***…."Nial?"Mata Vida melebar saat ia melihat Nial yang duduk dengan hanya dipisahkan oleh sekat kaca antara pengunjung dan tahanan yang ada di kantor polisi. Dengan Jerry yang berdiri di belakangnya tanpa bergerak seinchi pun dari tempatnya."Nial? Apa maumu?"Nial mendengus kesal. Vida dapat melihat mata penuh kebenciannya. Mata yang sama yang diberikan saat Nial mengusirnya pergi dari ranjang malam pertama mereka.Jam sudah sore, tapi Nial masih menawan dalam setelan jas yang dipakainyaDia tampak menggertakkan gigi-giginya. Menegakkan punggungnya yang sedari tadi bersandar di kursi dan menatap Vida lebih dekat."Aku tidak ingin membuang waktuku. Aku hanya ingin kebenarannya. Siapa yang memintamu melakukan ini?""Kenapa kamu harus bertanya? Jerry sudah memberi tahumu semuanya, 'kan?"Vida mengerling sekilas pada Jerry yang kedua sudut matanya meruncing. Lebih mengintimidasi dari pada mata serigala Nial."Jadi itu benar?" Nial menegaskan."Ya.""Aku tidak tahu bagaimana caramu be
…."Jalang, enyah kamu dari hidupku!"Bariton dingin Nial terdengar lirih dan mengintimidasi Jenni. Tadinya ia mengira Nial akan menciumnya sejak Nial memposisikannya terkunci di dinding. Dengan keadaan kedua bibir mereka yang hampir bersentuhan.Tapi bukan kata-kata sensual atau perlakuan romantis, Nial justru melemparkan sumpah serapahnya tepat di depan pucuk hidungnya."Nial!"Jenni mencoba pergi tapi Nial membuatnya kembali berdiri dengan kaku di tempatnya."Kamu ingin aku memperlakukanmu seperti ini? Sedekat dan semanis seperti kelihatannya, 'kan? Jangan mimpi!"Nial masih berbisik di samping telinga Jenni. Sementara Jerry tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Nial karena suaranya terlalu dalam untuk sampai di telinganya.Tapi ia mengamati perubahan mimik wajah Jenni dari yang berseri penuh debaran menjadi marah dan ketakutan dalam waktu yang bersamaan.Nial menegakkan punggungnya. Membenarkan kerah jas yang sedikit berantakan menurutnya."Aku tahu apa yang kamu lakukan pa
"Ngh?"Orang bilang tidak ada yang namanya terlambat. Tapi bagi Bela, dia terlambat mencegah Nial karena prianya itu telah menciumi lehernya tanpa henti dan membuatnya terhempas di atas ranjang. Baru sesaat setelahnya menarik wajahnya sambil berbisik, "Kamu bilang minta berhenti? Tapi malam ini kamu memakai parfum kesukaan Mas di lehermu, 'kan?""Mas? Kita ada di rumah bapak loh ini. Jangan lakukan malam ini ya?"Bela menggeliat agar Nial pergi dari atasnya. Tapi justru gerakan itu membuat Nial semakin tidak ingin melepaskannya."Nggak boleh bercinta? Tapi tubuh kamu ingin, Sayang!"Nial memang tidak salah karena meski Bela mengatakan tidak, nyatanya tubuhnya bereaksi lain. Ingin disentuh dan dijamah. "Mas?""Iya, Mas di sini, kok."Nial membuka resleting depan pada dress Bela. Menenggelamkan wajahnya di sana, di antara kedua miliknya yang hangat dan nyaman. Yang membuat Bela memejamkan mata karena kenikmatan. Menyisipkan jari-jarinya di antara rambut hitam Nial."Masih nggak ingin
Foto Nial dan Jenni.Rekayasa?Tapi bagaimana bisa senyata ini?Tangan Bela kebas saat melihatnya. Nial yang sangat dekat dengan Jenni. Bahkan mereka hampir saling beradu bibir. Dengan posisi Jenni yang tersudut di dinding. Persis yang sering dilakukan Nial padanya.Dan jika dilihat dari tempat di foto itu, desain interiornya adalah restoran milik Jenni. Yang artinya, Nial datang ke sana belum lama ini."Sayang? Kenapa?"Nial yang sudah berjalan menjauh kembali pada Bela. "Mas Nial baru saja menemui Jenni belum lama ini?"Nial ikut berdiri kaku di tempatnya. Tidak mengantisipasi pertanyaan serangan dari Bela yang datang secara tiba-tiba."Iya."Semakin hancur. Bela tidak menyangka ada yang disembunyikan Nial. Bayangkan itu! berkunjung ke tempat orang yang dulu menolaknya, yang merupakan cinta masa kecil Nial. Saat Nial pernah bilang sangat membencinya tapi justru datang padanya dengan suka rela."Apa yang Mas Nial bicarakan dengan dia?""Dari mana kamu tahu, Bel? Jerry yang memberi
