Ceklek. Lampu ruang tamu yang semula padam, seketika menyala. Ruangan besar itu, terang benderang. Kinan yang berjalan berjingkrak, hendak masuk ke kamarnya, akhirnya ketahuan. Dia pun berhenti sambil menarik nafas pasrah.Guruh duduk di ruang tamu, sambil bersandar di sofa. Wajahnya kusut dan tampak sangat sedih. Guruh membesarkan Kinan, dengan segala daya yang dia punya. Dulu, dia hanya seorang pedagang yang kebetulan menjadi langganan Anaya, membeli bahan-bahan untuk membuat kue. Anaya belajar banyak dari kelihaian Guruh mengatur keuangan. Sebelum istrinya meninggal, Kinan sangat disiplin dan teratur. Dia juga anak yang penyayang. Sikapnya berubah setelah mamanya meninggal. Dia jadi pendiam, dan tidak banyak bicara. Setelah Guruh menikah, sikapnya berubah lagi, dia menjadi susah diatur, kasar dan keras kepala. "Dari mana kamu?" tanya Guruh."Apa peduli Papa?" Kinan balik bertanya. Dengan berani, anak itu melipat tangan di dada, lalu membuang pandangan ke sembarang arah. Sama
"Brengsek. Brengsek. Brengsek," Umpat Awan. Dia menendang kerikil di jalanan sambil mengumpat habis-habisan. Awan baru saja dirampok. Kotak perhiasan milik Mona dan dompet berisi semua kartu atm dan kartu kredit, raib di bawa para preman. Ditambah lagi dengan perutnya yang sakit, akibat mendapatkan dua kali tonjokan dari preman kepala plontos, yang selalu bicara dengan memaki dan mengumpat. Dia bilang apa tadi? "Dasar laki-laki kere. Kalau mau gaya, pake uang sendiri. Gajinya dia hambur-hamburin, giliran mau gaya, malah pake uang istri. Dasar benalu bau apek." Awan meninju udara berkali-kali. Dia sengaja berhenti di salah satu jembatan, yang airnya sedang meluap akibat banjir. Meresapi perkataan preman plontos, membiarkan hatinya sakit dan agar tetap mengingat apa yang terjadi padanya hari ini. Mereka terlalu meremehkan kekuatan Arwana Gazali. Tidakkah mereka tau, jika dia adalah seorang sutradara terkenal? Dia bisa membuat isu, untuk menjatuhkan harga diri mereka. Tapi, siapa
(Lusa acara Kak Luna kan?) (Iya. Setelah acara, kita ke puncak yah. Tanah yang kita incar udah mau dilepas sama pemiliknya. Hanya saja, harganya agak mahal Ze.)(Gak apa-apa, mahal Ga. Yang penting, tempatnya bagus. Emang kamu udah pernah ke sana?) (Belum pernah sih. Cuman aku dah dikirimin foto sama video, yang mereka take dari dron. Menurut aku tempatnya keren.)(Ya udah. Kalo emang bagus, ambil aja. Kan kita patungan. Haha.)(Iya juga sih. Aku kasih tau temen-temen yang lain yah?!)(Nanti mereka juga pada ikut liat tuh tanah?)(Iya dong Ze. Kan kita patungan. Haha)(Ok. Bye Arga.)(Bye Ze)Zea tertegun lama, menatap layar ponsel. Kadang dia sering bingung dengan perasaannya sendiri. Jantungnya sering berdegup saat bersama Arga. Saat bertemu langsung, atau bicara lewat chat. Ada rasa ingin dimiliki oleh pria muda yang cerdas dan baik itu. Dia merasa jika Arga, selalu menaruh perhatian yang lebih padanya. Tapi, tipe seperti Arga, seperti tipe yang membosankan. Tidak menantang ad
"Benar Bunda. Masa Bunda ragu sama kemampuan anak sendiri?" canda Bara pada Nilam. Mereka berdua sedang duduk di taman panti. Sedikit agak menjauh dari kerumunan anak-anak, yang sedang berebut susu kotak dan biskuit, yang baru di bawa Bara. Nilam tersenyum manis. Di usianya yang sudah senja, dia ingin sekali mengetahui keberadaan cucu tunggalnya. Tidak mudah mendekati anak itu, karena ada saja halangan dan rintangan bagi orang yang dia perintahkan.Usaha terakhir Nilam saat ini adalah meminta Bara. Salah satu anak asuhnya yang berhasil menjadi seorang detektif profesional. Ternyata, Bara dulu juga sempat berteman dengan Hendrawan, sebelum pria itu keluar dari dunia rahasia mereka, dan banting stir menjadi seorang pengusaha. Siapa yang akan menduga, jika kemudian Hendrawan menikahi wanita yang anaknya akan menjadi cucu mantu Nilam. Dari Hendrawan pula, Bara mendapatkan informasi, jika Calvin yang adalah menantunya, merupakan cucu dari Nilam. Wanita dengan sejuta misteri. Wanita
