Wanita itu mendekati Farid dan memeluknya. Dia mendekap Farid seakan tak ingin ditinggal. Namun, Farid justru menghindar dan mendekati Aiska yang pingsan dengan darah mengucur di pelipis.
“Ais, Sayang, aku mohon sadarlah, maafkan aku.” Farid hendak mengelus pipi Aiska. Namun, Arun segera menepis tangannya. “Kau!” Farid menatap nyalang.Arun melirik ke arah wanita itu kemudian menatap Farid dengan senyum menyeringai. “Berhenti mengganggu istri orang, urus saja wanitamu itu!”“Kau, kau yang telah merebutnya dariku!” Farid tidak mau mengalah.“Farid, sudahlah, tinggalkan dia. Ayo kita pulang!” rengek Maya kembali bergelayut pada Farid.Arun tidak peduli dengan penentangan Farid, terlebih karena ulah mantan kekasih istrinya itu Aiska terluka. Lelaki matang tersebut langsung mengangkat istrinya dan meninggalkan sepasang kekasih gila itu.“Farid ayo pulang!” Maya semakin mengoceh.Farid menghempaskan tangan Maya, menatap nyalang wanita itu, “Lepaskan Maya!” pekik Farid. “Suaramu mengganggu telingaku!” Lelaki tersebut berjalan meninggalkan Maya begitu saja."Farid!" panggil Maya. Namun, lelaki tersebut tidak menoleh sama sekali dan tetap berjalan menjauh. "Kurang ajar! Ini tidak bisa kubiarkan begitu saja. Usahaku merebut Farid tidak boleh sia-sia.”Sementara itu setelah mendapatkan penanganan, beberapa saat kemudian Aiska tersadar. Dia memindai ke segala arah, dirinya tengah berbaring di kaaur empuk, sebuah kamar nan luas bernuansa klasik, di mana ada lemari berwarna gold menambah kesan mewah. Aiska memijat kening yang terasa nyeri, ada bekas jahitan di kening. Baru gadis itu ingat akan apa yang terjadi sebelumnya.“Ini di mana?”“Kamarku. Kau sudah sadar?” Suara Arun mengagetkan Aiska.Gadis itu melihat ke arah samping di mana Arun duduk di sudut sofa yang ada di ujung ruangan, di mana dia sibuk mengetik dengan mata menatap layar laptop di meja. Arun berucap tanpa menoleh ke arahnya. Aiska mengerjapkan mata beberapa kali, kehadiran lelaki yang telah menjadi suaminya itu benar-benar tidak dia rasa.“Kata dokter kau hanya kelelahan dan lukamu tidak terlalu buruk. Sehingga aku langsung membawamu pulang karena sibuk!” Arun menoleh ke arah Aiska. Membuat gadis itu berpaling ke arah lain.Aiska merasa lelah fisik dan pikiran, dia tak menyangka akan berada di kamar mewah tersebut, membuat Aiska membayangkan seberapa megah ruangan lain rumah juragan Arun itu. Namun, Aiska segera sadar diri untuk tidak banyak berharap. Pernikahan mereka hanya sebuah kontrak saja sebagai penebus hutang orang tuanya."Arun, di mana wanita itu?” Suara wanita terdengar menggema dari depan. Beberapa detik kemudian menyembul dari balik pintu yang tidak ditutup rapat, seorang wanita paruh baya berpenampilan menarik masuk ke dalam.Wanita itu menatap Aiska yang sedang berbaring. Aiska yang merasa risih hendak bangun dari tidurnya.“Tetap berbaring, Aiska. Dokter menyuruhmu untuk banyak istirahat dalam beberapa hari!” Arun berucap seraya bangkit dari duduk dan menghampiri wanita yang naru saja nyelonong masuk. “Ibu,” panggil Arun.Mendengar Arun memanggilnya ibu membuat Aiska semakin risih. Gadis tersebut beringsut duduk di tepi ranjang.“Aku dengar kalian sudah menikah." Suara wanita yang dipanggilnya ibu oleh Arun memenuhi ruang. Wanita itu menoleh ke arah Arun, tapi tangannya menuding ke arah Aiska. "Katakan padanya, jika dia ingin di terima oleh keluarga kita, suruh dia segera hamil." "Ibu, ini masih terlalu awal. Jangan terlalu menekan, kami baru menikah, dan dia masih muda!" Suara Arun terdengar datar tanpa emosi. Berbanding terbalik dengan suara sang ibu yang semakin keras."Ingat, dia kamu nikahi agar kamu segera punya keturunan bukan untuk numpang hidup enak. Apa gunanya kamu keluarkan banyak uang untuk dia kalau tak berguna," bantahnya.Perdebatan itu terus