"Bela di mana, Bu Kim?"Nial bertanya sesampainya di ruang makan.Dia tidak menjumpai Bela di sampingnya saat bangun. Tidak juga ada di kamar mandi atau di ruang ganti. Yang ada hanya pakaian Nial yang sudah disiapkannya, lengkap dengan jam tangan dan dasi yang ia letakkan berdampingan."Nona sudah berangkat sejak pagi, Tuan Nial.""Dengan diantar Pak Han?""Nggak. Nona bilang naik taksi.""Kenapa?""Nggak tahu. Dia hanya bilang begitu setelah membuat sarapan dan keluar dari rumah."Nial mengurut keningnya yang pegal. Ia duduk di kursi ruang makan dan melihat cinta Bela yang sangat hebatnya ada di sana. Lewat caranya merawat Nial dan caranya memberi makan.Dia membuat pastel tutup. Yang hari itu dibilang Nial sangat enak. Lalu salad sayur yang mendapat pujiannya setiap pagi. Masih banyak yang lainnya yang membuatnya sesaat termenung.Sarapan paginya sendirian setelah sekian lama bersama Bela."Kalian bertengkar?"Kim datang dengan segelas air putih di tangannya."Sedikit. Aku yang sal
Bela tersenyum melihatnya. Hanya ada kediaman yang tanpa saling sapa di antara mereka berdua. Seperti sama-sama tersihir, baru sejenak kemudian Bela dapat merengkuh kembali kesadarannya saat kembang api di tangannya habis.Nial juga melangkah. Dia tampak setinggi tiang saat berjalan melewati sekumpulan anak kecil yang datang di acara bazar."Mas Nial di sini?""Iya, Sayang.""Sepulang kerja?""Iya. Dengan Jerry.""Kak Jerry? Di mana?"Nial mengedikkan kepalanya ke belakang Bela. Jerry sudah ada di sana bersama Siska yang menyalakan kembang api lainnya setelah yang di tangannya mati.Bela terkejut karena Nial mengusap pipi kirinya dengan lembut saat mengatakan,."Cantiknya."Di mata Nial, Bela tampak cantik dengan dress midi warna putih yang dipakainya."Kamu sudah nggak marah sama Mas, 'kan?"Nial bertanya sembari melepas jas yang dipakainya, meletakkannya di punggung Bela sehingga menampakkan vest, dasi dan kemeja putih yang dipakainya, pakaian yang disiapkan Bela tadi pagi.Bela ha
***Pagi ini …."Nona sudah bangun?"Pertanyaan Kim membuatnya Bela yang sedang berjalan menuju ke lemari pendingin menoleh sejenak."Iya, Bu Kim.""Mau buat sarapan apa pagi ini untuk tuan Nial?"Bela ragu."Mas Nial ingin carbonara. Tapi aku nggak yakin.""Kenapa? Buatlah! Aku akan membantu Nona mengupas buah.Gagal!Bantuan yang ditawarkan Kim gagal karena kedatangan Nial dari arah pintu masuk ruang makan dan memanggilnya dengan mesra."Sayang? Kamu di sini?"Kim memilih pergi dari sana dan waktu serta tempat diserahkan pada mereka."Mas? Aku nggak bisa masak loh kalau kamu begini?"Bukannya mengindahkan, Nial malah memeluknya semakin erat dari belakang. Meletakkan dagunya di atas pundak Bela saat ia mulai mencuci sayuran."Mas kangen kamu. Mau dipeluk terus. Hm?"Bela mencium harum dan segarnya bau tubuh Nial karena memang dia tadi sedang mandi saat Bela turun."Kangen apa, Mas? Semalaman kita juga bersama-sama. Jangan menggodaku! Nanti kalau aku nggak masak kamu lapar loh."Bela
Bela terkejut karena Nial sudah ada di sana, entah dia akan salah paham atau tidak, ia tidak tahu. Tapi, seperti lepas dari pengawasanya.Bugh! Niko lebih dulu tersungkur ke lantai, dihantam tinju mentah Nial setelah mengatakan, 'Pergi kamu dari istriku!'Nial sebenarnya sudah akan menyusul Bela di ruang dokter mata. Namun saat itu ia justru melihat Bela dan Niko yang berdebat di dekat kursi tunggu. Di tempat di mana dia dan Aden tadi bertemu. Tak disangka, di sini jugalah ia malah melihat Niko yang tampak mengintimidasi Bela dan mengucapkan kalimat yang tak pantas. Menggasak habis bibir istri orang yang jelas melakukan penolakan.Bela dapat melihat bara api yang berkobar di dalam mata Nial. Ia tahu Nial tersulut amarah saat melihat dan mendengar apa yang dikatakan Niko padanya."Saat kamu mencium istriku dulu, dia bilang kamu akan berubah dan menyesal setelah dia menamparnya."Niko bangkit, mendengar apa yang dikatakan Nial barusan membuatnya bergantian memandang Bela dan mata ser