"Baik, aku akan melakukannya."Panggilan telepon Jerry mati. Nial memeriksa video dari rekaman cctv yang tadi dikirimkan olehnya.Matanya basah saat melihat Bela yang ada di sana sedang dicekoki alkohol langsung dari botolnya. Saat ia mencoba kabur tapi malah ditahan oleh Vida, ditarik rambutnya dan ditampar. Saat Bela diangkat ke sofa dan pakaiannya mulai dikoyak selagi Vida hanya tertawa menyaksikan semua itu.Hati Nial teriris. Jika masih ada yang namanya hati nurani, maka keempat manusia itu pasti sudah kehilangannya.Nial terkejut, mematikan ponselnya dengan segera karena tangan kecil seseorang memeluknya dari belakang."Sayang?"Nial berbalik dan menjumpai Bela yang sudah di sana dan tersenyum memandangnya."Mas pikir kamu istirahat? Jadi telepon dengan Jerry di sini."Nial mengusap lembut puncak kepalanya."Nggak bisa tidur karena nggak ada kamu."Nial hanya tertawa, sementara Bela memejamkan matanya saat Nial mengecup bibirnya dan mengubahnya menjadi lebih dalam. Menghangatkan
***Bela berjalan menuruni tangga dengan cepat setelah Nial membacakan pesan dari Jerry yang mengatakan ia akan sampai dalam waktu satu menit lagi."Siska!""Bela!"Bela memeluknya dengan erat."I hope you doing well!"Siska tersenyum dan dibalas anggukan pasti oleh Bela."Selamat malam."Siska mengucapkannya pada Nial, bersamaan dengan Jerry yang juga mengucapkannya."Selamat malam, Jerry, Siska. Kalian baru kencan?"Nial mengisyaratkan agar mereka duduk di ruang makan saja setelah menerima tas milik Bela dari Jerry, juga ponsel baru. Karena ia sudah meminta Kim menyiapkan coklat hangat untuk mereka berempat."Baru makan malam, Pak Nial. Ini aku bawakan pizza."Siska mengangkat dua kotak pizza ukuran besar yang ada di tangannya."Wah, terima kasih."Bela menerimanya dan meletakkanya di atas meja makan. Membukanya dan mereka melahapnya dengan suka cita."Aku pikir, Pak Nial nggak makan junk food?"Siska mengerling sekilas pada Nial yang duduk di samping Bela, melahap pizza dengan tanp
***…."Nial?"Mata Vida melebar saat ia melihat Nial yang duduk dengan hanya dipisahkan oleh sekat kaca antara pengunjung dan tahanan yang ada di kantor polisi. Dengan Jerry yang berdiri di belakangnya tanpa bergerak seinchi pun dari tempatnya."Nial? Apa maumu?"Nial mendengus kesal. Vida dapat melihat mata penuh kebenciannya. Mata yang sama yang diberikan saat Nial mengusirnya pergi dari ranjang malam pertama mereka.Jam sudah sore, tapi Nial masih menawan dalam setelan jas yang dipakainyaDia tampak menggertakkan gigi-giginya. Menegakkan punggungnya yang sedari tadi bersandar di kursi dan menatap Vida lebih dekat."Aku tidak ingin membuang waktuku. Aku hanya ingin kebenarannya. Siapa yang memintamu melakukan ini?""Kenapa kamu harus bertanya? Jerry sudah memberi tahumu semuanya, 'kan?"Vida mengerling sekilas pada Jerry yang kedua sudut matanya meruncing. Lebih mengintimidasi dari pada mata serigala Nial."Jadi itu benar?" Nial menegaskan."Ya.""Aku tidak tahu bagaimana caramu be
…."Jalang, enyah kamu dari hidupku!"Bariton dingin Nial terdengar lirih dan mengintimidasi Jenni. Tadinya ia mengira Nial akan menciumnya sejak Nial memposisikannya terkunci di dinding. Dengan keadaan kedua bibir mereka yang hampir bersentuhan.Tapi bukan kata-kata sensual atau perlakuan romantis, Nial justru melemparkan sumpah serapahnya tepat di depan pucuk hidungnya."Nial!"Jenni mencoba pergi tapi Nial membuatnya kembali berdiri dengan kaku di tempatnya."Kamu ingin aku memperlakukanmu seperti ini? Sedekat dan semanis seperti kelihatannya, 'kan? Jangan mimpi!"Nial masih berbisik di samping telinga Jenni. Sementara Jerry tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Nial karena suaranya terlalu dalam untuk sampai di telinganya.Tapi ia mengamati perubahan mimik wajah Jenni dari yang berseri penuh debaran menjadi marah dan ketakutan dalam waktu yang bersamaan.Nial menegakkan punggungnya. Membenarkan kerah jas yang sedikit berantakan menurutnya."Aku tahu apa yang kamu lakukan pa