berlanjut, Aiska memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan mereka, meski topik pembicaraan mereka berkaitan dengan dirinya. Aiska mencengkeram selimut untuk menahan dadanya yang bergemuruh, antara gugup dan sedikit rasa takut."Heh kamu, jangan diam saja. Punya mulut itu bicara. Kalau gak sanggup memberi Arun keturunan mendingan kamu gak usah nikah sama Arun saja. Dasar wanita gak guna," kata Ibu Arun.Sungguh sakit hati Aiska mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Ibu Arun. Biar bagaimanapun mereka memang baru menikah. Dan dia juga istri sah Arun di mata hukum dan agama, tapi di mata Ibu Arun, Aiska seakan hanya numpang hidup pada Arun."Aku mau segera punya cucu, ku beri waktu kalian satu tahun. Kalau kalian tak segera punya momongan maka lebih baik kalian bercerai!" cerocos Ibu Arun. "Malam ini aku menginap di sini.” Wanita itu kemudian berlalu pergi meninggalkan kamar. Arun tampak keberatan tapi dia tak berani membantah. Brak! Suara pintu ditutup dengan kencang.Arun dan Aiska saling pandang, “Aku tahu ini tidak nyaman untukmu. Namun, kita harus tidur satu kamar jika anggota keluargaku datang.” Arun menghela napas. “Sofa itu tidak mungkin muat untukku, tapi sepertinya pas untukmu. Jika kau sudah merasa lebih baik, kau bisa pindah ke sini!” Arun menunjuk sofa yang dia duduki. Lelaki tersebut kembali berkutat dengan laptopnya.Untuk sepersekian detik Aiska terbengong, tetapi gadis itu kemudian beranjak dari tempat tidur. Pengantin baru tanpa malam pertama itulah yang terjadi antara Arun dan Aiska."Juragan ...," panggil Aiska."Jangan ganggu aku.” Suaranya yang mendadak meninggi membuat Aiska sedikit terkejut.Aiska melanjutkan ucapan dengan takut-takut, "Bolehkan aku minta bantal dan selimut?""Ambil selimut di almari, jangan manja," sungut Arun masih fokus dengan leptopnya.Aiska membuka almari yang tidak terkunci, dia mencari selimut yang lebih kecil untuk dirinya. Setelah menemukannya dia segera kembali ke sofa dan berbaring. Di mana kaki Aiska menyentuh paha Arun yang terbalut piama tidur. Tentu Aiska semakin tidak bisa tidur, dia tak nyaman. Berulang kali menggulingkan badan ke kanan dan ke kiri sehingga membuat Arun terganggu.“Kau bisa tenang?” Arun menoleh ke arah Aiska. Gadis itu kemudian meraih selimut untuk menyembunyikan wajah. Arun menghela napas panjang lalu keluar dari kamar membawa leptopnya, sementara Aiska memilih untuk memejamkan matanya.Ponsel Aiska berdering, ada nomor baru yang menelfonnya. Dia abaikan saja panggilan tersebut. Namun, malah panggilan itu terjadi berulang hingga Aiska kesal."Hallo, siapa ya?" tanya Aiska."Aiska, aku tahu kamu gak akan bahagia menikah dengan tua bangka itu. Mari kita balikan! Aku akan memuaskan kamu," suara Farid terdengar di seberang sana. Dia sekan tahu kalau Aiska tengah tak bahagia bersama Arun."Ayolah, jangan jual mahal!" ajak Farid. "Kamu pasti kesepian punya suami pria tua yang sudha tidak perkasa," bujuk Farid."Diam, jangan hubungi aku lagi!” ucap Aiska lalu menutup panggilan secara sepihak dan memblokir nomor Farid.Aiska memijat kening yang semakin nyeri. Masalah datang bertubi. Secara mendadak dia sudah menjadi istri orang, belum lagi mantan pacarnya yang gila itu seperti tidak mau lepas bak benalu. Ditambah, sikap mertuanya yang ingin segera memiliki cucu.Bagaimana Aiska bisa hamil, jika dia dan juragan Arun saja tak saling bersentuhan?Arun kembali ke kamar, dia tanpa menyapa Aiska dan langsung saja pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Setelah itu naik ke atas ranjang."Juragan...Juragan," panggil Aiska memberanikan diri.Tak mendapatkan jawaban, Aiska mendekatkan diri ke arah ranjang."Juragan, bagaimana ini? Ais bingung," kata Aiska."Berisik, bingung apa lagi?" tanya Arun kesal karena terganggu. "Jangan