Home / Romansa / Istri Penebus Hutang / Suami Tak Punya Perasaan

Share

Suami Tak Punya Perasaan

"Kenapa kamu melihat kami seperti itu? Kamu tahu kan kalau kami masih saling mencintai? Jadi aku harap kamu menyerah saja. Kalau tidak begitu, kamu beri Arun anak lalu tinggalkan dia," kata Nesya.

Arun terlihat hendak melepaskan tangannya dari tangan Nesya tetapi Nesya justru memegangnya semakin erat.

"Sayang, beri tahu istri kamu ini dong. Kalau kamu masih sangat mencintai aku," kata Nesya. "Biar dia sadar diri, dia tidak sebanding dengan kamu," sambung Nesya.

"Nesya, lebih baik kamu pulang naik taxi. Jangan bikin kerusuhan ditempat umum," kata Arun.

"Sayang, kamu membela dia," kata Nesya kesal. "Katakan padanya, kalau kamu sayang sama aku," bujuk Nesya.

Arun melihat ke arah Aiska, dia menatap Aiska yang menunggu ucapannya.

"Ini jam kuliah, kenapa kamu tidak di kampus? Kalau malas kuliah pulanglah, jangan ganggu kami," ucap Arun. "Dan ingat aku masih mencintai Nesya," kata Arun terlihat berat.

"Sudah dengar, jadi mendingan kamu pulang sana," usir Nesya. Nesya langsung mengajak Arun pergi karena Aiska tidak kunjung pergi.

Masalah selalu datang bertubi-tubi, Aiska merasa sakit melihat suaminya bersama wanita lain. Apalagi mereka tampak mesra di depan Aiska.

Aiska memutuskan pulang ke rumah, dia langsung saja masuk kamar dan menguncikan diri. Sakit karena tak ada yang mengerti perasaannya. Tak ada yang mau membantu dia lari dari masalah ini.

Terdengar mobil Arun, Aiska enggan untuk keluar kamar. Dia merasa kesal dengan sikap Arun yang tak punya perasaan.

"Aiska....," teriak Arun. Aiska tersentak, dia segera keluar dari kamar. "Apa maksud semua ini? Siapa yang menyebarkan foto pernikahan kita?" tanya Arun marah.

"Ti-tidak tahu, Juragan," jawab Aiska. "Tadi di kampus juga heboh karena foto itu. Makanya aku tidak ikut jam pelajaran," kata Aiska berbicara yang sebenarnya.

"Kamu bodoh Aiska, apa ini kelakukan mantan kekasihmu itu? Aku yakin dia pelakunya," kata Arun. "Karena hal ini, Nesya marah," kata Arun.

"Jangan salahkan aku, Juragan. Pernikahan ini terjadi juga karena kemauan Juragan," bantah Aiska. Dia terlalu lelah jika harus ditindas. "Kalau Juragan tidak meminta aku menerima pernikahan ini, maka tidak akan terjadi. Juragan sendiri yang menjadikan aku jaminan hutang keluargaku," sambung Aiska.

Arun menatap nyalang ke arah Aiska, dia tidak menyangka Aiska berani membantahnya. Dia kira Aiska perempuan yang lemah dan akan menurut dengannya.

"Lebih baik sekarang kita jalani semua dengan baik. Kita turuti apa kemauan keluarga Juragan. Setelah itu, Juragan bisa ceraikan aku dan menikah lagi dengan Nesya," ucap Aiska enteng. Padahal hal itu tidak semudah yang dia ucapkan.

Semua tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi nanti. Tetapi Aiska tidak bisa tinggal diam, dia tertekan sana sini.

"Kamu ingin kita punya anak lalu aku menceraikan kamu?" tanya Arun.

"Ya, Juragan boleh ceraikan aku setelah aku melahirkan anak Juragan," jawab Aiska. "Untuk apa aku bertahan, kalau Juragan tak pernah menghargai aku," sambungnya.

Arun memikirkan ucapan Aiska, dia menyetujui apa yang Aiska katakan tadi. Mereka membuat perjanjian kedua yang harus mereka tanda tangani.

"Apa Juragan tidak takut kalau suatu saat mencintaiku?" tanya Aiska. Dia bukannya percaya diri tetapi dia ingin tahu bagaiman jawaban Arun. Lagi pula hari esok dan seterusnya tidak ada yang tahu.

