***Pagi ini …."Nona sudah bangun?"Pertanyaan Kim membuatnya Bela yang sedang berjalan menuju ke lemari pendingin menoleh sejenak."Iya, Bu Kim.""Mau buat sarapan apa pagi ini untuk tuan Nial?"Bela ragu."Mas Nial ingin carbonara. Tapi aku nggak yakin.""Kenapa? Buatlah! Aku akan membantu Nona mengupas buah.Gagal!Bantuan yang ditawarkan Kim gagal karena kedatangan Nial dari arah pintu masuk ruang makan dan memanggilnya dengan mesra."Sayang? Kamu di sini?"Kim memilih pergi dari sana dan waktu serta tempat diserahkan pada mereka."Mas? Aku nggak bisa masak loh kalau kamu begini?"Bukannya mengindahkan, Nial malah memeluknya semakin erat dari belakang. Meletakkan dagunya di atas pundak Bela saat ia mulai mencuci sayuran."Mas kangen kamu. Mau dipeluk terus. Hm?"Bela mencium harum dan segarnya bau tubuh Nial karena memang dia tadi sedang mandi saat Bela turun."Kangen apa, Mas? Semalaman kita juga bersama-sama. Jangan menggodaku! Nanti kalau aku nggak masak kamu lapar loh."Bela
Bela terkejut karena Nial sudah ada di sana, entah dia akan salah paham atau tidak, ia tidak tahu. Tapi, seperti lepas dari pengawasanya.Bugh! Niko lebih dulu tersungkur ke lantai, dihantam tinju mentah Nial setelah mengatakan, 'Pergi kamu dari istriku!'Nial sebenarnya sudah akan menyusul Bela di ruang dokter mata. Namun saat itu ia justru melihat Bela dan Niko yang berdebat di dekat kursi tunggu. Di tempat di mana dia dan Aden tadi bertemu. Tak disangka, di sini jugalah ia malah melihat Niko yang tampak mengintimidasi Bela dan mengucapkan kalimat yang tak pantas. Menggasak habis bibir istri orang yang jelas melakukan penolakan.Bela dapat melihat bara api yang berkobar di dalam mata Nial. Ia tahu Nial tersulut amarah saat melihat dan mendengar apa yang dikatakan Niko padanya."Saat kamu mencium istriku dulu, dia bilang kamu akan berubah dan menyesal setelah dia menamparnya."Niko bangkit, mendengar apa yang dikatakan Nial barusan membuatnya bergantian memandang Bela dan mata ser
"Kalian nggak mendengarku? Kubilang keluar!"Bela tahu Jerry dalam mode marah. Tapi ia tidak tahu sejak kapan mobil berhenti di tepi jalan dan Jerry mengusir mereka pergi dari dalam."Bicara apa kamu, Jerry?"Nial kesal. Pertengkarannya dengan Bela sudah membuat kepalanya pusing lalu sekarang tiba-tiba Jerry memintanya enyah dari dalam mobilnya sendiri. Tapi Jerry tidak peduli dengan pertanyaan Nial. Dia hanya melemparkan mata elangnya sekilas dari kaca spion sebelum turun dari mobil.Membuka pintu mobil di mana Nial duduk di belakang dan menariknya keluar. Lalu pintu di samping Bela dan juga membuatnya keluar."Jerry?"Diabaikan."YAH!"Nial berseru memanggilnya namun Jerry tidak peduli. Ia kembali masuk ke dalam mobil dan mengemudi menjauh dari sana setelah meninggalkan tuan dan nonanya terdampar di tepi jalan."Salah sendiri siapa suruh bertengkar seperti itu." Jerry menggerutu.Bela mendorong napasnya dengan berat. Jerry pasti merasa kesal juga karena pertengkaran konyol mereka.