mendekat lagi!" larang Arun.Aiska memberanikan diri untuk bicara, dia tak mau jika terus kepikiran soal permintaan orang tua Arun."Juragan, Bagaimana saya bisa hamil kalau kita tidak saling bersentuhan? Sementara keluarga Juragan menekan kita untuk segera mempunyai keturunan," kata Aiska."Sudah jangan pikirkan hal itu, lagi pula waktu satu tahun itu masih lama," ucap Arun. "lebih baik kamu segera tidur dan jangan ganggu aku lagi," Arun menutupi tubuhnya dengan selimut.Aiska kembali ke sofa dan berusaha untuk tidur walaupun dia sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Sementara itu, terdengar dengk
Aiska tidak lama di kampus, mereka lalu pulang kembali. Sampai di rumah ada mobil yang asing bagi Aiska karena itu bukan mobil keluarga Arun."Juragan, sepertinya ada tamu," kata Aiska.Arun mengabaikan Aiska dan masuk ke dalam rumah. Dia melihat wanita yang selama ini dia cintai berada di sana."Nesya mengapa kamu ke sini lagi?" tanya Arun.Aiska melihat Nesya mendekati Arun dan memeluknya. Arun sama sekali tak menolak pelukan Nesya."Aku kangen kamu sayang, beberapa hari ini kamu tidak menemui aku. Makanya ku beranikan datang kemari. Aku takut dengan adanya wanita itu akan menggantikan posisi aku di hati kamu," jawab Nesya."Nesya, aku ngerti tapi tolong jangan sering ke sini. Aku akan temui kamu nanti," kata Arun.Nesya semakin erat memeluk Arun saat melihat ada Aiska. Dia sengaja membuat Aiska cemburu. Aiska yang sudah tak mampu melihat adegan selanjutnya segera masuk ke kamar."Sayang, apa kamu yakin tidak akan mencintai wanita itu?" tanya Nesya. "Aku ingin kita segera kembali, A
"Kenapa kamu melihat kami seperti itu? Kamu tahu kan kalau kami masih saling mencintai? Jadi aku harap kamu menyerah saja. Kalau tidak begitu, kamu beri Arun anak lalu tinggalkan dia," kata Nesya.Arun terlihat hendak melepaskan tangannya dari tangan Nesya tetapi Nesya justru memegangnya semakin erat."Sayang, beri tahu istri kamu ini dong. Kalau kamu masih sangat mencintai aku," kata Nesya. "Biar dia sadar diri, dia tidak sebanding dengan kamu," sambung Nesya."Nesya, lebih baik kamu pulang naik taxi. Jangan bikin kerusuhan ditempat umum," kata Arun."Sayang, kamu membela dia," kata Nesya kesal. "Katakan padanya, kalau kamu sayang sama aku," bujuk Nesya.Arun melihat ke arah Aiska, dia menatap Aiska yang menunggu ucapannya."Ini jam kuliah, kenapa kamu tidak di kampus? Kalau malas kuliah pulanglah, jangan ganggu kami," ucap Arun. "Dan ingat aku masih mencintai Nesya," kata Arun terlihat berat."Sudah dengar, jadi mendingan kamu pulang sana," usir Nesya. Nesya langsung mengajak Arun p
Aiska tidak akan mudah menyerah, dia akan berusaha untuk mendapatkan hati Arun Sanjaya. Dia tidak mempermasalahkan jika semua orang mengolok-oloknya karena menikah dengan Duda. Toh baginya Arun bukanlah Duda sembarangan."Ngapain bengong, sana ke dapur bantu Bibi siapkan makanan!" perintah Arun yang tanpa Aiska sadari sudah keluar dari kamar mandi.Aiska mencuci wajahnya sebentar lalu merapikan rambutnya dan keluar ke kamar mandi. Sebelum keluar Arun menarik tangannya."Jangan keluar pakai baju seperti itu! Kamu mau menggoda siapa?" tanya Arun.Aiska lupa kalau baju tidur yang dia pakai sedikit terbuka. Dia mencari baju rumahan lalu segera ke dapur setelah ganti baju."Makin lama makin mesum itu anak," omel Arun.Aiska membaut nasi goreng terenak untuk Arun. Dia tidak mau Arun kembali pada Nesya, wanita masa lalu yang harus dibuang jauh-jauh."Masak apa kamu?" tanya Nawang."Mama, aku kira siapa. Ini masak nasi goreng, Ma," jawab Aiska berusaha mendekatkan diri pada sang mertua.Nawan
