku masih mengantuk,” ucap Dika masih memejamkan kedua matanya.

Tasya terdiam seketika, saat ia mendengar suaminya memanggil nama wanita lain, Tasya menelan saliva, berusaha untuk baik-baik saja ketika suami yang belum genap satu hari itu menyebut wanita lain.

“Mas, ini aku Tasya, bukan Zahra,” lirih Tasya membangunkan Dika.

Seketika kedua mata Dika terbuka, ia terkejut ketika mendengar suara asing di samping tempat tidurnya. Dan ia juga menyadari bahwa itu adalah Tasya, Dika bangkit dan berlalu pergi ke kamar mandi.

Lama Tasya menunggu, dengan perasaan yang masih berantakan tak tersusun, ia menikahi pria yang mencintai wanita lain, tentu saja hal itu akan bertentangan dengan harapannya.

Tetapi hal itu dimaklumi oleh Tasya, lantaran Tasya hadir dalam hidup Dika sebatas istri pengganti, tentu saja untuk menggantikan tempat Zahra di hati Dika akan membutuhkan banyak waktu.

Setelah hampir lima belas menit menunggu, akhirnya Dika keluar dari kamar mandi dengan sikap yang masih sama. Tasya ingin sekali mengutarakan isi hatinya, bahwa saat ini ia sangat lapar, namun karena melihat Dika yang justru fokus pada ponselnya membuat Tasya akhirnya memilih untuk mengurungkan niat.

Kruk.. Kruk..

Tiba-tiba suara tidak asing itu terdengar, Tasya yang menahan malu pun menundukkan kepalanya dalam, suara itu tertangkap oleh Dika yang menyadarinya.

“Kamu lapar?” tanya Dika, sekali lagi, tanpa menatap wajah cantik Tasya.

“Tidak Mas,” ucap Tasya mengelak.

“Suara perutmu tidak bisa dibohongi, pergilah cari makanan, ini uangnya.”

Dika mengeluarkan sejumlah uang dan ia sodorkan pada Tasya, pria dingin itu sama sekali tidak mengajak Tasya pergi makan bersama di luar, ia justru memberikan Tasya uang yang sempat didiamkan cukup lama oleh Tasya.

“Kenapa diam saja, apa kau lebih suka kelaparan seperti itu?!”

Dika kini menatap wajah polos Tasya.

“T-tidak Mas, tapi memangnya Mas tidak mau ikut pergi makan?” tawar Tasya sebelum menerima uang itu.

“Aku tidak lapar, jangan pikirkan aku, pergilah.” Cetus Dika mengusir Tasya secara tidak langsung.

Tak ada pilihan lain, daripada harus mati kelaparan di hadapan pria yang begitu dingin dan pelit bicara, akhirnya Tasya menerima uang tersebut lalu pergi.

Tasya masuk ke dalam lift menuju lantai dasar lalu mencari makanan di luar, saat tiba di sebuah kafe yang ada di seberang hotel, Tasya nampak dengan lahap menyantap makanan yang ia pesan, rasa kelaparan karena sejak kemarin tidak makan, membuat Tasya begitu terlihat sangat rakus.

Tasya mengelus perutnya yang rata, lalu setelah itu ia pergi untuk melakukan pembayaran. Mengingat bahwa pria yang satu kamar dengannya itu belum makan, akhirnya Tasya memutuskan untuk memesankan makanan dan membawanya kembali ke hotel. Tetapi ketika Tasya membawakan makanan untuk Dika, Tasya mendengar Dika sedang menghubungi seseorang yang membuat hatinya sedikit merasa sakit.

“Aku mencintaimu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status