"Oh ya ampun, kenapa badan Mama panas sekali!"Papa Arkana terkejut di tengah malam, ketika menyadari bahwa suhu tubuh istrinya terasa begitu panas, papa Arkana menghidupkan lampu dan melihat wajah dan bibir istrinya begitu pucat. Tanpa menunggu waktu lama, papa Arkana meminta bantuan pada asisten rumah tangga untuk memberikan nya air dingin, ia mencari handuk kecil di lemari lalu memasukannya ke dalam mangkuk yang sudah tersedia, papa Arkana pun mengompres mama Riri dengan telaten. Berharap jika suhu tubuh istrinya akan segera menurun. "Ma, Mama bangun Ma," panggil papa Arkana mengguncang ringan tubuh mama Riri. Mama Riri membuka kedua matanya, menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa dingin di keningnya, "Apa ini, Pa?" tanya mama Riri."Badan Mama panas banget, makanya Papa kompres pakai air dingin," lirih papa Arkana. "Mama nggak papa kok, Pa. Nggak perlu di kompres, Mama mau tidur saja." tolak mama Riri, ia memberikan handuk kecil tersebut pada suaminya. Papa Arkana tidak mema
Langkah kaki Tasya kembali ia ayunkan keluar rumah, sudah beberapa hari setelah memutuskan pergi dari Dika dan keluarga barunya, sebagai seorang istri dan juga menantu, Tasya kini harus tetap bertahan menghidupi dirinya sendiri dan juga sang ibu yang baru saja sembuh. Dengan membawa ijazah SMA, Tasya menghampiri toko, restoran, bahkan beberapa perusahaan, berharap jika ia akan mendapatkan pekerjaan yang setara dengan syarat yang ia miliki. Beberapa hari ini, Tasya memang menuai kecewa, karena dari beberapa tempat yang ia singgahi sama sekali tidak ada yang mau menerima dirinya, cuaca cukup terik pagi ini, dan Tasya melakukan pencaharian lowongan itu dengan berjalan kaki, ada keringat yang terus menetes di kening Tasya akibat sengatan matahari. "Ya Allah, aku harus pergi ke mana lagi, kota ini padahal sangat luas sekali, tapi kenapa sangat sulit mencari pekerjaan, aku sangat membutuhkan pekerjaan Ya Allah, berikan aku petunjuk-Mu." Tasya terus melangkah pelan di pinggiran jalan, mem
Ceklek! Tasya tiba di rumah dengan membawakan buah tangan untuk ia berikan pada sang ibu, bu Nirma sudah sangat cemas karena Tasya tidak kunjung pulang padahal waktu sudah hampir senja, matahari sudah pulang ke tempat peristirahatannya. Kedatangan Tasya yang membuka pintu, membuat kecemasan bu Nirma menghilang seketika. "Assalamu'alaikum, Bu, aku pulang," Tasya melempar senyum menyapa ibunya yang duduk seorang diri di kursi kayu mereka. "Waalaikumsalam Tasya, ya ampun, kamu pulang sore sekali, Ibu jadi khawatir sama kamu, Nak," bu Nirma menyambut dengan kecemasan. "Alhamdulillah Bu, perjuangan ku dari pergi pagi sampai sore seperti ini membuahkan hasil, mulai besok aku sudah bisa bekerja di sebuah perusahaan," ucap Tasya dengan gembira. "Oh ya? Alhamdulillah, Ibu seneng banget dengernya, akhirnya kamu mendapatkan pekerjaan sayang, kalau boleh tahu di bidang apa kamu bekerja?" tanya ibu Nirma antusias. "Sebagai office girl Bu, tapi tidak masalah, itu sudah sangat baik dan layak,
Di sebuah rumah yang tidak asing bagi Tasya, ia akhirnya membenarkan dugaannya. Ya, rumah itu adalah rumah tuan Arkana Mahendra jaya, saat dua pria itu membawa nya keluar, ia langsung dihadapkan dengan pria berhidung mancung dan bermata elang, yaitu suaminya, Dika Mahendra Jaya. Kedua tangan Tasya dilepaskan oleh kedua pria itu, ketika Dika memberikan sebuah isyarat pada bodyguardnya. Langkah kaki Dika semakin mendekati Tasya, hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka, Tasya berdiri dengan kaki gemetar, entah apa yang Dika inginkan saat itu, tetapi ia sepertinya menyimpan kebencian dan kemarahan yang tidak bisa disembunyikan dari tatapan matanya. "Apa maksud kamu membawaku ke sini Mas, bukannya kamu yang senang jika aku tidak ada di rumah ini atau kehidupan kamu?" Tasya membuka suara, meskipun sebenarnya ia sangat takut dengan tatapan mata suaminya. "Jangan berpikir kalau aku menginginkan kamu, papa sudah mengerahkan semua bodyguard untuk mencari kamu, tetapi mereka tidak ada sa