Arun segera masuk ke kamar mandi, melihat tingkah Arun yang salah tingkah membuat Aiska tersenyum. Dia menunggu Arun kembali dari kamar mandi. Cukup lama Arun berada di dalam sana."Juragan, apa yang Juragan lakukan di dalam sana?" tanya Aiska.Tidak ada jawaban dari dalam hanya ada suara air saja. Aiska memilih duduk santai di tepi ranjang. Capek menunggu, Aiska berbaring di ranjang dengan posisi yang sangat menggoda.Arun yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut kala melihat Aiska berbaring."Sini, Juragan!" pinta Aiska.Arun naik ke atas ranjang melalui sisi yang lain. Dia sedikit menghindari pandangannya dari tubuh Aiska."Juragan aku sudah siap kalau Juragan mau," kata Aiska."Maaf aku belum bisa," kata Arun lalu berbaring membelakangi Aiska. Bukannya Aiska mundur dia malah mendekatkan tubuhnya ke Arun. Di peluknya Arun dari belakang. "Lepaskan!" pinta Arun.Aiska bergeming, dia masih memeluk Arun dengan erat. Bahkan dia menenggelamkan wajahnya di bahu Arun."Aku tahu Jura
Arun melayangkan bogem ke wajah Farid, Farid segera melakukan perlawanan. Namun, tenaga Farid tak ada apa-apanya di bandingkan Arun.Semua siswa mengerumuni mereka, Aiska berusaha melerai mereka . Arun yang terlanjur emosi hilang kendali."Stop, Mas!" pinta Aiska."Dia sudah mengganggu kamu Aiska, aku tidak akan membiarkan dia mengganggu kamu lagi," kata Arun.Tidak berapa lama satpam dan beberapa dosen datang dan melerai mereka."Ada apa ini?" tanya salah satu dosen."Pak, tolong jangan biarkan anak ini mengganggu Aiska. Dia berusaha melecehkan Aiska. Saya tidak terima, saya akan bawa kasus ini ke jalur hukum," jawab Arun. Arun sedang dipegangi oleh salah satu satpam."Aiska apa benar yang dikatakannya?" tanya dosen itu."Benar, Pak," jawab Aiska "Lalu anda ini siapanya Aiska?" tanya Dosen tadi pada Arun."Saya suami Aiska, Pak," jawab Arun jujur.Aiska tidak menyangka kalau Arun akan membongkar identitasnya secepat itu. Aiska kira, Arun tidak mengakuinya sebagai istri."Baiklah kal
"Ada perlu apa ya, Mas?" tanya Aiska."Apa aku boleh meminta nomor ponselmu? Siapa tahu kita bisa makan berdua," kata Bram."Maaf, Mas. Aku tidak hafal nomorku, ponselku tertinggal di dompet," tolak Aiska."Baiklah, bagaimana kalau kita main sebentar?" tanya Bram.Aiska tidak mengerti apa maksud Bram, dia hendak pergi tetapi lengannya dicekal oleh Bram."Aku yakin kamu sama seperti Nesya," kata Bram. "Bagaimana kalau aku membayar mu?" tanya Bram.Bram mendekati Aiska dan berusaha untuk mencium Aiska. Aiska menghindar sehingga hal itu tak terjadi."Jangan jual mahal, Nesya yang banyak uang saja mau denganku. Apalagi kamu gadis kampung yang matre, aku tahu kamu menikah dengan Arun karena harta, kan," ucap Bram.Bram ternyata tidak menyerah, dia berusaha meraba tubuh Aiska. Namun, segera ditepisnya tangan Bram."Jangan lancang! Jangan samakan aku dengan Nesya. Sekarang aku jadi tahu kalau kamu dan Nesya punya hubungan terlarang," kata Aiska. "Jangan pernah membujukku lagi. Karena itu sem
"Oh dia temanku waktu sekolah," jawab Bram. "Sudah, ayo tidur!" ajak Bram mengambil ponselnya di tangan Soraya.Sebenarnya Soraya tak sepenuhnya percaya. Hanya saja dia tak ingin ribut, dia sudah capek dan ingin segera tidur.Esok paginya, Aiska diajak Maura jalan-jalan. Tentu saja Maura meminta izin dulu pada Arun."Mas Arun, pinjam istrinya boleh kan?" tanya Maura."Pinjam aja, toh dia hari ini gak ada kuliah. Awas jangan ajari dia macam-macam," jawab Arun santai."Siap, bos," ucap Maura.Maura dan Aiska pergi setelah Arun pergi ke peternakan. Dalam perjalanan, Aiska mencoba mengorek informasi dari Maura."Ra, aku lihat keluarga kamu tidak suka sama Nesya. Apa salah Nesya?" tanya Aiska."Oh ya aku lupa mengingatkan kamu, kalau kamu ketemu Mas Bram hati-hati ya," kata Maura. "Kami benci sama Nesya karena dia pernah selingkuh dengan Mas Bram. Mereka menjalin hubungan terlarang, tetapi Mas Arun tak pernah percaya," kata Maura."Apa Soraya tahu?" tanya Aiska penasaran."Tidak, yang Mbak