Arun memeluk Aiska, lalu di lepaskan pelukannya dan di pandangi wajah Aiska. Wajah keduanya sangat dekat, Aiska mendadak gugup. Jantungnya terus berdetak lebih cepat dari biasanya.Arun mendekatkan wajahnya lebih dekat, hanya berjarak satu senti dari wajah Aiska. Aiska yang gugup reflek memejamkan mata.CupSatu kecupan mendarat di bibir Aiska. Aiska yang belum pernah merasakan hal itu seketika menjadi panas dingin."Jangan kaku," kata Arun.Aiska membuka mata, baru saja mata terbuka Arun kembali mengecup Aiska. Kali ini lebih lama dan bukan lagi kecupan melainkan ciuman.Aiska merasa malu karena dia hanya bisa diam layaknya patung. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan di situasi seperti ini."Sepertinya kamu belum pernah," kata Arun. Aiska hanya menganggukkan kepala. "Sini aku ajari," kata Arun.Dan akhirnya Arun menjadi guru les privat Aiska dalam hal bercinta. Malam itu, apa yang diinginkan Aiska terjadi. Mereka merajut tali cinta bersama.Meskipun cinta belum tumb
Arun mengantarkan Soraya dan kedua anaknya pulang. Setelah itu dia pulang ke rumah. Saat itu Aiska belum pulang dari kampus.Mengingat Nesya yang melindungi Bram tadi, Arun menjadi uring-uringan. Dia tak menyangka Nesya sangat sayang dengan Bram."Aku gak nyangka Nesya sejahat itu. Aku yang tulus mencintai dia malah di khianati," kata Arun sedih.Arun tampak emosi, dia melempar beberapa barang yang ada di kamar. Saat itu Aiska masuk ke dalam kamar, dia terkejut melihat kamar yang berantakan."Mas, bagaimana keadaan anak-anak Soraya?" tanya Aiska."Diam, bukan urusanmu," bentak Arun.Seketika Aiska sadar kalau Arun tengah marah, dia meninggalkan Arun sendiri di dalam kamar. Dia tak ingin menambah emosi Arun.Arun keluar dari dalam kamar dan pergi entah kemana tanpa pamit pada Aiska. Aiska khawatir Arun akan menyetir dalam ke adaan emosi. Dia hendak mencegah Arun agar tidak pergi tetapi mobil Arun sudah keluar dari halaman rumah.Arun mengendarai mobil menuju ke sebuah club. Dia sudah l
"Kabar apa, Dok?" tanya Mama Maya."Selamat, Bu Maya telah hamil, Bu," jawab Dokter.Jika menurut Dokter itu kabar bahagia, namun tidak dengan keluarga Maya. Hal itu sebuah aib. Dokter merasa aneh dengan ekspresi mereka yang mendadak berubah."Saya permisi dulu, Pak, Bu," ucap Dokter lalu meninggalkan mereka berdua.Marno, bapaknya Maya langsung masuk ke dalam ruangan di mana Maya berada. Marno harus menanyai anaknya soal kehamilan itu."Maya, apa kamu punya pacar?" tanya Marno.Maya menatap ibu dan bapaknya bergantian, "aku baru saja di putusin oleh Farid, Pak," jawab Maya sedih."Dia tidak bisa memutuskan kamu begitu saja," kata Marno. "Dia harus bertanggung jawab," kata Marno.Maya tak mengerti apa yang di maksudkan Bapaknya tentang tanggung jawab."Tanggung jawab apa, Pak?" tanya Maya."Tanggung jawab atas anak yang kamu kandung," jawab Marno.Mendengar dirinya hamil, Maya sangat terkejut. Maya tak menyangka dia akan hamil anak Farid. Orang yang tidak pernah melihat pengorbanan di
"Maaf saya tidak pernah melihatnya, tuan," jawab pembantu Farid."Maya, lebih baik kamu ajak orang tua kamu pulang. Saksi sudah mengatakan kalau dia tak pernah melihat kalian di kamar," kata Agung. "Kecuali kamu punya saksi lain yang lebih kuat, baru kami akan pertimbangkan," kata Agung.Kali ini keluarga Maya pulang dengan tangan hampa. Keluarga Farid kekeh tidak mau bertanggung jawab jika tidak terbukti. Sebenarnya ada saksi lain yaitu Aiska tetapi Maya tak berani meminta tolong padanya. Terlebih lagi dia telah mengkhianati Aiska."Bapak tidak mau tahu, kamu harus selesaikan masalah ini. Apa tidak ada saksi lain?" tanya Marno."Ada, Pak. Aiska," jawab Maya. "Tetapi dia sudah membenciku karena aku telah mengkhianati dia," sambung Maya."Coba bujuk Aiska, siapa tahu mau membantu," kata Sinta. "Gak mau, Bu. Dia pasti akan menertawakan aku," kata Maya.Harapan dan saksi kedua adalah Aiska namun Maya tak mau meminta bantuan Aiska lagi. Dirinya merasa malu untuk berhadapan dengan Aiska.
