Mobil yang dikendarai oleh Sean sampai di kediaman mewah Zayyan. Segera dokter tanpan itu keluar dari sana dengan langkah tergesa-gesa. "Selamat malam, Tuan," sapa para pengawal yang berjaga di gerbang mansion."Buka pintunya!" titah Sean tak sabar."Maaf, Tuan. Anda tidak bisa masuk tanpa izin dari tuan muda," sarkas salah satu pengawal menahan Sean. "Dengan atau tidak adanya persetujuan dari dia, aku tidak boleh!" tukas Sean menatap para pengawal itu dengan tajam. "Sekarang cepat buka pintunya!" desak Sean lagi. Para pengawal itu menahan Sean agar tidak masuk ke dalam gerbang. Tidak boleh ada yang keluar masuk ke dalam mansion mewah itu tanpa izin dari yang empunya.Sean berusaha melawan dan tetap keukeh untuk masuk. Namun, dia tak mampu mengalahkan kelima pengawal yang memiliki badan kekarnya."Sebaiknya Anda segera pergi dari sini, Tuan. Sebelum kami benar-benar berlaku kasar pada Anda!" ancam salah satunya menatap Sean dengan soroton mata yang tajam. "Aku tidak akan pergi seb
"Apa yang sudah kau lakukan pada adikmu, Zevanya?!" Miko menatap putrinya itu dengan marah.Zevanya duduk santai dengan kaki saling menyilang satu sama lain. Dia memegang gelas yang berisi anggur manis untuk meredakan amarah dan emosi yang terasa membuncah di dalam dadanya. "Aku hanya memberinya sedikit pelajaran karena sudah berani bermain-main dengaku," sahut Zevanya menempelkan bibirnya pada tepi gelas, lalu menyesap air di dalamnya sehingga menimbulkan perasaan tenang ketika anggur itu menjalar di kerongkongannya. "Bermain-main denganmu? Bukankah selama ini kau yang meninggalkan Zayyan dan Ar, lalu membiarkan Zea menggantikan posisimu?" geram Miko tak habis pikir.Zevanya tersenyum miring. Dia melirik sang ayah yang menatapnya malang. Pria tua itu sama sekali tak memahami apapun yang dirinya rasakan. Bahkan dirinya selalu menjadi korban dan tertuduh karena keegoisan ayahnya tersebut. Wanita itu kembali menyesap anggur dalam gelasnya, sebelum menjawab pertanyaan sang ayah."Apa
"Zevanya menolak untuk berpisah," ucap Josua duduk di sofa sambil melirik Zayyan yang tanmpak frustasi. "Lalu, apa kau sudah membuat surat gugatan cerai?" Zayyan menghembuskan napasnya kasar. "Sudah! Ketika aku mengirimnya, wanita itu malah merobek tanpa sisa," jawab Josua. Terdengar helaan napas panjang dari mulut Zayyan. Beberapa kali lelaki tampan kesayangan sejuta umat manusia itu mengusar rambut dan wajahnya."Lalu bagaimana dengan berita yang sudah tersebar di media?" tanya Zayyan lagi. Pria itu menunggak wine dalamn gelasnya hingga tandas tak bersisa. "Niko sudah membereskannya," jawab Josua. Zayyan menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Bukan masalah ini yang membuat dirinya terlihat frustasi, tetapi sikap Zea yang mulai dingin dan sama sekali tak mau melihatnya, hal itulah yang membuat hati Zayyan berdenyut sakit. Zea adalah sumber kebahagiaannya, dia sanggup menghadapi apapun di dunia ini selagi Zea selalu ada untuknya. Namun, sekarang dia tidak lebih dari pria yan
"Son!" panggil Zea masuk ke dalam kamar Ar sembari membawa segelas susu."Mommy!" seru Ar teresenyum sumringgah. Lelaki kecil itu sedang menonton kartun kesukaannya. "Ini susunya." Zea duduk di dekat Ar. Sejak hamil, Zea tidak diperbolehkan ke mana-mana. Bahkan dia berhenti menjadi model atas permintaan Zayyan, agar dia fokus mengurus Ar dan bayi dalam kandungannya. "Terima kasih, Mommy!" Ar mengambil susu tersebut. "Pelan-pelan, Son. Masih panas," tegur Zea membantu Ar meminum susunya. "Susu buatan Mommy selalu enak Ar syuka sekali!" serunya dengan mata berbinar-binar. Zea tersenyum melihat wajah bahagia Ar. Hingga kini dia belum berani mengakui pada Ar siapa dirinya? Entah, kenapa dia takut melukai hati keponakannya itu? Zea tak mau Ar sedih mengetahui kebenaran bahwa dia hanya ibu palsu pria kecil itu. Zea juga takut Ar benci padanya karena selama ini sudah berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya. "Sayang!"Keduanya menoleh ke arah pintu masuk. Tampak Zayyan datang de