"Ngh?"Orang bilang tidak ada yang namanya terlambat. Tapi bagi Bela, dia terlambat mencegah Nial karena prianya itu telah menciumi lehernya tanpa henti dan membuatnya terhempas di atas ranjang. Baru sesaat setelahnya menarik wajahnya sambil berbisik, "Kamu bilang minta berhenti? Tapi malam ini kamu memakai parfum kesukaan Mas di lehermu, 'kan?""Mas? Kita ada di rumah bapak loh ini. Jangan lakukan malam ini ya?"Bela menggeliat agar Nial pergi dari atasnya. Tapi justru gerakan itu membuat Nial semakin tidak ingin melepaskannya."Nggak boleh bercinta? Tapi tubuh kamu ingin, Sayang!"Nial memang tidak salah karena meski Bela mengatakan tidak, nyatanya tubuhnya bereaksi lain. Ingin disentuh dan dijamah. "Mas?""Iya, Mas di sini, kok."Nial membuka resleting depan pada dress Bela. Menenggelamkan wajahnya di sana, di antara kedua miliknya yang hangat dan nyaman. Yang membuat Bela memejamkan mata karena kenikmatan. Menyisipkan jari-jarinya di antara rambut hitam Nial."Masih nggak ingin
Foto Nial dan Jenni.Rekayasa?Tapi bagaimana bisa senyata ini?Tangan Bela kebas saat melihatnya. Nial yang sangat dekat dengan Jenni. Bahkan mereka hampir saling beradu bibir. Dengan posisi Jenni yang tersudut di dinding. Persis yang sering dilakukan Nial padanya.Dan jika dilihat dari tempat di foto itu, desain interiornya adalah restoran milik Jenni. Yang artinya, Nial datang ke sana belum lama ini."Sayang? Kenapa?"Nial yang sudah berjalan menjauh kembali pada Bela. "Mas Nial baru saja menemui Jenni belum lama ini?"Nial ikut berdiri kaku di tempatnya. Tidak mengantisipasi pertanyaan serangan dari Bela yang datang secara tiba-tiba."Iya."Semakin hancur. Bela tidak menyangka ada yang disembunyikan Nial. Bayangkan itu! berkunjung ke tempat orang yang dulu menolaknya, yang merupakan cinta masa kecil Nial. Saat Nial pernah bilang sangat membencinya tapi justru datang padanya dengan suka rela."Apa yang Mas Nial bicarakan dengan dia?""Dari mana kamu tahu, Bel? Jerry yang memberi
"Bela di mana, Bu Kim?"Nial bertanya sesampainya di ruang makan.Dia tidak menjumpai Bela di sampingnya saat bangun. Tidak juga ada di kamar mandi atau di ruang ganti. Yang ada hanya pakaian Nial yang sudah disiapkannya, lengkap dengan jam tangan dan dasi yang ia letakkan berdampingan."Nona sudah berangkat sejak pagi, Tuan Nial.""Dengan diantar Pak Han?""Nggak. Nona bilang naik taksi.""Kenapa?""Nggak tahu. Dia hanya bilang begitu setelah membuat sarapan dan keluar dari rumah."Nial mengurut keningnya yang pegal. Ia duduk di kursi ruang makan dan melihat cinta Bela yang sangat hebatnya ada di sana. Lewat caranya merawat Nial dan caranya memberi makan.Dia membuat pastel tutup. Yang hari itu dibilang Nial sangat enak. Lalu salad sayur yang mendapat pujiannya setiap pagi. Masih banyak yang lainnya yang membuatnya sesaat termenung.Sarapan paginya sendirian setelah sekian lama bersama Bela."Kalian bertengkar?"Kim datang dengan segelas air putih di tangannya."Sedikit. Aku yang sal
Bela tersenyum melihatnya. Hanya ada kediaman yang tanpa saling sapa di antara mereka berdua. Seperti sama-sama tersihir, baru sejenak kemudian Bela dapat merengkuh kembali kesadarannya saat kembang api di tangannya habis.Nial juga melangkah. Dia tampak setinggi tiang saat berjalan melewati sekumpulan anak kecil yang datang di acara bazar."Mas Nial di sini?""Iya, Sayang.""Sepulang kerja?""Iya. Dengan Jerry.""Kak Jerry? Di mana?"Nial mengedikkan kepalanya ke belakang Bela. Jerry sudah ada di sana bersama Siska yang menyalakan kembang api lainnya setelah yang di tangannya mati.Bela terkejut karena Nial mengusap pipi kirinya dengan lembut saat mengatakan,."Cantiknya."Di mata Nial, Bela tampak cantik dengan dress midi warna putih yang dipakainya."Kamu sudah nggak marah sama Mas, 'kan?"Nial bertanya sembari melepas jas yang dipakainya, meletakkannya di punggung Bela sehingga menampakkan vest, dasi dan kemeja putih yang dipakainya, pakaian yang disiapkan Bela tadi pagi.Bela ha