Tinggallah Maya seorang diri, menyaksikan kepiluan untuk kedua kalinya terjadi di depan mata. Setelah meredakan gejolak dalam hati, dirinya lalu melajukan kendaraan. Semula, ia berniat mengunjungi Aira. Namun, melihat keadaan yang terjadi, wanita itu memilih menunda kunjungannya.Malam harinya, Maya tidak bisa terlelap lagi. Kali ini, bayangan kejadian yang menimpa Aira seakan terputar kembali dengan utuh tanpa potongan laksana sebuah film. Semakin ia menginat, semakin sakit bdan menghimpit dada.“Dia butuh kasih sayang. Dia anak yang malang,” gumamnya seorang diri.***Suatu siang, Iyan dikagetkan dengan kedatangan Maya ke pasar dan memarkirkan kendaraan di wilayah yang ia jaga. Untuk pertama kalinya, perempuan yang ia pernah menyatakan perasaannya itu kembali lagi pada kebiasaan semula. Merasa canggung, Iyan tidak menghampiri. Tanpa ia sadari, dari balik kaca helm, Maya terus memperhatikan pria yang tetap memakai pakaian lusuh untuk bekerja.Setelah selesai berbelanja, Maya kembali
Semenjak berteman dengan Rumi, Aira jadi semakin terlihat bersemangat berangkat sekolah. Iyan sesekali memandang buah cintanya dengan Rani kala sesekali gadis kecil itu tidur di depan televisi."Apakah aku telah salah mendidik kamu, sehingga untuk mencari teman saja kamu harus bermain jauh?" ujarnya seorang diri. "Atau, mereka saja yang sombong, melarang anak-anaknya untuk tidak bermain dengan anakku. Anakku nakal? Dia sama Rumi saja baik-baik saja," ucapnya lagi."Ayah bicara apa?" tanya Aira, ia terbangun dan duduk bersandar sebuah tembok."Enggak. Enggak bicara apapun," ujar Iyan berbohong. "Kamu bahagia, main di rumah Rumi terus? 'Kan jauh. Sekali-kali Rumi harus diajak ke sini, gantian. Biar Aira tidak ke sana setiap hari. Atau, Aira jangan ke sana. Sesekali di rumah saja," ucap Iyan.Gadis berambut panjang itu terdiam dan menunduk. "Rumi tidak mau main ke sini, Ayah," jawabnya lirih.Iyan mengusap kepala Aira dan mengangguk. Tanda mengerti akan semua yang terjadi di rumahanya."
Mereka saling diam. Mulut Iyan terasa berat untuk ia buka kembali. Tubuhnya pun ikut mematung. Terasa kaku untuk digerakkan. Seperti itulah gambaran seseorang yang menahan malu.“Rumi, ambilkan cepat!” Suara Aira terdengar berteriak dari luar.Mereka bermain di halaman sehingga suaranya terdengar dari ruang tamu.“Aku sudah lelah, Aira. Kamu saja yang ambil, ya? Gantian, aku yang jagain masak-masakannya. Kaki aku pegel," jawab Rumi terdengar kesal.“Kamu aja ah yang ambil. Udah cepet sana. Keburu mau dimasak daunnya,” teriak Aira keras.Iyan melihat ke luar dari sela kaca jendela yang retak.“Seperti itulah setiap harinya, Mas Iyan. Saya mau menasehati Aira tidak berani. Karena dia kelihatannya keras dan susah dibilangin. Saya merasa karena kami ini keluarga yang tidak mampu, keluarga miskin jadi ya menyuruh Rumi untuk selalu mengalah. Tapi, lama-lama saya kasihan sama anak saya. Mau menyuruh Aira pulang, tidak tega karena pulangnya jauh. Mas Iyan kalau ke sini juga langsung pergi se
“Kenapa pintu rumah Rumi tertutup tadi, Ayah? Kenapa ibunya tidak keluar setelah aku panggil-panggil?” Aira bertanya pada sang ayah saat sudah sampai rumah.“Kamu nakal sama Rumi tadi?” tanya Iyan menginterogasi anaknya. Baru kali ini, Iyan merasa malu dengan ulah putri kesayangannya.“Aku tidak nakal sama Rumi, Ayah,” elak Aira.“Ayah dengar tadi kamu bentak dia.”“Aku sedang memasak, aku meminta Rumi untuk mengambilkan bahan-bahan. Dia tidak mau.”“Ibu Rumi sudah bilang sama Ayah. Kamu suka bentak-bentak Rumi. Ayah juga dengar sendiri tadi.”Aira menunduk.“Kamu sudah tidak boleh bermain ke sana lagi, kata ibu Rumi,” ujar Iyan memberi tahu.Aira terlihat sedih.“Tidak apa-apa. Besok-besok, Ayah akan mengajak kamu bermain ke rumah Tante Maya,” ucap Iyan lagi. Iya merasa tidak tega kalau harus memarahi Aira.***“Aira sepertinya sudah menjadi korban salah asuh,” ujar Maya saat Iyan datang berkunjung malam harinya. Ia menceritakan semua yang dialami Aira termasuk penolakan ibu Rumi.“