"Selamat datang, Tuan," sapa Miko membungkuk hormat meyambut kedatangan Leigh di rumahnya. "Di mana wanita itu?" tanya Leigh tanpa basa-basi."Wanita siapa, Tuan?" tanya Miko yang tidak paham siapa yang dimaksud oleh Leigh."Zevanya," jawab Leigh dingin."Dia sudah kembali ke rumah Marvin, Tuan," jawab Miko. Leigh duduk di sofa ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang pelayan meyuguhkan minuman dan cemilan untuknya. "Kau tahu maksud kedatangku ke sini, Miko?" tanya Leigh tanpa melihat wajah besannya itu. Dia tampak menatap kosong ke depan dengan kedua kaki saling menyilang dan kedua tangan berdiam nyaman di dalam saku celananya. Miko menggeleng dengan wajah polosnya karena memang dia tidak tahu maksud kedatangan besannya tersebut. "Aku sudah katakan padamu, jangan biarkan Zevanya kembali," ujar Leigh dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Maaf, Tuan." Miko menunduk malu. Leigh diam sejenak. Entah kenapa bayangan Zea tadi masih saja terngiang di kepalanya. Hal itu membuat dia semak
Zayyan mengepalkan tangannya sangat kuat, ketika melihat Sean memeluk Zea. Apalagi lelaki itu berkata ingin menikahi Zea dan mempertanggungjawabkan janin yang ada dalam kandungannya. "Brengsek!"Pria tampan itu keluar dari mobil dan langsung memukul Sean dengan membabi buta.Bugh! Bugh! Bugh! Pukulan demi pukulan lelaki itu layangkan di wajah Sean."Kakak, hentikan!" teriak Zea histeris. Wanita ini sedikit trauma dengan perkelahian. Zayyan mencengkram kerah baju yang dipakai oleh Sean. Tatapan matanya tampak merah dan penuh amarah. Sean malah tersenyum mengejek. "Kau benar-benar tidak gentlemen, Zayyan!" ujarnya. "Apa maksudmu berkata ingin menikahi Zea?" tanya Zayyan dengan penuh amarah. Sorot matanya seolah mampu menelan Sean hidup-hidup."Masih kurang jelas?" Sean menyunggingkan senyuman, tanpa peduli dengan darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Aku akan menikahi Zea. Aku akan merawat benih yang sengaja kau tanam di rahimnya," sahut Sean penuh penekanan dan keyakinan. Dia t
Zayyan tertegun saat Zea memeluknya dari belakang. Lelaki itu berbalik menatap Zea yang sudah bersimbah dengan air mata."Maafkan aku, Kak. Maafkan aku, aku hanya tidak mau merusak kebahagiaan kak Zeva. Aku juga mencintaimu, Kak. Aku menyayangimu dan Ar, sangat!"Zayyan tak mampu menahan air mata harunya ketika Zea mengatakan mencintai dirinya. Jantungnya berdebar kian kencang. Ada rasa hangat yang menjalar masuk ke dalam sana. "Aku juga mencintaimu, Zea."Zayyan memeluk tubuh Zea sambil menangis dengan bahagia. Pria aroggan dan dingin itu seperti anak kecil jika berada di dekat Zea. Dia selalu tak mampu menahan getaran rasa yang terasa menjalar. Zea melingkarkan tangan mungilnya di pinggan Zayyan. Satu hal yang selalu dia rasakan setiap kali memeluk Zayyan adalah nyaman, sangat nyaman. Bolehkah kali ini Zea sedikit egois ingin bertahan di samping Zayyan tanpa memikirkan perasaan kakaknya. "Aku benar-benar tidak mau kehilanganmu, Zea. Aku tidak mau." Lelaki itu semakin erat memeluk
"Lho, kenapa mommy ada dua?" tanya Ar yang kebingungan.Zayyan langsung berdiri. Dia menggeser tubuh Zea agar berlindung di belakangnya. "Ar, sama Mommy di kamar ya!" perintah Zayyan. "Daddy, yang mana Mommy? Kenapa Mommy ada dua?" Pria kecil itu menatap Zevanya dan Zea secara bergantian. "Sayang, tolong bawa Ar masuk ke kamar ya. Biar aku yang selesaikan, semua akan baik-baik saja." Masih sempat-sempatnya lelaki itu mengecup kening Zea. "Daddy, kenapa tidak dijawab?" protes Ar yang sedari tadi merasa bahwa Zayyan tak mau menanggapi pertanyaannya. "Nanti Daddy akan jawab. Sekarang masuklah ke kamar, Son!" titah Zayyan dengan suara lembut. Zea segera membawa Ar masuk ke dalam kamar. Wajah wanita itu pucat fasih ketika melihat kedatangan kakak kembarnya. Semua anggota keluarga berkumpul di sana. Kedatangan Zevanya seolah membuat mereka semua bungkam. Para pelayan pun terkejut, karena selama ini mereka memang tak pernah melihat Zevanya dan Zea secara bersamaan. Bahkan mereka juga