Share

Bab 5, Jatuh Sakit

Dika dan Tasya kini berada di ruang rawat setelah menunggu cukup lama di ruang tunggu, Tasya tertidur sembari memegang erat pergelangan tangan ibunya, operasi yang dilakukan terhadap ibu Nirma berjalan dengan lancar, sementara Dika sendiri duduk di sofa sambil memangku tangan menatap ke arah Tasya.

'Apa mungkin dia kelelahan sampai dalam keadaan duduk saja, dia bisa tidur nyenyak seperti itu?' batin Dika bergeming, sambil terus menatap wanita itu.

Lama Dika memperhatikan Tasya, ada rasa kasihan yang akhirnya membuat Dika memutuskan untuk membangunkan Tasya, ia berniat untuk mengajak Tasya pulang ke hotel.

"Tasya, bangun, ayo kita pulang ke hotel,"

Ajak Dika, ia berdiri di samping Tasya yang tertidur. Suara itu tidak membuat Tasya terbangun hingga akhirnya Dika memutuskan untuk menyentuh tangan Tasya, saat Dika dan Tasya sama-sama bersentuhan kulit, ia menyadari bahwa tubuh Tasya sangat panas.

Dika sempat cemas lantaran menyadari hal itu, di saat yang sama Tasya pun terbangun dan menyadari adanya Dika di sampingnya. Dika lalu kebingungan dan mencoba untuk memalingkan pandangan.

"Pulang dulu kalau memang kau butuh istirahat, besok kita bisa kembali ke sini," ucap Dika dengan tanpa menatap wajah Tasya.

"I-iya Mas... Hacim...." lagi-lagi Tasya bersin seperti orang yang akan terkena flu.

Keesokan harinya, Dika bangun lebih pagi, ia menyadari bahwa saat itu Tasya masih tertidur sambil meringkuk kedinginan, ia jatuh sakit, dan badannya sangat panas.

Dika tidak mendekati Tasya untuk memberikan Tasya perhatian, namun ia justru memilih untuk menghubungi mama Riri dan memberitahukan padanya, bahwa Tasya sedang sakit.

Mama Riri yang mendengar kabar itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke hotel, ia ingin melihat keadaan menantunya, dan hal itu disadari oleh Arkana.

"Ma, mau ke mana?" tanya tuan Arkana.

"Tasya sakit Pa, mungkin karena hujan-hujanan tadi malam, Mama mau ke sana untuk mengecek keadaan nya." jawabnya dengan wajah panik.

Lima belas menit kemudian, mama Riri tiba bersama dengan dokter keluarga yang telah ia panggil untuk mengecek keadaan Tasya, saat menyadari bahwa ada tamu di kamarnya, Dika pun membukakan pintu tersebut.

"Di mana Tasya?" tanya mama Riri menatap Dika.

"Masih tidur di sana," ucap Dika menatap ke arah sofa.

Tatapan mama Riri pun beralih ke sofa tersebut, "Astaga, jadi__" Mama Riri menatap Dika kembali setelah ia menyadari sesuatu.

Setelah mendapatkan pemeriksaan dari dokter pribadinya, lalu mendapatkan resep obat yang harus ditebus dokter tersebut pun akhirnya pamit, mama Riri lalu duduk mendekati Tasya.

"Sayang, apa yang kamu rasakan?" tanya mama Riri yang sangat perhatian.

"Hanya sedikit pusing saja Ma," ucap Tasya, wajahnya sedikit pucat dan hidungnya memerah.

"Itu karena kamu hujan-hujanan semalam, lain kali kau tidak boleh melakukan ini lagi, ya!" tekan mama Riri memberi peringatan.

Tasya mengangguk pelan, bagi mama Riri hal ini sangat memalukan sekali, sudah memiliki suami, seharusnya Dika bertanggung jawab atas semua ini, namun karena suatu kelalaian lah yang akhirnya membuat semua ini terjadi.

"Dika, kamu dengar kan tadi, ini resep obat yang harus ditebus. Kamu sekarang pergi ke apotek dan tebus obat ini," ucap mama Riri menghampiri Dika yang sedang duduk di bibir ranjang.

"Ma, kenapa nggak suruh supir aja si," celetuk Dika menolak.

"Dika!" mama Riri menatap tegas, dan hal itu cukup membuat Dika mengerti dan akhirnya menuruti permintaannya.