'Sayang, pakai ini ya nanti malam!''What?'Bela terperangah membaca isi pesan dari Nial yang ia terima. Di sana ada gambar dress berwarna merah. Dress yang dulu salah ia ambil dan Nial mengatakan Bela sengaja memakai itu untuk menggodanya.Itu sudah sangat lama berlalu, bahkan itu terjadi saat mereka baru saja menikah. Di hari Bela marah karena Nial menggila sementara Handoko menelponnya dalam keadaan Sasti yang kritis.'Dan sekarang dia ingin aku memakainya?'Bela memejamkan matanya sejenak, pusing. Nanti malam pasti dia akan dilahap habis oleh Nial sampai pagi."Bela! Kenapa? Ada kabar buruk?"Siska mengguncang tangannya setelah ia larut dalam dunianya sendiri sampai tidak sadar jika Siska menunggu jawabannya sedari tadi."Ng-nggak kok, Sis.""Jangan bikin jantungan kenapa sih?""Maaf."Siska mendorong napasnya dengan lega. Bela hampir saja membuatnya gagal jantung kalau sampai Nial membawa kabar buruk tepat di hari-hari mendekati pertunangannya dengan Jerry.Dan semuanya terjadi b
***"Waah ...."Tidak bisa dipercaya. Bela benar-benar menginjakkan kakinya ke sini. Di tempat ini. Tempat yang tadi pagi dijanjikan Nial akan mereka datangi setelah makan malam.Aerodrome Control Tower. Ini tower di mana ruang pengawasan pesawat beroperasi. Tapi Nial bilang ini adalah tower lama karena semua sudah pindah ke tower baru. Meski belum seratus persen karena ada banyak barang yang masih tersisa di sini.Tapi meski demikian tempatnya sangat bersih dan rapi. Terang dan juga sejuk. Bahkan masih dijaga karena saat Bela dan Nial masuk, ada penjaga yang menyambut mereka.Seperti kenal dengan Nial dan mengizinkan mereka karena jelas sudah ada izin Nial memasuki tempat ini."Suka?"Nial bertanya pada Bela yang berdiri di dekat jendela raksasa. Melihat ke luar sana. Di langit malam yang bertabur bintang. Seperti mudah dijangkau karena mereka ada di ketinggian."Suka. Suka sekali. Lihat! Itu ada pesawat yang baru lewat!"Bela menunjuk pesawat jenis Boeing yang melintas di udara. Pe
"Astaga! Kenapa anak muda sekarang nggak ada takut-takutnya."Handoko mengusap dadanya yang terasa kemasukan air kopi. Ucapan Nial mengejutkannya tanpa peringatan.Sementara yang diprotes hanya meringis tak berdosa."Mas? Bapak? Ayo makan!"Bela mengintip dari ruang makan. Melihat Handoko dan Nial yang mengobrol dengan tersenyum sedari tadi. Seperti sedang membicarakan hal yang mereka sukai."Kalian membicarakan apa?"Bela bertanya saat mereka mendekat."Rencana suamimu untuk memberikan Bapak cucu."Bela dengan cepat memandang Nial. Yang hanya mengangkat kedua pundaknya sekilas seolah mengatakan, 'Begitulah!'Mereka akhirnya duduk di ruang makan dan menjadikan ini makan pagi pertama mereka sejak kepulangan mereka dari bulan madu. Karena hari terakhir mereka menginap di sini saat Sasti sakit itu, mereka kesiangan dan langsung kabur saat Jerry menjemput."Terima kasih, Mah! Makanannya enak."Nial mengatakannya setelah menyuap sesendok penuh sup asparagus dan jagung manis dari mangkuknya
***"Waah ... Serius? Aku pikir Mas Jerry bohong saat bilang kamu dapat Maserati dari Pak Nial."Siska berujar saat mereka ada di kelas terakhir, di mana mahasiswa yang ada di dalam kelas mulai membubarkan diri."Tapi buat apa dia membelikanku mobil? Aku 'kan nggak bisa nyetir."Bela baru tahu fakta itu. Bukannya dia tidak suka hadiah dari Nial. Tapi, memang begitulah adanya."Nggak apa-apa, nanti minta ajarin sama Pak Nial.""Besok, 'kan? Kamu sama Kak Jerry tunangan?"Mereka bangkit dari duduk dan berjalan keluar dari sana. Berjalan di sepanjang koridor yang entah kenapa lebih ramai dari biasanya."Iya, besok. Doakan lancar ya? Dan kamu harus datang, loh!""Kalau nggak?""Aku marah lah! Kita nggak usah ngomong, dua minggu."Bela dibuat tertawa olehnya. Mereka terus berjalan sampai menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Apalagi saat Bela merasakan sebuah batu melayang padanya dan mengenai kepalanya."Auh!"Bela menyentuh keningnya yang berdarah."Kenapa, Bel?"Belum sempat Bela menj
"Kalian bisa keluar. Mereka sudah bubar."Leo datang dengan membawa angin segar bagi mereka yang ada di dalam ruangan."Syukurlah."Siska menyambutnya dengan bahagia. Untung saja kerusuhan ini berlangsung dengan singkat dan mereka mencapai mufakat. "Bel! Aku duluan ya!"Siska lebih dulu kabur. Dia benar-benar harus pergi dari sini sesegera mungkin karena memang ada janji dengan ayahnya untuk mengurus beberapa hal mengenai persiapan pertunangannya besok."Iya. Dah ...."Bela membalas lambaian tangannya dan berjalan keluar bersama anak-anak yang lain. Dan dengan Leo di sampingnya."Kamu benar Bela? Arabela?" Leo memastikan, sekaligus membuka percakapan mereka."Iya, aku Bela.""Sekarang aku tahu kenapa Samudera Nikolass tergila-gila denganmu. Siapa yang bisa menahan diri melihat kecantikanmu, Bela?"Bela membersihkan tenggorokannya dengan berdehem saat Leo hanya melemparkan tawa kecil."Jangan mengikuti jejak Samudra Nikolass! Aku katakan ini dari awal ya! Aku sudah menikah."Leo menga