"Kamu itu sedang sakit, Riri! Jadi tidak perlu ke kontrakan wanita ini segala," celetuk oma Lusi mendorong kursi rodanya mendekati ranjang Riri. "Aku mau melihat kondisi ibunya Tasya Ma, aku sudah baik-baik saja kok, karena yang aku butuhkan sebenarnya bukan obat dan istirahat, tapi kehadiran Tasya di samping ku," ucap mama Riri menggenggam erat pergelangan tangan Tasya. Oma Lusi hanya melirik sinis ke arahnya, saat mama Riri dan Tasya saling melempar senyum satu sama lain, "Ya tetap saja, kamu itu sakit dan butuh istirahat, lagian biarin aja mereka tinggal di sana, lagian cocok kok buat mereka daripada tinggal di rumah Dika," sambung oma Lusi menimpali. "Ma, please, jangan menyakiti hati Tasya lagi dengan kalimat Mama itu, bagaimana pun Tasya berhak tinggal di rumah Dika atau di rumah ini, karena Tasya sudah sah menjadi istri Dika. Pokoknya aku akan tetep akan menemui ibunya Tasya, karena aku ingin tahu keadaan nya pasca operasi." jelas mama Riri memaksa. ***Keesokan paginya, Tas
"Udah, nggak usah malu-malu, ayo cepat di makan, kita udah lama kan nggak makan bareng seperti ini?""Iya, ayo makan, jangan dilihatin aja, kasihan yang sudah capek menyiapkan, kalau nggak di makan."Mama Riri dan papa Arkana sepemikiran saat meminta Dika dan Oma Lusi menikmati masakan Tasya, karena perut yang semakin tersiksa akhirnya mereka pun setuju untuk makan, setelah mereka saling pandang satu sama lain sebelumnya. "Baik lah, karena kalian memaksa, Mama akan makan," ucap Oma Lusi, masih terlihat gengsi. "Dika, ayo kita makan." sambung Oma Lusi menatap ke Dika. Pria di sebelah Tasya itu akhirnya ikut menyantap makanan yang ada di meja, Tasya tersenyum senang karena semua keluarga menikmati makanannya meskipun ada sedikit drama. Oma Lusi membuka mulut dan merasakan nikmat sup iga buatan Tasya, entah mengapa itu mengingatkan dirinya akan sesuatu yang telah lama berusaha ia kubur dalam-dalam, matanya menganak sungai hingga akhirnya merembas, mengalir begitu saja. "Oma, Oma ken
Tabrakan itu tak terhindarkan, seorang pria gagah nan tampan berada tepat di hadapannya, barang-barang yang ada di tangan Tasya pun terjatuh ke lantai. "Aduh ya ampun, maaf Pak, maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja menabrak Bapak," ucap Tasya, ia belum sempat menatap pria yang baru saja ia tabrak. Pria itu tidak bersuara, lalu saat Tasya mendongakkan kepalanya ia terkejut bukan main, "M-mas Dika, kok ada di sini?" tanya Tasya seketika. Tak hanya Tasya yang terkejut, tetapi juga Dika yang diutus oleh papa Arkana untuk meeting hari ini ke kantor, tetapi ia justru melihat istri penggantinya itu sedang melakukan pekerjaan yang benar-benar membuatnya emosi, dengan kasar Dika menarik pergelangan tangan Tasya ke ruangan pribadinya, tanpa membereskan terlebih dahulu pekerjaan yang berserakan tepat di depan ruangan Amelia. Beruntung tidak ada satu orang pun yang melihat kejadian itu. Brak! Dika menutup pintu ruangannya dengan kasar, lalu menatap nanar mimik wajah Tasya yang ketaku
"Mama, Papa,"Tasya tersenyum menyambut mama Riri dan papa Arkana yang sudah datang ke kontrakan kecil tempat di mana Tasya dan bu Nirma tinggal, sementara bu Nirma juga ikut menyambut di belakang Tasya dengan perasaan lega, karena tamu yang datang bukan lah dua pria sangar yang ia lihat semalam. Saat sedang mengamati wajah seorang wanita yang dipanggil mama oleh Tasya, bu Nirma seakan merasa tidak asing dengannya, tetapi karena penampilannya yang sangat berbeda dengan dirinya membuat bu Nirma seolah tidak berani mengungkapkan rasa penasarannya. "Ma, Pa, silahkan masuk, di sini kami tinggal," ucap Tasya mempersilahkan kedua mertuanya masuk. "Oh ya... Bu, kenalin, ini Mama Riri dan Papa Arkana, mereka adalah orang tua mas Dika," sambung Tasya menatap ibunya. "Halo Nirma, apa kamu masih ingat dengan ku?" mama Riri menyapa bu Nirma dengan ramah. "Emmm, aku sebenarnya tidak asing, tetapi aku ragu untuk menanyakan, apa kamu Riri? Tetangga ku dulu waktu tinggal di desa," bu Nirma akhir