***

Beberapa hari telah berlalu, keadaan Tasya sudah cukup membaik lantaran makan dan obat yang harus ia konsumsi selalu di pantau oleh mama Riri, kini Tasya sudah mulai sehat kembali seperti sedia kala.

Yang membuat Tasya merasa sangat senang adalah sebuah kabar dari rumah sakit, yang mengatakan bahwa keadaan bu Nirma semakin hari semakin membaik, ia sangat senang dan tidak sabar untuk menjenguk ibunya di rumah sakit.

"Mas, kita ke rumah sakit yuk, keadaan ibuku sudah membaik katanya," ajak Tasya dengan senyum sumringah.

"Kau saja yang pergi, aku sibuk," tolak Dika, masih fokus pada ponselnya.

"Sibuk? Mas lagi ngerjain sesuatu, ya?" Tasya berusaha untuk mengajak suaminya itu berinteraksi.

"Jangan ganggu aku dengan pertanyaan yang tidak penting mu itu, kalau kau ingin pergi, pergilah, aku tidak tertarik ikut bersama mu." celetuk Dika bangkit, lalu ia mengangkat telpon dari seseorang.

Tasya terpaku cukup lama, menetralisir ucapan Dika yang cukup menyakitkan hatinya. Air matanya hampir saja mau tumpah, namun seketika ia tepis dengan jari telunjuknya.

Akhirnya Tasya pun pergi ke rumah sakit seorang diri, ia menggunakan taksi dan membayarnya dengan uang pribadi yang ia miliki, langkahnya kini terhenti saat tiba di ruang rawat ibunya.

"Ya Allah Ibu, aku senang sekali mendengar kabar bahagia ini, operasi berjalan dengan lancar dan kondisi ibu sekarang sudah membaik, aku sangat senang, Bu." ucap Tasya berbicara pada ibunya, meskipun kala itu bu Nirma belum sadar kan diri, namun ia yakin, bahwa ibunya itu mendengar suaranya.

Tasya duduk sambil menggenggam tangan ibunya, ia sedikit bercerita tentang nasibnya sekarang. Memiliki suami yang sangat berbeda jauh sikapnya dengan kedua orang tuanya.

"Bu, Ibu tahu tidak, kalau sekarang aku sudah menikah dengan seorang pria kaya, dia tampan Bu, tapi sayangnya dia sangat dingin, sikapnya sangat jauh sekali dengan kedua orang tuanya yang memperlakukan aku dengan hangat. Bu, terkadang ingin sekali rasanya aku keluar dari pernikahan terpaksa ini, tapi aku tidak bisa lepas begitu saja, aku berhutang budi pada mama Riri."

Tasya menangis kembali ketika ia mengingat waktu di mana mama Riri memohon padanya, untuk bersedia menikah pada putranya di hari pernikahannya, karena tidak ingin menanggung malu, lantaran kekasih yang seharusnya menikah dengan Dika, memilih kabur bersama pria lain.

"Aku terpaksa Bu, aku terpaksa menikah tanpa restu Ibu, karena di saat itu, aku tidak ada pilihan lain. Semoga saat Ibu nanti sadar, Ibu tidak marah padaku, karena aku memilih untuk meninggalkan masa depanku dan menikah pada pria yang sama sekali tidak aku cintai."

Air mata Tasya tumpah ruah, ketika ia mencium punggung tangan ibunya, ia merasa lega lantaran telah berbagi cerita pada sang ibu, lantaran di dunia ini ia hanya memiliki seorang ibu. Meskipun pada kenyataannya bu Nirma saat ini belum sadarkan diri.

Sejak bu Nirma dirawat di rumah sakit karena penyakit kanker yang diderita, Tasya pun harus menjalani kehidupan yang cukup keras seorang diri, sempat melamar pekerjaan ke sana ke mari untuk bertahan hidup dan membiayai pengobatan ibunya, kini kehidupan Tasya tidak lagi mengkhawatirkan.

Namun tentu saja hal itu harus ia bayar dengan mental baja lantaran memiliki suami yang tidak mencintai nya.

Çeklek!

Pintu ruangan itu terbuka, Tasya terkejut lalu mengarahkan pandangan nya pada seorang wanita yang berdiri di ambang pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status