"Selamat datang. Lho. Mas Rian?" Arga terkejut, setelah melihat siapa yang digandeng Zea datang ke acara tujuh bulanan Aluna."Arga? Oh. Jadi ini acara tujuh bulanan siapa? Kamu udah nikah?" Tanya Rian beruntun. Pasalnya, Zea tidak memberitahukan Rian, jika mereka akan datang ke acara keluarga Mahendra. Rian sudah terbiasa dengan keluarga ini karena hubungan dekat mereka dengan Arumi, mantan tunangannya. Zea terkejut, mendengar Arga menyapa Rian dengan hangat. Niat untuk mendapatkan perhatian Arga, jadi gagal total. Dia memang tidak tau menahu, jika Rian dan Arga saling kenal. "Lho? Udah kenal toh?" ucap Zea.Arga dan Rian menatap Zea, lalu mengangguk bersama-sama. "Kenal Ze. Mas Rian temennya Kak Luna. Sering hang out bareng kita. Aku lho yang bingung. Kamu kenal Mas Rian di mana?" "Mau aku jadiin istri, Ga. Gimana menurut kamu? Cocok gak?" tanya Rian, sambil tangannya menepuk tangan Zea, yang terus menggandengnya sejak tadi. Tentu saja Arga terkejut. Dari Aluna, Arga tau, Aru
Arga menatap Rian yang terlihat gelisah dan tidak nyaman. Zea mengikuti pandangan Arga, lalu mengerti, jika Arga kurang enak dengan Rian. "Ngomong aja Zea. Di sini aja, gak apa-apa. Mereka keluarga aku," kata Arga. Acha yang sedang sibuk menyuapi puding ke mulutnya, menghentikan gerakan tangannya. Lalu, menatap Zea dengan heran. Anaya memang pernah membicarakan seorang gadis, yang ciri-cirinya, sama seperti gadis di hadapannya ini. Namun, Anaya tidak bilang jika gadis ini, adalah gadis yang punya tingkat kesopanan yang kurang dari cukup. Eh. Atau gimana sih bahasanya? 😅Bulan yang sedari tadi ditatap dengan tatapan tajam oleh Zea, tetap bergeming. Wanita itu, sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Zea. "Ini penting Ga. Come on. Bentar doang kok," rengek Zea. Acha mengetuk meja dengan jarinya, sambil menatap Arga dengan mata melotot. Arga menarik nafas lalu tersenyum, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dalam hati dia merutuki keadaannya sekarang. Menga
Istri Lusuh 115"Aow. Sakit. Lepasin gak?" Sentak Arumi. Edward tidak tinggal diam. Dengan sigap, dia menahan tangan Rian yang mencekal pergelangan tangan Arumi. "Jangan kasar sama perempuan, Bro.""Jangan ikut campur kamu. Siapa sih kamu?""Saya tidak terima yah, calon istri saya, anda perlakukan seperti ini. Saya bisa tuntut anda, dengan pasal kekerasan," Tegas Edward. Seketika cekalan tangan Rian mengendur dari pergelangan tangan Arumi, saat mendengar pernyataan Edward. Lalu, dengan kasar, Arumi menyentak tangannya dari pegangan tangan Rian. Dia mengusap-usap pergelangan tangannya yang sakit. "Calon istri? Anda jangan bercanda yah. Tidak mungkin Arumi mendapatkan calon suami secepat ini. Oh. Atau kamu. sudah selingkuh sama dia, pas lagi sama aku yah? Karena itu, kamu dan keluarga kamu membatalkan pernikahan kita?" Sentak Rian pada Arumi. Keributan kecil mereka, menarik perhatian tamu undangan yang lain. Situasi tegang antara Rian dan Edward, merembet ke orang lain di sekitar
"Kalian minta uang sama Gaby? Jatah buat kuliah Tissa kan, udah aku kasih, Ma. Mbak Tia juga. Ngapain minta-minta uang sama orang. Minta uang sama suaminya sana. Bikin malu aja," Ketus Rian. "Lho. Itu kan udah kewajiban dia sebagai ipar perempuan. Dulu Arumi kan kek gitu, Rian. Kamu kok malah nyalahin Mbak sama Adekmu?" Gusar ibunya Rian. "Kewajiban gimana sih, Ma? Lagian Gaby kan belom jadi istri aku, gimana bisa di punya kewajiban memberikan uang buat keluarga aku, Ma?""Ngeyel aja kamu sama Mama, Rian. Di bilangin juga. Arumi kan kek gitu. Kenapa Gaby gak?""Arumi, Arumi, Arumi. Gak usah sebut-sebut nama dia lagi, Ma." Hampir saja Rian berteriak, jika dia tidak segera sadar, di mana dia sekarang berada. "Kenapa kamu hah? Ada apa sama Arumi? Mama gak mau tau yah Rian, kalo Gaby gak kasih uang jatah Mbak sama Adekmu, putusin dia, terus balikan lagi sama Arumi," "Ma. Arumi udah punya calon suami Ma. Aku baru aja liat acara lamaran mereka," Lirih suara Rian memberitahukan kepada ma