Iyan lalu menceritakan sosok Nia dengan masa lalunya yang selalu mendapatkan perilaku tidak sama dengan yang Rani dapatkan dari keluarganya.Maya menjadi tertarik dengan masa lalu Iyan sebelum rani gila. Hal yang membuatnya penasarsan selama ini, kini diceritakan oleh Iyan tanpa ia meminta.Wanita berjilbab hijau toska itu sesekali mengernyitkan dahi. Karena di sanalah, ia menlihat keegoisan Iyan yang sebenarnya.Dari caranya menceritakan dan menyalahkan Nia, Maya menjadi sedikit paham, mengapa tetangga sekitar mengucilkan gadis kecil yang disebut Iyan sebagai kesayangan keluarganya itu. Ia juga mulai menghubungkan keadaan Rani dengan berbagai kemungkinan akibat dari masa lalunya dulu.“Sepertinya dari yang aku tahu, sosok Nia yang diceritakan Mas Iyan, dia yang menjadi korban, Mas. Kenapa Mas Iyan begitu membencinya?” tanya Maya setelah Iyan terdiam dari aktivitas menceritakan ssosok Nia.“Kata siapa dia yang jadi korban, May? Jelas aku dan Aira yang jadi korban. Karena Nia, aku jadi
“May, kamu kok ngomongnya gitu, sih?” Iyan bertanya ketus.“Ya karena kamu ceitanya seperti itu, Mas. Jadi aku kesal. Kalau kamu cerita hal yang tidak bikin kesal, aku tidak akan kesal.”“Bicaramu berbelit seperti judul sinetron,” celetuk Iyan.“Yang diceritakan juga mirip banget sama sinetron. Ah, malahan bagus itu, Mas, kalau dibuat film. Kamu tokoh jahatnya,” sambung Maya.“May, kamu kok jadi berubah gitu sih? Aku pikir kamu wanita baik, wanita yang mengerti aku. Aku sempat nyaman karena mengenal kamu di saat aku merasa hidup seorang diri saja,” keluh Iyan lirih.Maya tidak segera menjawab. Wanita itu menyandarkan punggung ke kursi. Mengamati Iyan lamat-lamat. Ia begitu tertarik untuk mengetahui kisah dari keluarga unik itu. Namun, semakin mengetahui, hatinya semakin dibuat meradang.Maya memiliki karakter yang kuat. Sehingga ia mampu mengatasi sikap Iyan di saat emosinya ikut tersulut. Dirinya justru tertantang untuk membuat lelaki di hadapannya merasa sadar.“Mas, Nia sudah cerai
Maya berkali-kali menelan saliva. Ia pikir, mantan mertuanya dulu adalah keluarga paling menyeramkan yang pernah ia temui. Nyatanya, ia kembali berjumpa dengan keluarga yang menurutnya aneh bin ajaib. Bedanya, bila dulu sesat karena musyrik. Yang ini sesat karena kelewat bodoh. Begitu yang Maya pikirkan.“Mas, terus, mas kamu yang jadi pegawai, sekarang dimana?” tanya maya menggali informasi. Karena sebenarnya, dia juga sudah bingung hendakmemberikan komentar apa.Iyan lalu menceritakan keadaan Agam saat ini. Tak lupa, ia menyalahkan sang kakak yang kini telah lupa pada Aira.“Terlalu ‘kan, May, masa dia tidak lagi ingat sama AIra. Darah daging dia, May. Sekarang kamu tahu ‘kan, bagaimana menderitanya anakku karena kehilangan kasih sayang dari sosok yang dulu selalu memperlakukannya bak ratu? Ya seperti itu, May. Sekarang, kami bingung. Keluarga sudah porak poranda. Katanya Mas Agam menyesal dengan perceraiannya dengan Nia. Ya kami juga menyesali keputusan Nia yang gegabah gitu. Harus
Selepas kepergian Iyan, Maya tak langsung tidur. Bapaknya masih duduk terpekur melihat tayangan televisi.“Kamu sudah berteman dia sejak lama?” tanya bapak Maya ketika dirinya hendak masuk ke kamar. Ia urung. Memilih duduk di kursi yang ada di depan benda berlayar lebar itu.“Ya, selama aku jualan, Pak. Dia tukang parkir di pasar. Kenapa? Bapak keberatan? Kalau iya, aku akan menjauh,” jawab Maya.“Tidak. Bapak tidak pernah keberatan, kamu mau berteman dengan siapapun. Bapak percaya, kamu bisa mengatasi masalah apapun yang menimpa di hadapanmu. Dan Bapak sudah mendengar kamu berbicara dengan dia tadi,” ujar bapak Maya lalu berhenti sejenak. “Setiap manusia itu punya keburukan. Tapi, dia juga punya nilai kebaikan bila kamu menggalinya. Dari yang Bapak tahu dengan mendengarkan dia cerita sesekali waktu. Dia dan keluarganya memang unik dan antic. Tapi sepertinya, dia pria yang mampu menahan nafsu serta syahwatnya. Kalau dia tidak bisa menjaga itu, sudah dia buang barangkali, istrinya. Ata