Arun tersenyum remeh, dia merasa pertanyaan Aiska lucu sekali.

"Mencintaimu? Aku rasa tidak mungkin terjadi," jawab Arun. " Di hati aku hanya ada Nesya, jadi kamu tidak bisa bersaing dengan Nesya untuk mendapatkan aku," kata Arun.

"Baiklah, kita lihat saja nanti," kata Aiska.

Arun tidak tahu kalau Aiska punya rencana sendiri nantinya. Yang terpenting saat ini Arun mau menyentuhnya dan membuatnya segera hamil. Bukan karena Aiska terlalu berhasrat tetapi dia ingin segera lepas dari masalah ini secepatnya.

Aiska menandatangani surat perjanjian yanga Arun buat. Begitu juga dengan Arun, mereka membubuhkan tanda tangan.

Kesepakatan yang mereka buat, menjadi awal yang baru untuk hubungan Aiska dan Arun.

"Apa??? Wanita itu meminta cerai setelah dia melahirkan anak darimu?" tanya Nesya. Arun menelfon Nesya dan memberitahukan semuanya.

"Benar sekali, setelah itu kita bisa menikah lagi. Aku harap kamu juga segera menikah, agar nanti kita bisa bersama lagi," jawab Arun.

"Mudah saja soal itu, aku biasa membayar orang untuk aku nikahi sementara," kata Nesya enteng seakan mempermainkan sebuah ikatan pernikahan.

Nesya mengharapkan Arun tidak mencintai Aiska salama masa perjanjian tersebut. Karena jika itu terjadi semua perjanjian akan berubah. Arun merupakan pria yang tak akan melepaskan wanita yang dia cintai.

Malam itu Aiska berada dalam satu kamar dengan Arun. Mereka kini tinggal dalam satu kamar, bahkan satu ranjang.

Aiska yang baru pertama kali tidur di dekat Arun merasa canggung. Dia tidak pernah tidur satu ranjang dengan pria walaupun itu saudaranya.

"Tidur, jangan berharap aku menyentuhmu sekarang," kata Arun menoleh ke arah Aiska. "Kalau kamu tidak tidur yang ada kamu menggangguku," ucapnya.

Aiska memaksakan diri memejamkan matanya, walaupun tidak langsung terlelap. Hatinya mendadak berdebar-debar. Arun yang tidur di sebelahnya sudah sampai ke alam mimpi sajak tadi.

Saat Aiska mencoba menenangkan hatinya, tangan Arun mendadak merangkul pinggang Aiska dari belakang.

"Nesya...aku mencintaimu," ucap Arun.

Baru saja hati Aiska senang kini mendadak sakit.

"Arun, akan ku buat kamu jatuh cinta padaku. Akan ku buat semua berubah menjadi lebih baik," batin Aiska. "Dan hanya namaku yang kamu sebut setiap saat," ucapnya dalam hati.

Arun memegangi pinggang Aiska semakin erat. Aiska membiarkan tangan kekar itu memeluknya. Lagi pula bukan dirinya yang memulai tapi Arun sendiri. Jadi Aiska tidak akan mau di salahkan jika sesuatu terjadi di antara mereka.

Akhirnya Aiska dan Arun sama-sama terlelap. Tanpa mereka sadari, mereka berpelukan. Hingga pagi hari tiba, Arun yang pertama membuka mata terkejut.

"Minggir...minggir...," usir Arun sambil menyingkirkan tangan dan kaki Aiska yang ada di tubuhnya.

Perlahan Aiska membuka mata, dia sama terkejutnya dengan Arun. Tanpa Aiska sadari Arun malah menatap pada buah dada Aiska yang sedikit menonjol karena baju tidurnya memiliki kerah yang rendah.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Aiska.

"Ti-tidak, aku mau ke kamar mandi. Angkat kakimu!" perintah Arun gugup.

Aiska bukannya menurunkan kakinya, dia malah kembali memuluk Arun. Sehingga membuat Arun sedikit menjauh.

"Hentikan Aiska, aku belum siap. Dasar cewek mesum," ucap Arun kesal.

Pagi itu kelakian Arun di uji oleh Aiska, namun Arun masih bisa mempertahankannya.

"Sampai kapan kamu begini?" tanya Aiska dalam hati sambil melihat Arun yang berjalan ke kamar mandi.

Bagaimana kelanjutan Arun dan Aiska? Akankah mereka merajut tali cinta kasih?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status