Ketahuan mengagumi tubuh sang suami membuatnya merasa malu. Namun, pertempuran pagi itu membuat Aiska melupakan rasa malunya."Ingat, kita melakukan semua karena berharap segera punya keturunan bukan karena aku mencintai kamu. Dan jangan harap aku bisa mencintai gadis seperti mu," kata Arun lalu dia ke kamar mandi."Maksudnya apa? Memang aku gadis seperti apa sih? Miskin maksud dia?" tanya Aiska pada dirinya sendiri. Arun keluar dari kamar mandi, kini gantian Aiska yang segera mandi. Saat Aiska keluar dari kamar, Arun sudah tak ada di rumah.Saat Aiska tengah sarapan, Maura datang. Dia membujuk Aiska agar mau ikut dengannya ke salon."Apa gak sayang uangnya," kata Aiska."Aduh uang suami itu memang buat dihabisin Ais. Suami aku aja selalu mendukung aku, dia justru senang aku menghabiskan uangnya," kata Maura. "Yang penting kita gak lupa kodrat dan kewajiban kita buat melayani suami," sambung Maura.Maura menarik tangan Aiska agar segera ganti baju. Mau tak mau Aiska ikut dengan Maura
Di saat seperti ini tidak ada orang yang bisa Aiska ajak curhat. Dulu selalu ada Maya, tetapi dia terlalu membenci Maya."Ternyata aku gak sekuat yang aku bayangkan," kata Aiska. "Semua terasa lebih sakit," kata Aiska.Aiska benar-benar tak kuat, rasanya dia ingin menyerah saja dan meminta Arun menceraikannya. Namun, misi mereka belum selesai.Sementara itu, Arun yang berada di rumah Nesya tampak tidak tenang. Tidak seperti biasanya, kali ini Arun merasa ingin pulang. Dan tak nyaman berada di rumah Nesya."Kamu menginap, kan? Aku kangen kamu," kata Nesya."Maaf Nesya, aku harus pulang," jawab Arun."Apa kamu mulai mencintai dia?" tanya Nesya sedih."Tidak, tapi aku juga gak bisa di sini," jawab Arun hendak beranjak tetapi Nesya langsung memeluk Arun."Jangan pergi! Di sini saja, temani aku," kata Nesya.Arun melepaskan tangan Nesya dan segera pergi tanpa berbicara sepatah katapun. Dia teringat ucapan Aiska tempo hari. Dia merasa dia telah bersalah. Namun, untuk mengakui semua Arun tak
Arun berdiri di ambang pintu, ternyata dia menyusul Aiska ke rumah sang mertua."Juragan, silahkan masuk!" perintah Pardi.Arun masuk, dia duduk di kursi tunggal dekat Sinta. "Jangan pernah sangkut pautkan Aiska dengan masalah Maya. Aku gak akan tega Aiska dekat kembali dengan Farid," kata Arun. "Harusnya Maya malu, dia sudah menyakiti Aiska, tetapi masih saja ingin meminta tolong," kata Arun."Juragan, aku mohon! Hanya Aiska yang bisa membantu Maya," kata Sinta memohon penuh iba."Itu semua salah Maya sendiri. Dia yang sudah melakukan kesalahan jadi resikonya buat dia tanggung sendiri," kata Arun. "Lagi pula sekarang Aiska bukan lagi teman Maya," lanjut Arun.Pardi akhirnya angkat bicara, dia yang sejak tadi menyimak akhirnya bersuara."Aku yakin ada cara lain, tanpa melibatkan Aiska. Lagi pula Aiska juga sudah punya kehidupan sendiri. Jangan ganggu dia lagi!" ucap Pardi."Aiska, Ibu mohon bantu Maya," kata Sinta."Maaf, Bu. Aiska gak bisa," kata Aiska."Ibu.. ngapain sih ke sini? M
"Sialan....," teriak Nesya sembari membanting ponselnya ke lantai. "Suara itu menjijikan sekali, ini pasti ulah wanita kampungan itu," kata Nesya.Desahan Aiska dan Arun masih terngiang di telinga Nesya. Dia tak bisa memejamkan mata, dia tak bisa tidur. Dia memilih untuk mendatangi Aiska di rumah Arun.Sampai di rumah Arun, lampu sudah padam. Kemungkinan sudah pada tidur.Nesya menggedor pintu rumah Arun, lampu menyala. Dan Arun membuka pintu."Aku sudah yakin kalau kamu yang datang," kata Arun."Mana wanita kampungan itu, dia sengaja memamerkan kemesraan itu kan," kata Nesya."Sayang, siapa?" tanya Aiska yang muncul di belakang Arun. Aiska memakai piyama tidur, dia terlihat lebih cantik dari Nesya. "Oh kamu, udah dengar ya tadi. Ups pasti kepanasan," kata Aiska."Kurang ajar kamu," pekik Nesya hendak meraih rambut Aiska. Namun, Arun melindungi Aiska."Pergi! Jangan buat keributan di sini!" usir Arun."Gak, aku gak akan pergi," kata Nesya menerobos masuk ke dalam namun dihalangi Arun.